Unggah sulut

gaul internet untuk seseorang yang sengaja menghasut online
(Dialihkan dari Internet troll)

Unggah sulut atau troll mengacu pada orang yang mengirim pesan (atau juga pesan itu sendiri) di Internet dengan tujuan untuk membangkitkan tanggapan emosional atau kemarahan dari pengguna lainnya. Istilah ini diturunkan dari frasa "unggah sulut untuk pemula" dan trolling for fish, yang pertama kali muncul di Usenet. Istilah ini juga sering disalahgunakan untuk memojokkan lawan diskusi dalam debat-debat panas dan sering juga disalahterapkan untuk mereka yang tidak peduli terhadap etika.

Nasihat untuk mengabaikan troll kadang-kadang diutarakan sebagai "Tolong jangan beri umpan troll."

Pengunggahsulutan sering dideskripsikan sebagai versi online dari eksperimen pelanggaran, dimana batas-batas sosial dan aturan etiket diabaikan. Mereka yang mengaku sebagai unggah sulut sering memposisikan diri sebagai Devil's Advocate, gadflies atau culture jammers, untuk menantang pendapat umum atau asumsi umum dari forum yang mereka ikuti, dengan tujuan untuk mengalihkan atau mengenalkan cara berpikir yang baru.

Unggah sulut sering digambarkan sebagai orang yang berada di lingkungan yang salah. Namun hal ini sering diakibatkan karena kesalahan atribusi mendasar, karena sering kali tidak mungkin untuk mengetahui identitas sebenarnya dari individual yang mengikuti debat online. Mengingat umumnya troll yang serius sebenarnya 'mengetahui' batas-batas sosial, maka sulit untuk memposisikan mereka sebagai orang yang berada di lingkungan yang salah, karena sebenarnya mereka sangat fasih terhadap tujuan-tujuannya.

Riset dan studi: trolling sebagai pengalihan identitas sunting

Sejarah Awal sunting

Sebelum adanya pengarsipan Usenet oleh DejaNews, catatan tentang trolling tidak begitu jelas, karena sedikitnya bukti yang dapat dipelajari. Baru setelah ini, semua arsip diskusi di Usenet dapat dipelajari oleh para peneliti. Kasus yang paling awal, kemungkinan adalah debat AlexAndJoan (1982-1983) di forum CompuServe. Van Gelder, wartawan dari majalah Ms. mendokumentasikan kejadian tersebut dalam artikelnya pada tahun 1996. Alex (yang dalam kehidupan nyatanya adalah seorang psikiater yahudi berusia 50-an yang pemalu dari New York) berpura-pura sebagai wanita yang sangat bombastik, anti-agama, menggunakan kursi roda dan bisu yang bernama Joan "dalam rangka untuk berhubungan yang lebih baik kepada pasien wanitanya". Hal ini berlangsung selama dua tahun, dan "Joan" menjadi sebuah karakter yang sangat detail dengan berbagai hubungan emosional dengan user lainnya. Kemudian menjadi berantakan saat "Joan" menghubungkan salah satu kawan onlinenya untuk terlibat affair dengan Alex.

"Even those who barely knew Joan felt implicated—and somehow betrayed—by Alex's deception. Many of us on-line like to believe that we're a utopian community of the future, and Alex's experiment proved to us all that technology is no shield against deceit. We lost our innocence, if not our faith." (Van Gelder, 1996, p.534)

Trolling pada 1990-an sunting

Referensi awal tentang trolling di Google Usenet archive adalah oleh Mark Miller kepada user lain yang bernama Tad, (1990, February 8) [1]:

"You are so far beyond being able to understand anything anyone here says that this is just converging on uselessness. The really sad part is that you really believe that you're winning. You are a shocking waste of natural resources - kindly re-integrate yourself into the food-chain...you mindless flatulent troll."

