Ikatan kimia

proses interaksi gaya tarik menarik antara 2 atom atau molekul
(Dialihkan dari Ikatan kimiawi)

Ikatan kimia adalah sebuah proses fisika yang bertanggung jawab dalam interaksi gaya tarik menarik antara dua atom atau molekul yang menyebabkan suatu senyawa diatomik atau poliatomik menjadi stabil.[1] Penjelasan mengenai gaya tarik menarik ini sangatlah rumit dan dijelaskan oleh elektrodinamika kuantum. Dalam praktiknya, para kimiawan biasanya bergantung pada teori kuantum atau penjelasan kualitatif yang kurang kaku (namun lebih mudah untuk dijelaskan) dalam menjelaskan ikatan kimia. Secara umum, ikatan kimia yang kuat diasosiasikan dengan transfer elektron antara dua atom yang berpartisipasi.[2] Ikatan kimia menjaga molekul-molekul, kristal, dan gas-gas diatomik untuk tetap bersama. Selain itu ikatan kimia juga menentukan struktur suatu zat.

Kekuatan ikatan-ikatan kimia sangatlah bervariasi. Pada umumnya, ikatan kovalen dan ikatan ion dianggap sebagai ikatan "kuat", sedangkan ikatan hidrogen dan ikatan van der Waals dianggap sebagai ikatan "lemah". Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa ikatan "lemah" yang paling kuat dapat lebih kuat daripada ikatan "kuat" yang paling lemah.

Contoh model titik Lewis yang menggambarkan ikatan kimia antara karbon C, hidrogen H, dan oksigen O. Penggambaran titik lewis adalah salah satu dari usaha awal kimiawan dalam menjelaskan ikatan kimia dan masih digunakan secara luas sampai sekarang.

Tinjauan

sunting

Elektron yang mengelilingi inti atom bermuatan negatif dan proton yang terdapat dalam inti atom bermuatan positif, mengingat muatan yang berlawanan akan saling tarik menarik, maka dua atom yang berdekatan satu sama lainnya akan membentuk ikatan.

Dalam gambaran yang paling sederhana dari ikatan non-polar atau ikatan kovalen, satu atau lebih elektron, biasanya berpasangan, ditarik menuju sebuah wilayah di antara dua inti atom. Gaya ini dapat mengatasi gaya tolak menolak antara dua inti atom yang positif, sehingga atraksi ini menjaga kedua atom untuk tetap bersama, walaupun keduanya masih akan tetap bergetar dalam keadaan kesetimbangan. Ringkasnya, ikatan kovalen melibatkan elektron-elektron yang dibagi dan dua atau lebih inti atom yang bermuatan positif secara bersamaan menarik elektron-elektron bermuatan negatif yang dibagi.

Dalam gambaran ikatan ion yang disederhanakan, inti atom yang bermuatan positif secara dominan melebihi muatan positif inti atom lainnya, sehingga secara efektif menyebabkan satu atom mentransfer elektronnya ke atom yang lain. Hal ini menyebabkan satu atom bermuatan positif dan yang lainnya bermuatan negatif secara keseluruhan. Ikatan ini dihasilkan dari atraksi elektrostatik di antara atom-atom dan atom-atom tersebut menjadi ion-ion yang bermuatan.

Semua bentuk ikatan dapat dijelaskan dengan teori kuantum, tetapi dalam praktiknya, kaidah-kaidah yang disederhanakan mengizinkan para kimiawan untuk memprediksikan kekuatan, arah, dan polaritas sebuah ikatan. Kaidah oktet (Bahasa Inggris: octet rule) dan teori VSEPR adalah dua contoh kaidah yang disederhanakan tersebut. Ada pula teori-teori yang lebih canggih, yaitu teori ikatan valens yang meliputi hibridisasi orbital dan resonans, dan metode orbital molekul kombinasi linear orbital atom (Bahasa Inggris: Linear combination of atomic orbitals molecular orbital method) yang meliputi teori medan ligan. Elektrostatika digunakan untuk menjelaskan polaritas ikatan dan efek-efeknya terhadap zat-zat kimia.

Sejarah

sunting

Spekulasi awal dari sifat-sifat ikatan kimia yang berawal dari abad ke-12 mengganggap spesi kimia tertentu disatukan oleh sejenis afinitas kimia. Pada tahun 1704, Isaac Newton menggarisbesarkan teori ikatan atomnya pada "Query 31" buku Opticksnya dengan mengatakan atom-atom disatukan satu sama lain oleh "gaya" tertentu.

