Ide monas sarwoko
Biografi R.M. Sarwoko Martokusumo: Dari Perspektif Keluarga
suntingRaden Mas Sarwoko Martokusumo lahir pada 8 Agustus 1912 di Surakarta. Beliau adalah seorang tokoh penting dalam sejarah Indonesia, terutama dikenal sebagai penggagas ide awal pembangunan Monumen Nasional (Monas) di Jakarta. Namun, selain dari kontribusinya terhadap bangsa, Sarwoko juga dikenal sebagai seorang suami, ayah, dan saudara yang penuh cinta dan dedikasi.
Kehidupan Pribadi dan Keluarga
suntingSarwoko menikah dengan Martini, seorang wanita yang setia mendampinginya dalam setiap langkah kehidupannya. Martini tidak hanya menjadi pendamping hidup tetapi juga mitra dalam banyak aktivitas sosial dan kemanusiaan yang dilakukan oleh Sarwoko. Mereka bersama-sama membesarkan tiga anak:
- Soemartono Sarwoko: Anak sulung yang mewarisi semangat juang dan nilai-nilai patriotisme dari ayahnya. Sumartono dikenal sebagai sosok yang berdedikasi dalam pendidikan dan layanan masyarakat.
- Siti Wahyuni: Anak kedua yang selalu mendukung kegiatan sosial keluarganya. Siti tumbuh dengan rasa hormat yang besar terhadap perjuangan dan jasa-jasa ayahnya.
- Agustono Sarwoko: Anak bungsu yang mengikuti jejak ayahnya dalam berbagai aktivitas kemanusiaan dan sosial. Agustono banyak terlibat dalam kegiatan yang mempromosikan sejarah dan warisan budaya Indonesia.
Sarwoko Martokusumo adalah sosok yang kaya akan pengalaman dan kontribusi dalam berbagai bidang. Berikut beberapa aspek spesifik lainnya tentang kehidupan dan karya Sarwoko yang mungkin menarik: Jakarta, KOMPAS.com - Ide mendirikan sebuah monumen nasional di Jakarta tidak datang dari Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno. Ide itu juga bukan datang seorang menteri atau pejabat teras di sekitar Soekarno. Gagasan tersebut datang dari masyarakat biasa. Demikian diungkapkan Sudiro, wali kota (sekarang gubernur ) Jakarta Raya periode 1953-1960. Pria yang akrab disapa Pak Diro itu pernah menulis sebuah artikel tentang asal mula Monumen Nasional (Monas) di Jakarta Pusat. Artikel itu diterbitkan harian Kompas pada 18 Agustus 1971. Monumen Nasional (Monas) di Jakarta memang memiliki sejarah yang menarik. Menurut Sudiro, yang pernah menjabat sebagai wali kota Jakarta Raya, ide untuk mendirikan monumen ini sebenarnya berasal dari masyarakat biasa, bukan dari Presiden Soekarno atau pejabat tinggi lainnya. Sudiro menulis tentang asal mula Monas dalam sebuah artikel yang diterbitkan oleh harian Kompas pada 18 Agustus 1971.
Monas sendiri kini menjadi salah satu ikon paling terkenal di Jakarta dan simbol perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Ide Sarwoko Monas lahir dari orang biasa, seorang warga negara sedehana dari Jakarta bernama Sarwoko Martokusumo. "Saya didatangi Sarwoko yang telah lama saya kenal khusus dalam Kepaduan Bangsa Indonesia dari zaman penjajahan dulu," beber Sudiro dalam tulisan itu. Sarwoko bercerita tentang ide sebuah tugu setinggi 45 meter yang dia cita-citakan sebagai tempat menyimpan Bendera Pusaka Merah Putih disetujui banyak pihak.
Buku celah-celah Sarwoko Martokusumo
sunting"Celah-celah Pengalaman Sarwoko Martokusumo: Kenang-kenangan Usia 70 Tahun" adalah sebuah buku yang menceritakan pengalaman hidup Sarwoko Martokusumo, tokoh yang terlibat dalam ide awal pembangunan Monumen Nasional (Monas). Buku ini ditulis oleh Mulyadi Adiwisastro dan Mahmun Al Rasyid, dan diterbitkan oleh Mars-26 di Jakarta pada tahun 1982.Dalam buku "Celah-celah Pengalaman Sarwoko Martokusumo: Kenang-kenangan Usia 70 Tahun" mengupas perjalanan hidup Sarwoko dari masa mudanya hingga peran pentingnya dalam sejarah Monas. Berikut beberapa poin menarik :
- Latar Belakang dan Kehidupan Awal: Bagaimana Sarwoko tumbuh dan apa yang mempengaruhinya.
- Perjuangan Melawan Penjajahan: Kisah tentang aktivitasnya dalam organisasi kepanduan selama masa penjajahan.
