Insiden Kannō atau Gangguan Kannō (観応擾乱, Kannō Jōran), adalah perang saudara yang berkembang dari pertentangan antara shōgun Ashikaga Takauji dan saudaranya, Ashikaga Tadayoshi, sehingga memecah belah dan melemahkan Keshogunan Ashikaga awal.[2] Peristiwa-peristiwa ini diberi label Kannō berdasarkan era Jepang atau nengō yang diumumkan oleh Pemerintahan Utara selama tahun 1350 hingga 1351 pada Zaman Nanboku-cho dalam sejarah Jepang.[3] Salah satu dampak utama dari Gangguan adalah kebangkitan kembali upaya perang Pemerintahan Selatan karena masuknya para pemberontak dari Kyoto yang mengikuti Tadayoshi ke ibu kota Selatan Yoshino, dekat Nara.

Ashikaga Tadayoshi, penyebab utama insiden Kannō.[1]

Insiden

sunting

Latar belakang

sunting

Insiden Kannō yang memecah belah rezim Muromachi menghentikan sementara integrasi keshogunan baru. Sebelum insiden tersebut, badan birokrasi rezim awal berada di bawah yurisdiksi terpisah dari saudara Ashikaga, Takauji dan Tadayoshi, sehingga menciptakan pemerintahan yang terbagi dua. Takauji adalah pemimpin para pengikut keluarga, dan dengan demikian mengendalikan Dewan Pengikut (Samurai-dokoro) dan Kantor Penghargaan (Onshō-kata), sementara Tadayoshi adalah pemimpin birokrasi yang mengendalikan administrasi Dewan Penyelidikan atas fungsi peradilan rezim.[4]

Dewan Pengikut digunakan sebagai badan pendisiplinan terhadap pengikut rumah; perampokan dan kejahatan lainnya dituntut.[5] Kantor Penghargaan digunakan untuk mendengarkan tuntutan dan memberikan wilayah kekuasaan kepada pengikut yang berhak menerimanya. Kantor Penghargaan digunakan untuk mendaftarkan prajurit baru yang berpotensi menjadi musuh rezim. Badan peradilan utama, Dewan Koajutor, memutuskan semua kasus sengketa tanah dan pertengkaran yang melibatkan warisan.[6] Semua fungsi peradilan sangat baik digunakan untuk menyelesaikan konflik dan pertikaian secara hukum, dalam kerangka kelembagaan. Birokrat (bugyōnin) untuk rezim baru direkrut dari jajaran mereka yang melayani rezim Hōjō sebelum kejatuhannya.[7] They were valuable because they knew how to read and write, a task beyond the reach of most warriors.

Pada tahun 1350-an, Insiden Kannō dan kejadian-kejadian setelahnya memecah belah dan hampir menghancurkan rezim awal.[8] Di permukaan, insiden ini tampak seperti pertikaian antar faksi antara Ashikaga Tadayoshi, saudara Takauji, melawan saudara Kō, Moronao dan Moroyasu yang didukung oleh Takauji.[9] Konflik tersebut dapat ditunjukkan dengan perbedaan pendapat mengenai sistem perkebunan dan, di balik perbedaan pendapat ini, terdapat perbedaan birokrasi yang dikendalikan oleh Takauji dan Tadayoshi. Secara keseluruhan, Takauji adalah seorang inovator, sementara Tadayoshi berperan sebagai seorang konservatif, yang ingin mempertahankan kebijakan masa lalu. Dalam kapasitasnya sebagai seorang pemimpin militer dari kelompok-kelompok bawahan, Takauji melakukan dua hal yang bertentangan dengan Tadayoshi: ia menunjuk pengikut untuk menduduki jabatan shugo sebagai hadiah atas kepahlawanan di medan perang, dan ia membagi wilayah shōen, memberikan setengahnya kepada pengikutnya di wilayah kekuasaan atau sebagai jabatan pengurus. Tadayoshi dengan keras menentang kebijakan ini melalui penyusunan Formula Kemmu yang menentang penunjukan shugo sebagai penghargaan atas tugas di medan perang. Ia juga menentang segala bentuk pembagian tanah milik secara langsung dalam kapasitasnya sebagai pemimpin Dewan Koajutor.[10] Oleh karena itu ada pemisahan yang jelas antara kebijakan Takauji dan saudaranya Tadayoshi.

Konflik tersebut dapat dikatakan muncul akibat adanya dua kepala negara yang kebijakannya saling bertentangan. Peristiwa yang terjadi setelah insiden tersebut menjadi bukti sejauh mana rezim tersebut mulai kehilangan dukungannya. Perpecahan yang mendalam antara anggota keluarga Ashikaga memperkuat oposisi. Kedua pilar rezim Muromachi, Tadayoshi dan Takauji, memberlakukan penyerahan simbolis kepada Pemerintahan Selatan untuk mendorong agenda mereka sendiri: Tadayoshi dalam keinginannya untuk menghancurkan saudara-saudara Kō, dan Takauji dalam keinginannya untuk mengalahkan Tadayoshi. Ironisnya, meskipun Pemerintahan Selatan adalah musuh, hal itu digunakan sebagai pembenaran oleh anggota rezim untuk saling menyerang.