Pada tahun 1819, setelah penemuan tumpukan volta, Jöns Jakob Berzelius mengembangkan sebuah teori kombinasi kimia yang menekankan sifat-sifat elektrogenativitas dan elektropositif dari atom-atom yang bergabung. Pada pertengahan abad ke-19 Edward Frankland, F.A. Kekule, A.S. Couper, A.M. Butlerov, dan Hermann Kolbe, beranjak pada teori radikal, mengembangkan teori valensi yang pada awalnya disebut "kekuatan penggabung". Teori ini mengatakan sebuah senyawa tergabung berdasarkan atraksi kutub positif dan kutub negatif. Pada tahun 1916, kimiawan Gilbert N. Lewis mengembangkan konsep ikatan elektron berpasangan. Konsep ini mengatakan dua atom dapat berkongsi satu sampai enam elektron, membentuk ikatan elektron tunggal, ikatan tunggal, ikatan rangkap dua, atau ikatan rangkap tiga.

 

Dalam kata-kata Lewis sendiri:

An electron may form a part of the shell of two different atoms and cannot be said to belong to either one exclusively.

Pada tahun yang sama, Walther Kossel juga mengajukan sebuah teori yang mirip dengan teori Lewis, tetapi model teorinya mengasumsikan transfer elektron yang penuh antara atom-atom. Teori ini merupakan model ikatan polar. Baik Lewis dan Kossel membangun model ikatan mereka berdasarkan kaidah Abegg (1904).

Pada tahun 1927, untuk pertama kalinya penjelasan matematika kuantum yang penuh atas ikatan kimia yang sederhana berhasil diturunkan oleh fisikawan Denmark Oyvind Burrau.[3] Hasil kerja ini menunjukkan bahwa pendekatan kuantum terhadap ikatan kimia dapat secara mendasar dan kuantitatif tepat. Namun metode ini tidak mampu dikembangkan lebih jauh untuk menjelaskan molekul yang memiliki lebih dari satu elektron. Pendekatan yang lebih praktis namun kurang kuantitatif dikembangkan pada tahun yang sama oleh Walter Heitler and Fritz London. Metode Heitler-London menjadi dasar dari teori ikatan valensi. Pada tahun 1929, metode orbital molekul kombinasi linear orbital atom (Bahasa Inggris: linear combination of atomic orbitals molecular orbital method), disingkat LCAO, diperkenalkan oleh Sir John Lennard-Jones yang bertujuan menurunkan struktur elektronik dari molekul F2 (fluorin) dan O2 (oksigen) berdasarkan prinsip-prinsip dasar kuantum. Teori orbital molekul ini mewakilkan ikatan kovalen sebagai orbital yang dibentuk oleh orbital-orbital atom mekanika kuantum Schrödinger yang telah dihipotesiskan untuk atom berelektron tunggal. Persamaan ikatan elektron pada multielektron tidak dapat diselesaikan secara analitik, tetapi dapat dilakukan pendekatan yang memberikan hasil dan prediksi yang secara kualitatif cukup baik. Kebanyakan perhitungan kuantitatif pada kimia kuantum modern menggunakan baik teori ikatan valensi maupun teori orbital molekul sebagai titik awal, walaupun pendekatan ketiga, teori fungsional rapatan (Bahasa Inggris: density functional theory), mulai mendapatkan perhatian yang lebih akhir-akhir ini.

Pada tahun 1935, H. H. James dan A. S. Coolidge melakukan perhitungan pada molekul dihidrogen.Berbeda dengan perhitungan-perhitungan sebelumnya yang hanya menggunakan fungsi-fungsi jarak antara elektron dengan inti atom, mereka juga menggunakan fungsi yang secara eksplisit memperhitungkan jarak antara dua elektron.[4] Dengan 13 parameter yang dapat diatur, mereka mendapatkan hasil yang sangat mendekati hasil yang didapatkan secara eksperimen dalam hal energi disosiasi. Perluasan selanjutnya menggunakan 54 parameter dan memberikan hasil yang sangat sesuai denganhasil eksperimen. Perhitungan ini meyakinkan komunitas sains bahwa teori kuantum dapat memberikan hasil yang sesuai dengan hasil eksperimen. Namun pendekatan ini tidak dapat memberikan gambaran fisik seperti yang terdapat pada teori ikatan valensi dan teori orbital molekul. Selain itu, ia juga sangat sulit diperluas untuk perhitungan molekul-molekul yang lebih besar.