- Gagasan Monas: Detail tentang bagaimana ide Monas lahir dan dukungan yang diterimanya.
- Pengalaman Pribadi: Cerita-cerita pribadi dan kenangan dari perjalanan hidupnya.
- Warisan dan Pengaruh: Bagaimana Sarwoko mempengaruhi komunitasnya dan warisan yang ditinggalkannya.
Sarwoko Martokusumo adalah inisiator yang terlupakan dari Monumen Nasional (Monas) di Indonesia. Dia pertama kali mengusulkan ide untuk pembangunan monumen ini antara tahun 1953 dan 1958, dan mendapatkan dukungan dari banyak tokoh nasional. Informasi ini terutama berasal dari tulisan Sudibyo, termasuk buku-bukunya yang berjudul "Karya Jaya" dan "TUNAS."
RM. Sarwoko Martokusumo adalah seorang tokoh yang dikenal karena menginisiasi ide pembangunan Monumen Nasional (Monas) di Jakarta. Berikut ringkasan berdasarkan biografinya:
- Nama Lengkap: R.M. Sarwoko Martokusumo
- Tempat dan Tanggal Lahir: 8 Agustus 1912, di Surakarta
- Agama: Islam
- Keluarga:
- Istri: Martini
- Anak: Soemartono, Siti Wahyuni, dan Agustono
- Saudara: R. Hardjopradoto, R. Sapardjo (alm.), Ny. R.A. Hardjosoedarmo (alm.), dan lainnya
- Pendidikan:
- 1919–1926: Hollands Inlandsche School (H.I.S.), Wonogiri, Surakarta
- 1926–1931: Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), Surakarta
- 1932–1935: Perguruan Umum Pendidik (dulu P.O.P., setara dengan H.I.K.), Jakarta
- Riwayat Pekerjaan:
- Masa Kolonial Belanda:
- 1935–1938: Guru di "Perguruan Rakyat" (P.R.), Perguruan Nasional, Jakarta
- 1938–1940: Guru di sekolah swasta bawah PSII Cabang Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara
- 1940–1941: Guru di "Sekolah Islamiyah" di Pontianak, Kalimantan Barat
- Masa Pendudukan Jepang:
- 1942–1943: Bekerja di bisnis konstruksi swasta di Jakarta, kemudian di Nippon Eiga Sha (Lembaga Film), Jakarta
- 1943–1945: Bekerja di Jawa Hookoo Kai (Perhimpunan Perjuangan Rakyat), Jakarta
- Era Kemerdekaan:
- Sekitar Proklamasi 1945: Aktif di Barisan Pelopor Istimewa, Jakarta
- 1946–1947: Bekerja di Markas Besar Tentara Nasional Indonesia, Yogyakarta
- 1947–1948: Bekerja di "Fonds Nasional," Yogyakarta
- 1949–1950: Bekerja di "Kimbalul" Iklan, Jakarta (berlanjut dari Yogyakarta)
- 1954–1961: Menjabat sebagai Ketua Panitia Tugu Nasional
- Pengurus dalam Organisasi "Persatuan"
- Masa Kolonial Belanda:
Riwayat Pergerakan R.M. Sarwoko Martokusumo
sunting- 1925–1926: Anggota Javaansche Padvinders Organisatie (J.P.O.), didirikan oleh S.P. Mangkunegoro VII di Surakarta.
- 1927–1929: Anggota Jong Java Padvinderij (J.J.P.), Surakarta.
- 1930–1932: Anggota dan pengurus Kepanduan Bangsa Indonesia (K.B.I.), Surakarta.
- 1932–1938: Pengurus K.B.I. di Jakarta dan anggota Indonesia Muda.
- Simpatisan dan anggota Partai Nasional Indonesia (P.N.I.): Aktif mendukung gerakan nasionalis.
Susunan Pengurus Panitia Tugu Nasional (17 September 1954)
sunting- Ketua: Sarwoko Martokusumo.
- Penulis: S. Suhud.
- Bendahara: Sumali Prawiro Sudirdjo.
- Anggota:
- Supeno.
- K.S. Wiyono.
- E.F. Wens.
- Pembantu Umum: Sudiro.
Sarwoko berperan penting dalam mewujudkan ide Monas yang kini menjadi simbol perjuangan dan kebanggaan nasional Indonesia.
Sarwoko Martokusumo adalah salah satu anggota dari Barisan Pelopor Istimewa, sebuah organisasi yang aktif sebelum dan sekitar masa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Organisasi ini terdiri dari pemuda-pemuda yang berdedikasi untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui berbagai kegiatan, termasuk penggalangan dana, penyediaan persenjataan, dan pengorganisasian massa.
Sarwoko sendiri sangat aktif dalam kegiatan-kegiatan ini, yang menunjukkan komitmennya terhadap perjuangan kemerdekaan. Dengan semangat patriotisme yang tinggi, ia berkontribusi dalam berbagai upaya untuk mempersatukan rakyat dan mempersiapkan diri untuk perjuangan mendatang.