Peristiwa

sunting
 
Pusat-pusat kekuasaan Kekaisaran selama Insiden Kannō berada dalam jarak yang relatif dekat, tetapi secara geografis berbeda. Pusat-pusat kekuasaan tersebut adalah:
.

Takauji secara nominal adalah shōgun tetapi, karena terbukti tidak mampu menjalankan tugas memerintah negara, selama lebih dari sepuluh tahun Tadayoshi memerintah menggantikannya.[11] Namun hubungan antara kedua saudara itu ditakdirkan untuk hancur oleh sebuah episode yang sangat serius yang disebut Insiden Kannō, sebuah peristiwa yang mengambil namanya dari era Kannō (1350–1351) saat peristiwa itu terjadi dan memiliki konsekuensi serius bagi seluruh negara.Masalah antara keduanya dimulai ketika Takauji menjadikan Kō no Moronao sebagai shitsuji, atau wakilnya. Tadayoshi tidak menyukai Moronao dan kebijakannya, jadi (setidaknya menurut Taiheiki), setelah segala upaya untuk menyingkirkannya gagal, ia mencoba membunuhnya.[12] Tadayoshi pada tahun 1349 dipaksa oleh Moronao untuk meninggalkan pemerintahan. Tadayoshi kemudian mencukur kepalanya dan menjadi seorang biksu Buddha dengan nama Keishin di bawah bimbingan guru zen, penyair, dan rekan lama, Musō Soseki.[13][14] Pada tahun 1350 ia memberontak dan bergabung dengan musuh-musuh saudaranya, para pendukung Pemrintahan Selatan, dan Kaisar Go-Murakami mengangkatnya sebagai jenderal untuk semua pasukannya. Pada tahun 1351 ia mengalahkan Takauji, menduduki Kyoto, dan memasuki Kamakura. Pada tahun yang sama ia menangkap dan mengeksekusi saudara-saudara Kō, Moronao dan Moroyasu, di Mikage (Provinsi Settsu).[12][15] Tahun berikutnya peruntungannya berubah dan ia dikalahkan oleh Takauji di Sattayama.[12] Meskipun singkat, namun hubungan antara Takauji dan Tadayoshi kemudian membaik setelah bertemu kembali. Selama peperangan, Tadayoshi menghindar ke Kamakura, tetapi Takauji mengejarnya ke sana dengan pasukan. Pada bulan Maret 1352, tak lama setelah hubungan mereka membaik, Tadayoshi meninggal mendadak, menurut Taiheiki karena diracun.

Akibat

sunting

Salah satu dampak utama dari Kerusuhan adalah kebangkitan kembali upaya perang Pemerintahan Selatan. Serangan barunya sebagian besar dimungkinkan oleh para pengkhianat dari rezim Muromachi. Serangan imperialis tahun 1352 yang ditujukan terhadap Takauji di Kamakura dimungkinkan oleh banyaknya mantan pengikut Tadayoshi yang menjadi pendukung pemimpin imperialis Nitta Yoshimune. Serangan imperialis terhadap Kyoto pada tahun 1353 dimungkinkan oleh pembelotan penguasa klan Yamana, Yamana Tokiuji. Putra angkat Tadayoshi, Ashikaga Tadafuyu, adalah contoh pembelotan yang menonjol: ia menjadi pemimpin pasukan barat dari Pemerintahan Selatan selama serangan imperialis terhadap Kyoto pada tahun 1353 dan 1354.

Di sisi lain, berakhirnya insiden ini menghilangkan pembagian kekuasaan antara dua bersaudara Ashikaga, menyerahkan semuanya ke tangan Takauji, memperkuat posisinya dan akhirnya memperkuat posisi awal Keshogunan Muromachi secara keseluruhan.

Referensi

sunting
  1. ^ Weapons & Fighting Techniques Of The Samurai Warrior 1200-1877 AD accessed on June 24, 2009
  2. ^ Nussbaum, Louis-Frédéric et al. (2005). Japan encyclopedia, p. 474.
  3. ^ Titsingh, Isaac. (1834). Annales des empereurs du japon, p. 298-302; n.b., the Kannō era (1350-1351) comes after Jōwa and before Bunna.
  4. ^ Sato 1977:48; Grossberg 1981:21-24
  5. ^ Grossberg 1981:88,107
  6. ^ Grossberg 1981:88
  7. ^ Grossberg 1981:90
  8. ^ Sansom 1961:78-95
  9. ^ Wintersteen 1974:215; Arnesen 1979:53-54
  10. ^ Grossberg 1981:23-4
  11. ^ "Ashikaga-Tadayoshi" Encyclopædia Britannica Online, accessed on August 11, 2009
  12. ^ a b c Papinot (1972:29)
  13. ^ Yasuda (1990:22)
  14. ^ Ackroyd, Joyce. (1982) Lessons from History: The Tokushi Yoron, p.329.
  15. ^ Sansom, George (1961). A History of Japan, 1334-1615. Stanford University Press. hlm. 83. ISBN 0804705259. 

Bibliografi

sunting