Teori ikatan valensi

sunting

Pada tahun 1927, teori ikatan valensi dikembangkan atas dasar argumen bahwa sebuah ikatan kimia terbentuk ketika dua valensi elektron bekerja dan menjaga dua inti atom bersama oleh karena efek penurunan energi sistem. Pada tahun 1931, beranjak dari teori ini, kimawan Linus Pauling mempublikasikan jurnal ilmiah yang dianggap sebagai jurnal paling penting dalam sejarah kimia: "On the Nature of the Chemical Bond". Dalam jurnal ini, berdasarkan hasil kerja Lewis dan teori valensi ikatan Heitler dan London, dia mewakilkan enam aturan pada ikatan elektron berpasangan:

1. Ikatan elektron berpasangan terbentuk melalui interaksi elektron tak-berpasangan pada masing-masing atom.
2. Spin-spin elektron haruslah saling berlawanan.
3. Seketika dipasangkan, dua elektron tidak bisa berpartisipasi lagi pada ikatan lainnya.
4. Pertukaran elektron pada ikatan hanya melibatkan satu persamaan gelombang untuk setiap atom.
5. Elektron-elektron yang tersedia pada aras energi yang paling rendah akan membentuk ikatan-ikatan yang paling kuat.
6. Dari dua orbital pada sebuah atom, salah satu yang dapat bertumpang tindih paling banyaklah yang akan membentuk ikatan paling kuat, dan ikatan ini akan cenderung berada pada arah orbital yang terkonsentrasi.

Buku teks tahun 1939 Pauling: On the Nature of Chemical Bond menjadi apa yang banyak orang sebut sebagai "kitab suci" kimia modern. Buku ini membantu kimiawan eksperimental untuk memahami dampak teori kuantum pada kimia. Namun, edisi 1959 selanjutnya gagal untuk mengalamatkan masalah yang lebih mudah dimengerti menggunakan teori orbital molekul. Dampak dari teori valensi ini berkurang sekitar tahun 1960-an dan 1970-an ketika popularitas teori orbital molekul meningkat dan diimplementasikan pada beberapa progam komputer yang besar. Sejak tahun 1980-an, masalah implementasi teori ikatan valensi yang lebih sulit pada program-program komputer telah hampir dipecahkan dan teori ini beranjak bangkit kembali.

Teori orbital molekul

sunting

Teori orbital molekul (Bahasa Inggris: Molecular orbital theory), disingkat MO. Dala teori ini menyebutkan bahwa interaksi yang terjadi antara atom pusat dengan ligan melibatkan interaksi elektrostatik dan interaksi kovalen. Teori ini muncul untuk menyempurnakan teori sebelumnya yaitu teori medan kristal. Pada teori medan kristal menyebutkan bawa interaksi yang terjadi antara atom pusat dengan ligan berupa ineraksi elektrostatik saja. Padahal dari fakta eksperimental ditemukan bahwa terdapat kompleks dengan ligan netral namun stabil. Dan juga melakui eksperimen resonansi spin ditemukan bahwa terdapat pemakaian bersama sepasang elektron oleh loga dan ligan. Hal ini berarti terdapat juga interaksi kovalen. Teori ini meruapakan teori paling lengkap dari teori-teori sebelumnya, namapun juga yang paling rumit. Menggunakan kombinasi linear orbital-orbital atom untuk membentuk orbital-orbital molekul yang menrangkumi seluruh molekul. Semuanya ini sering kali dibagi menjadi orbital ikat, orbital antiikat, dan orbital bukan-ikatan. Orbital molekul hanyalah sebuah orbital Schrödinger yang melibatkan beberapa inti atom. Jika orbital ini merupakan tipe orbital yang elektron-elektronnya memiliki kebolehjadian lebih tinggi berada di antara dua inti daripada di lokasi lainnya, maka orbital ini adalah orbital ikat dan akan cenderung menjaga kedua inti bersama. Jika elektron-elektron cenderung berada di orbital molekul yang berada di lokasi lainnya, maka orbital ini adalah orbital antiikat dan akan melemahkan ikatan. Elektron-elektron yang berada pada orbital bukan-ikatan cenderung berada pada orbital yang paling dalam (hampir sama dengan orbital atom), dan diasosiasikan secara keseluruhan pada satu inti. Elektron-elektron ini tidak menguatkan maupun melemahkan kekuatan ikatan.

Perbandingan antara teori ikatan valensi dan teori orbital molekul

sunting

Pada beberapa bidang, teori ikatan valensi lebih baik daripada teori orbital molekul. Ketika diaplikasikan pada molekul berelektron dua, H2, teori ikatan valensi, bahkan dengan pendekatan Heitler-London yang paling sederhana, memberikan pendekatan energi ikatan yang lebih dekat dan representasi yang lebih akurat pada tingkah laku elektron ketika ikatan kimia terbentuk dan terputus. Sebaliknya, teori orbital molekul memprediksikan bahwa molekul hidrogen akan berdisosiasi menjadi superposisi linear dari hidrogen atom dan ion hidrogen positif dan negatif. Prediksi ini tidak sesuai dengan gambaran fisik. Hal ini secara sebagian menjelaskan mengapa kurva energi total terhadap jarak antar atom pada metode ikatan valensi berada di atas kurva yang menggunakan metode orbital molekul. Situasi ini terjadi pada semua molekul diatomik homonuklir dan tampak dengan jelas pada F2 ketika energi minimum pada kurva yang menggunakan teori orbital molekul masih lebih tinggi dari energi dua atom F.