Selain perannya dalam pembangunan Monas, Sarwoko Martokusumo juga memiliki beberapa aspek penting dalam kehidupannya:
- Pendidikan: Sarwoko mendapatkan pendidikan di berbagai institusi, termasuk Hollands Inlandsche School (H.I.S.) dan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Surakarta, serta Perguruan Umum Pendidik di Jakarta.
- Kerja: Selama masa kolonial Belanda dan pendudukan Jepang, Sarwoko bekerja di berbagai bidang, termasuk sebagai guru dan di sektor konstruksi.
- Kegiatan Anti-Kolonial: Sarwoko aktif dalam kegiatan anti-kolonial, termasuk menjadi anggota Barisan Pelopor Istimewa yang berperan dalam mempersiapkan perjuangan kemerdekaan.
- Komitmen pada Kepedulian Sosial: Sarwoko juga terlibat dalam berbagai organisasi sosial dan kegiatan yang bertujuan untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat.
Keluarga Sarwoko memainkan peran penting dalam memberikan dukungan moral dan emosional yang memungkinkan Sarwoko untuk terus berkontribusi bagi masyarakat dan negara. Keluarga ini juga turut serta dalam berbagai kegiatan sosial dan kemasyarakatan, melanjutkan semangat dan nilai-nilai yang diwariskan oleh Sarwoko.
Keluarga Sarwoko Martokusumo sangat mendukung dan berperan penting dalam kehidupannya. Berikut beberapa detail khusus tentang kehidupan pribadi dan keluarganya:
Kehidupan Pribadi
sunting- Pendidikan dan awal Karier :
- Sarwoko menempuh pendidikan di Hollands Inlandsche School (H.I.S.) dan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Surakarta.
- Melanjutkan ke Perguruan Umum Pendidik di Jakarta.
- Awalnya bekerja sebagai guru sebelum beralih ke berbagai peran selama masa kolonial Belanda dan pendudukan Jepang.
- Peran dalam Kemerdekaan:
- Aktif dalam Barisan Pelopor Istimewa, sebuah organisasi yang berkontribusi signifikan pada perjuangan kemerdekaan Indonesia.
- Inisiatifnya dalam mengusulkan pembangunan Monas adalah salah satu kontribusi terbesarnya
Kehidupan pribadi dan keluarga Sarwoko Martokusumo tidak hanya menggambarkan seorang pejuang yang gigih, tetapi juga seorang ayah dan suami yang berdedikasi. Dukungan dari keluarganya memungkinkan dia untuk terus berkarya dan memberikan kontribusi signifikan pada sejarah Indonesia.
Spesifik lain dari Sarwoko
suntingSarwoko Martokusumo adalah sosok yang kaya akan pengalaman dan kontribusi dalam berbagai bidang. Berikut beberapa aspek spesifik lainnya tentang kehidupan dan karya Sarwoko yang mungkin menarik:
1. Aktivisme dan Kepanduan:
sunting- Sarwoko aktif dalam organisasi kepanduan Indonesia selama masa penjajahan Belanda. Kepanduan ini tidak hanya melatih disiplin dan keterampilan bagi pemuda, tetapi juga menanamkan semangat nasionalisme dan perlawanan terhadap penjajahan.
2. Pendidikan dan Pengajaran:
sunting- Sebagai seorang guru, Sarwoko mengabdikan dirinya untuk mendidik generasi muda. Dia mengajar di berbagai sekolah, baik di Jakarta maupun di daerah lain seperti Bolaang Mongondow dan Pontianak. Pengalaman mengajarnya selama masa penjajahan memberikan wawasan tentang pentingnya pendidikan dalam memperjuangkan kemerdekaan.
3. Kegiatan Kemanusiaan:
sunting- Setelah kemerdekaan, Sarwoko juga aktif dalam berbagai kegiatan kemanusiaan dan sosial. Misalnya, keterlibatannya dalam "Fonds Nasional" yang bertujuan membantu masyarakat pasca kemerdekaan menunjukkan dedikasinya terhadap kesejahteraan bangsa.
4. Peran dalam Seni dan Budaya:
sunting- Sarwoko juga terlibat dalam dunia seni dan budaya, terutama melalui pekerjaannya di Nippon Eiga Sha (Lembaga Film) selama pendudukan Jepang. Ini menunjukkan minat dan kontribusinya dalam bidang yang lebih luas daripada politik dan pendidikan saja.
5. Penghormatan dan Warisan:
sunting- Warisan Sarwoko tidak hanya terbatas pada Monas. Banyak dari nilai-nilai dan semangat perjuangannya yang ditanamkan kepada generasi muda melalui pendidikan dan aktivisme. Keluarganya juga terus mengembangkan dan memperingati warisan yang telah dia tinggalkan.