Konsep hibridisasi sangatlah berguna dan variabilitas pada ikatan di kebanyakan senyawa organik sangatlah rendah, menyebabkan teori ini masih menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kimia organik. Namun, hasil kerja Friedrich Hund, Robert Mulliken, dan Gerhard Herzberg menunjukkan bahwa teori orbital molekul memberikan deskripsi yang lebih tepat pada spektrokopi, ionisasi, dan sifat-sifat magnetik molekul. Kekurangan teori ikatan valensi menjadi lebih jelas pada molekul yang berhipervalensi (contohnya PF5) ketika molekul ini dijelaskan tanpa menggunakan orbital-orbital d yang sangat krusial dalam hibridisasi ikatan yang diajukan oleh Pauling. Logam kompleks dan senyawa yang kurang elektron (seperti diborana) dijelaskan dengan sangat baik oleh teori orbital molekul, walaupun penjelasan yang menggunakan teori ikatan valensi juga telah dibuat.

Pada tahun 1930, dua metode ini saling bersaing sampai disadari bahwa keduanya hanyalah merupakan pendekatan pada teori yang lebih baik. Jika kita mengambil struktur ikatan valensi yang sederhana dan menggabungkan semua struktur kovalen dan ion yang dimungkinkan pada sekelompok orbital atom, kita mendapatkan apa yang disebut sebagai fungsi gelombang interaksi konfigurasi penuh. Jika kita mengambil deskripsi orbital molekul sederhana pada keadaan dasar dan mengkombinasikan fungsi tersebut dengan fungsi-fungsi yang mendeskripsikan keseluruhan kemungkinan keadaan tereksitasi yang menggunakan orbital tak terisi dari sekelompok orbital atom yang sama, kita juga mendapatkan fungsi gelombang interaksi konfigurasi penuh. Terlihatlah bahwa pendekatan orbital molekul yang sederhana terlalu menitikberatkan pada struktur ion, sedangkan pendekatan teori valensi ikatan yang sederhana terlalu sedikit menitikberatkan pada struktur ion. Dapat kita katakan bahwa pendekatan orbital molekul terlalu ter-delokalisasi, sedangkan pendekatan ikatan valensi terlalu ter-lokalisasi.

Sekarang kedua pendekatan tersebut dianggap sebagai saling memenuhi, masing-masing memberikan pandangannya sendiri terhadap masalah-masalah pada ikatan kimia. Perhitungan modern pada kimia kuantum biasanya dimulai dari (namun pada akhirnya menjauh) pendekatan orbital molekul daripada pendekatan ikatan valensi. Ini bukanlah karena pendekatan orbital molekul lebih akurat dari pendekatan teori ikatan valensi, melainkan karena pendekatan orbital molekul lebih memudahkan untuk diubah menjadi perhitungan numeris. Namun program-progam ikatan valensi yang lebih baik juga tersedia.

Ikatan dalam rumus kimia

sunting

Bentuk atom-atom dan molekul-molekul yang 3 dimensi sangatlah menyulitkan dalam menggunakan teknik tunggal yang mengindikasikan orbital-orbital dan ikatan-ikatan. Pada rumus molekul, ikatan kimia (orbital yang berikatan) diindikasikan menggunakan beberapa metode yang bebeda tergantung pada tipe diskusi. Kadang-kadang kesemuaannya dihiraukan. Sebagai contoh, pada kimia organik, kimiawan biasanya hanya peduli pada gugus fungsi molekul. Oleh karena itu, rumus molekul etanol dapat ditulis secara konformasi, 3-dimensi, 2-dimensi penuh (tanpa indikasi arah ikatan 3-dimensi), 2-dimensi yang disingkat (CH3–CH2–OH), memisahkan gugus fungsi dari bagian molekul lainnnya (C2H5OH), atau hanya dengan konstituen atomnya saja (C2H6O). Kadang kala, bahkan kelopak valensi elektron non-ikatan (dengan pendekatan arah yang digambarkan secara 2-dimensi) juga ditandai. Beberapa kimiawan juga menandai orbital-orbital atom, sebagai contoh anion etena−4 yang dihipotesiskan (\/C=C/\ −4) mengindikasikan kemungkinan pembentukan ikatan.sehingga terjadi ikatan rangkap dua.

Ikatan kuat kimia

sunting
Panjang ikat dalam pm
dan energi ikat dalam kJ/mol.

Panjang ikat dapat dikonversikan menjadi Å
dengan pembagian dengan 100 (1 Å = 100 pm).
Data diambil dari [1] Diarsipkan 2007-12-14 di Wayback Machine..
Ikatan Panjang
(pm)
Energi
(kJ/mol)
H — Hidrogen
H–H 74 436
H–C 109 413
H–N 101 391
H–O 96 366
H–F 92 568
H–Cl 127 432
H–Br 141 366
C — Karbon
C–H 109 413
C–C 154 348
C=C 134 614
C≡C 120 839
C–N 147 308
C–O 143 360
C–F 135 488
C–Cl 177 330
C–Br 194 288
C–I 214 216
C–S 182 272
N — Nitrogen
N–H 101 391
N–C 147 308
N–N 145 170
N≡N 110 945
O — Oksigen
O–H 96 366
O–C 143 360
O–O 148 145
O=O 121 498
F, Cl, Br, I — Halogen
F–H 92 568
F–F 142 158
F–C 135 488
Cl–H 127 432
Cl–C 177 330
Cl–Cl 199 243
Br–H 141 366
Br–C 194 288
Br–Br 228 193
I–H 161 298
I–C 214 216
I–I 267 151
S — Belerang
C–S 182 272

Ikatan-ikatan berikut adalah ikatan intramolekul yang mengikat atom-atom bersama menjadi molekul. Dalam pandangan yang sederhana dan terlokalisasikan, jumlah elektron yang berpartisipasi dalam suatu ikatan biasanya merupakan perkalian dari dua, empat, atau enam. Jumlah yang berangka genap umumnya dijumpai karena elektron akan memiliki keadaan energi yang lebih rendah jika berpasangan. Teori-teori ikatan yang lebih canggih menunjukkan bahwa kekuatan ikatan tidaklah selalu berupa angka bulat dan tergantung pada distribusi elektron pada setiap atom yang terlibat dalam sebuah ikatan. Sebagai contohnya, karbon-karbon dalam senyawa benzena dihubungkan satu sama lain oleh ikatan 1.5 dan dua atom dalam nitrogen monoksida NO dihubungkan oleh ikatan 2,5. Keberadaan ikatan rangkap empat juga diketahui dengan baik. Jenis-jenis ikatan kuat bergantung pada perbedaan elektronegativitas dan distribusi orbital elektron yang tertarik pada suatu atom yang terlibat dalam ikatan. Semakin besar perbedaan elektronegativitasnya, semakin besar elektron-elektron tersebut tertarik pada atom yang berikat dan semakin bersifat ion pula ikatan tersebut. Semakin kecil perbedaan elektronegativitasnya, semakin bersifat kovalen ikatan tersebut.

Ikatan kovalen

sunting

Ikatan kovalen adalah ikatan yang umumnya sering dijumpai, yaitu ikatan yang perbedaan elektronegativitas (negatif dan positif) di antara atom-atom yang berikat sangatlah kecil atau hampir tidak ada. Ikatan-ikatan yang terdapat pada kebanyakan senyawa organik dapat dikatakan sebagai ikatan kovalen. Lihat pula ikatan sigma dan ikatan pi untuk penjelasan LCAO terhadap jenis ikatan ini.

Ikatan kovalen polar

sunting

Ikatan kovalen polar merupakan ikatan yang sifat-sifatnya berada di antara ikatan kovalen dan ikatan ion.

Ikatan ion

sunting

Ikatan ion merupakan sejenis interaksi elektrostatik antara dua atom yang memiliki perbedaan elektronegativitas yang besar. Tidaklah terdapat nilai-nilai yang pasti yang membedakan ikatan ion dan ikatan kovalen, tetapi perbedaan elektronegativitas yang lebih besar dari 2,0 bisanya disebut ikatan ion, sedangkan perbedaan yang lebih kecil dari 1,5 biasanya disebut ikatan kovalen.[5] Ikatan ion menghasilkan ion-ion positif dan negatif yang berpisah. Muatan-muatan ion ini umumnya berkisar antara -3 e sampai dengan +3e.

Ikatan kovalen koordinasi

sunting

Ikatan kovalen koordinasi, kadang kala disebut sebagai ikatan datif, adalah sejenis ikatan kovalen yang keseluruhan elektron-elektron ikatannya hanya berasal dari salah satu atom, penderma pasangan elektron, ataupun basa Lewis. Konsep ini mulai ditinggalkan oleh para kimiawan seiring dengan berkembangnya teori orbital molekul. Contoh ikatan kovalen koordinasi terjadi pada nitron dan ammonia borana. Susunan ikatan ini berbeda dengan ikatan ion pada perbedaan elektronegativitasnya yang kecil, sehingga menghasilkan ikatan yang kovalen. Ikatan ini biasanya ditandai dengan tanda panah. Ujung panah ini menunjuk pada akseptor elektron atau asam Lewis dan ekor panah menunjuk pada penderma elektron atau basa Lewis

Ikatan pisang

sunting

Ikatan pisang adalah sebuah jenis ikatan yang terdapat pada molekul-molekul yang mengalami tarikan ataupun yang mendapat rintangan sterik, sehingga orbital-orbital ikatan tersebut dipaksa membentuk struktur ikatan yang mirip dengan pisang. Ikatan pisang biasanya lebih rentan mengalami reaksi daripada ikatan-ikatan normal lainnya.

Ikatan 3c-2e dan 3c-4e

sunting

Dalam ikatan tiga-pusat dua-elektron, tiga atom saling berbagi dua elektron. Ikatan sejenis ini terjadi pada senyawa yang kekurangan elektron seperti pada diborana. Setiap ikatan mengandung sepasang elektron yang menghubungkan atom boron satu sama lainnya dalam bentuk pisang dengan sebuah proton (inti atom hidrogen) di tengah-tengah ikatan, dan berbagi elektron dengan kedua atom boron. Terdapat pula Ikatan tiga-pusat empat-elektron yang menjelaskan ikatan pada molekul hipervalen.

Ikatan tiga elektron dan satu elektron

sunting

Ikatan-ikatan dengan satu atau tiga elektron dapat ditemukan pada spesi radikal yang memiliki jumlah elektron gasal (ganjil). Contoh paling sederhana dari ikatan satu elektron dapat ditemukan pada kation molekul hidrogen H2+. Ikatan satu elektron sering kali memiliki energi ikat yang setengah kali dari ikatan dua elektron, sehingga ikatan ini disebut pula "ikatan setengah". Namun terdapat pengecualian pada kasus dilitium. Ikatan dilitium satu elektron, Li2+, lebih kuat dari ikatan dilitium dua elektron Li2. Pengecualian ini dapat dijelaskan dengan hibridisasi dan efek kelopak dalam.[6]

Contoh sederhana dari ikatan tiga elektron dapat ditemukan pada kation dimer helium, He2+, dan dapat pula dianggap sebagai "ikatan setengah" karena menurut teori orbital molekul, elektron ke-tiganya merupakan orbital antiikat yang melemahkan ikatan dua elektron lainnya sebesar setengah. Molekul oksigen juga dapat dianggap memiliki dua ikatan tiga elektron dan satu ikatan dua elektron yang menjelaskan sifat paramagnetiknya.[7]

Molekul-molekul dengan ikatan elektron gasal biasanya sangat reaktif. Ikatan jenis ini biasanya hanya stabil pada atom-atom yang memiliki elektronegativitas yang sama.[7]

Ikatan aromatik

sunting

Pada kebanyakan kasus, lokasi elektron tidak dapat ditandai dengan menggunakan garis (menandai dua elektron) ataupun titik (menandai elektron tungga). Ikatan aromatik yang terjadi pada molekul yang berbentuk cincin datar menunjukkan stabilitas yang lebih.

Pada benzena, 18 elektron ikatan mengikat 6 atom karbon bersama membentuk struktur cincin datar. "Orde" ikatan antara dua atom dapat dikatakan sebagai (18/6)/2=1,5 dan seluruh ikatan pada benzena tersebut adalah identik. Ikatan-ikatan ini dapat pula ditulis sebagai ikatan tunggal dan rangkap yang berselingan, tetapi hal ini kuranglah tepat mengingat ikatan rangkap dan ikatan tunggal memiliki kekuatan ikatan yang berbeda dan tidak identik.

Ikatan logam

sunting

Pada ikatan logam, elektron-elektron ikatan terdelokalisasi pada kekisi (lattice) atom. Berbeda dengan senyawa organik, lokasi elektron yang berikat dan muatannya adalah statik. Oleh karena delokalisai yang menyebabkan elektron-elektron dapat bergerak bebas, senyawa ini memiliki sifat-sifat mirip logam dalam hal konduktivitas, duktilitas, dan kekerasan.

Ikatan antarmolekul

sunting

Terdapat empat jenis dasar ikatan yang dapat terbentuk antara dua atau lebih molekul, ion, ataupun atom. Gaya antarmolekul menyebabkan molekul saling menarik atau menolak satu sama lainnya. Seringkali hal ini menentukan sifat-sifat fisik sebuah zat (seperti pada titik leleh).

Dipol permanen ke dipol permanen

sunting

Perbedaan elektronegativitas yang besar antara dua atom yang berikatan dengan kuat menyebabkan terbentuknya dipol (dwikutub). Dipol-dipol ini akan saling tarik-menarik ataupun tolak-menolak.

Ikatan hidrogen

sunting

Ikatan hidrogen bisa dikatakan sebagai dipol permanen yang sangat kuat seperti yang dijelaskan di atas. Namun, pada ikatan hidrogen, proton hidrogen berada sangat dekat dengan atom penderma elektron dan mirip dengan ikatan tiga-pusat dua-elektron seperti pada diborana. Ikatan hidrogen menjelaskan titik didih zat cair yang relatif tinggi seperti air, ammonia, dan hidrogen fluorida jika dibandingkan dengan senyawa-senyawa yang lebih berat lainnya pada kolom tabel periodik yang sama.

Dipol seketika ke dipol terimbas (van der Waals)

sunting

Dipol seketika ke dipol terimbas, atau gaya van der Waals, adalah ikatan yang paling lemah, tetapi sering dijumpai di antara semua zat-zat kimia. Misalnya atom helium, pada satu titik waktu, awan elektronnya akan terlihat tidak seimbang dengan salah satu muatan negatif berada di sisi tertentu. Hal ini disebut sebagai dipol seketika (dwikutub seketika). Dipol ini dapat menarik maupun menolak elektron-elektron helium lainnya, dan menyebabkan dipol lainnya. Kedua atom akan seketika saling menarik sebelum muatannya diseimbangkan kembali untuk kemudian berpisah.

Interaksi kation-pi

sunting

Interaksi kation-pi terjadi di antara muatan negatif yang terlokalisasi dari elektron-elektron pada orbital   dengan muatan positif.

Elektron pada ikatan kimia

sunting

Banyak senyawa-senyawa sederhana yang melibatkan ikatan-ikatan kovalen. Molekul-molekul ini memiliki struktur yang dapat diprediksi dengan menggunakan teori ikatan valensi, dan sifat-sfiat atom yang terlibat dapat dipahami menggunakan konsep bilangan oksidasi. Senyawa lain yang mempunyai struktur ion dapat dipahami dengan menggunakan teori-teori fisika klasik.

Pada kasus ikatan ion, elektron pada umumnya terlokalisasi pada atom tertentu, dan elektron-elektron todal bergerak bebas di antara atom-atom. Setiap atom ditandai dengan muatan listrik keseluruhan untuk membantu pemahaman kita atas konsep distribusi orbital molekul. Gaya antara atom-atom secara garis besar dikarakterisasikan dengan potensial elektrostatik kontinum (malaran) isotropik.

Sebaliknya pada ikatan kovalen, rapatan elektron pada sebuah ikatan tidak ditandai pada atom individual, tetapi terdelokalisasikan pada MO di antara atom-atom. Teori kombinasi linear orbital yang diterima secara umum membantu menjelaskan struktur orbital dan energi-energinya berdasarkan orbtial-orbital dari atom-atom molekul. Tidak seperti ikatan ion, ikatan kovalen bisa memiliki sifat-sifat anisotropik, dan masing-masing memiliki nama-nama tersendiri seperti ikatan sigma dan ikatan pi.

Atom-atom juga dapat membentuk ikatan-ikatan yang memiliki sifat-sifat antara ikatan ion dan kovalen. Hal ini bisa terjadi karena definisi didasari pada delokalisasi elektron. Elektron-elektron dapat secara parsial terdelokalisasi di antara atom-atom. Ikatan sejenis ini biasanya disebut sebagai ikatan polar kovalen. Lihat pula elektronegativitas.

Oleh karena itu, elektron-elektron pada orbital molekul dapat dikatakan menjadi terlokalisasi pada atom-atom tertentu atau terdelokalisasi di antara dua atau lebih atom. Jenis ikatan antara dua tom ditentukan dari seberapa besara rapatan elektron tersebut terlokalisasi ataupun terdelokalisasi pada ikatan antar atom.

Fenomena

sunting

Pembentuan sistem kerja toksik

sunting

Pembentukan ikatan kimia kovalen mengakibatkan terjadinya perubahan kimia dari suatu zat. Selama proses pembentukan ikatan kimia kovalen terjadi interaksi kimia antara suatu zat dan metabolit substrat biologi yang dimilikinya. Interaksi ini menghasilkan sistem kerja toksik.[8]

Warna pada pigmen pewarna bahan pangan

sunting

Ikatan kimia menjadi penyebab pigmen dapat menghasilkan warna. Pigmen melalui proses ikatan kimia yang kemudian berperan sebagai penyeleksi gelombang cahaya yang dapat diserap dan dipantulkan. Warna pigmen pada bahan pewarna dihasilkan melalui penyerapan panjang gelombang tertentu dari cahaya. Dalam pewarna bahan pangan terdapat beragam pigmen, tetapi pigmen yang paling dominan di antara yang lainnya yang akan terlihat dan menimbulkan warna. Sedangkan warna lainnya diserap dan tidak dipantulkan.[9]

Frekuensi regangan

sunting

Ikatan kimia dalam dua jenis atom diperlukan dalam menghasilkan frekuensi regangan. Perhitungan frekuensi regangan dilakukan dengan menggunakan hukum Hooke. Dalam perumusan, ikatan kimia diposisikan sebagai suatu isolator harmonik sederhana. Model perumusan dilakukan dengan ikatan kimia terdiri dari dua massa yang dihubungkan dengan per.[10]

Perubahan sifat kimia dan sifat fisika dari bahan polimer

sunting

Pemutusan ikatan kimia dapat mengubah susunan geometri kedua dari rantai polimer. Proses pengubahan ini disebut dengan istilah konfigurasi. Rantai polimer yang mengalami konfigurasi menimbulkan perubahan struktur kimia pada bahan polimer. Dampaknya adalah terjadi perubahan sifat kimia dan sifat fisika dari bahan polimer tersebut.[11]

Spektrofotometri inframerah

sunting

Semua jenis ikatan kimia mempunyai panjang gelombang radiasi yang berbeda-beda. Perbedaan panjang gelombang radiasi menyebabkan timbulnya ikatan yang dapat meregang ataupun menekuk. Bila nilai antara frekuensi energi radiasi inframerah yang melalui suatu molekul sama dengan nilai frekuensi meregang atau menekuk ikatan, maka akan terjadi penyerapan energi oleh molekul tersebut. Penyerapan energi kemudian dapat direkam oleh detektor dan diubah menjadi pita serapan pada bilangan gelombang tertentu. Bentuk pita menjadi penjelas tentang fungsi suatu senyawa. Identifikasi jenis ikatan di dalam senyawa dilakukan dengan metode spektroskopi inframerah. Pemanfaatan ikatan senyawa dalam proses spektrofotometri inframerah dilakukan pada radiasi elektromagnetik yang berkisar antara 2.500 dan 20.000 nm.[12]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ "chemical bonding | Definition and Examples". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-01-31. 
  2. ^ Prasad, Rajendra (2017). A Hand Book on Engineering Chemistry: A Text Book For Diploma Students. Educration Publishing. hlm. 31. ISBN 9781618135988. 
  3. ^ Laidler, K.J. (1993), The World of Physical Chemistry, Oxford University Press, hlm. 347 
  4. ^ James, H. H. (1933). "The Ground State of the Hydrogen Molecule". Journal of Chemical Physics. American Institute of Physics. 1: 825 – 835. 
  5. ^ Atkins, Peter (1997). Chemistry: Molecules, Matter and Change. New York: W. H. Freeman & Co. hlm. 294– 295. ISBN 0-7167-3107-X. 
  6. ^ Weinhold, F.; Landis, C. (2005), Valency and bonding, Cambridge, hlm. 96–100 
  7. ^ a b Pauling, L. (1960), The Nature of the Chemical Bond, Cornell University Press 
  8. ^ Berniyanti, Titiek (2018). Biomarker Toksisitas: Paparan Logam Tingkat Molekuler (PDF). Surabaya: Airlangga University Press. hlm. 23. ISBN 978-602-473-044-4. 
  9. ^ Basuki, dkk. (2019). Kimia Pangan (PDF). Mataram: Mataram University Press. hlm. 125. ISBN 978-623-7608-17-2. 
  10. ^ Setiabudi, A., Hardian, R., dan Muzakir, A. (2012). Karakterisasi Material: Prinsip dan Aplikasinya dalam Penelitian Kimia. Bandung: UPI Press. hlm. 97. ISBN 979-978-43-5-2. 
  11. ^ Siburian, dkk. (2017). Polimer: Ilmu Material (PDF). Medan: USU Press. hlm. 18. ISBN 979-458-356-1. 
  12. ^ Rollando (2019). Senyawa Antibakteri dari Fungi Endofit (PDF). Malang: CV. Seribu Bintang. hlm. 30. ISBN 978-623-7000-07-5. 

Pranala luar

sunting