Pada awal 1990-an, frasa "trolling for newbies" menjadi populer di grup Usenet alt.folklore.urban, dimana penggunaannya sedikit berbeda dengan penggunaan istilah tersebut saat ini; saat itu, istilah ini digunakan sebagai 'inside-joke', biasanya berisi pertanyaan-pertanyaan atau subjek yang sudah sangat usang sehingga cuma user baru yang menanggapinya secara jujur. Ada lagi yang mengembangkan istilah tersebut untuk mengacu kepada praktik memainkan peran sebagai orang yang sangat kurang informasi atau salah arah, bahkan dalam newsgroup dimana orang tersebut bukan merupakan pengikut aktif, namun sering ditekankan bahwa hal ini hanya mengacu pada usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu, bukan hanya provokasi sederhana biasa. Dalam konteks ini, istilah troll biasanya mengacu pada aksinya, bukan pelakunya.

Dalam literatur yang lebih serius, praktik trolling pertama kali didokumentasikan oleh Judith Donath (1999), yang menggunakan beberapa contoh anekdot dari berbagai newsgroup Usenet dalam diskusinya. Paper Donath memaparkan keambiguan identitas dalam "virtual community" [2] Diarsipkan 2005-03-10 di Wayback Machine.:

"In the physical world there is an inherent unity to the self, for the body provides a compelling and convenient definition of identity. The norm is: one body, one identity. ... The virtual world is different. It is composed of information rather than matter."

Donath memberikan ringkasan tentang pengalihan identitas:

"Trolling is a game about identity deception, albeit one that is played without the consent of most of the players. The troll attempts to pass as a legitimate participant, sharing the group's common interests and concerns; the newsgroups members, if they are cognizant of trolls and other identity deceptions, attempt to both distinguish real from trolling postings and, upon judging a poster a troll, make the offending poster leave the group. Their success at the former depends on how well they—and the troll—understand identity cues; their success at the latter depends on whether the troll's enjoyment is sufficiently diminished or outweighed by the costs imposed by the group.
"Trolls can be costly in several ways. A troll can disrupt the discussion on a newsgroup, disseminate bad advice, and damage the feeling of trust in the newsgroup community. Furthermore, in a group that has become sensitized to trolling—where the rate of deception is high—many honestly naïve questions may be quickly rejected as trollings. This can be quite off-putting to the new user who upon venturing a first posting is immediately bombarded with angry accusations. Even if the accusation is unfounded, being branded a troll is quite damaging to one's online reputation." (Donath, 1999, p. 45)[3] Diarsipkan 2005-03-10 di Wayback Machine.

Penggunaan sunting

Menyebut seseorang sebagai troll berarti membuat asumsi tentang motif penulis yang sesungguhnya tidak mungkin ditentukan, sementara menyebutkan sebuah posting sebagai troll berarti menggambarkan penerimaan terhadap suatu posting tanpa membuat asumsi tentang motifnya. Ringkasnya, baik si penulis maupun hasil tulisannya, sering disebut sebagai troll jika isinya membangkitkan kemarahan orang lain.

Istilah troll adalah sangat subyektif, beberapa posting akan terlihat sebagai trolling oleh sebagian orang, sementara oleh orang lainnya dianggap sebagai kontribusi yang berarti. Contohnya, troll dapat memainkan Devil's advocate dengan cara menyatakan opini konservatif di forum yang liberal. Tingkah laku yang dapat dianggap sebagai luapan emosional dalam satu lingkungan juga sering disebut sebagai troll.

Troll juga sering digunakan untuk mendiskreditkan posisi yang berseberangan dalam suatu argumen. Hal ini dapat menghasilkan argumentasi ad hominem; seorang troll yang memeng berniat mungkin dapat mempertahankan posisi kontroversial hanya karena ia telah berhasil menantang opini yang dianggap umum.

Resolusi dan alternatif sunting

Secara umum, sebaiknya menyarankan user untuk menghindari memberi makan troll, atau menghindari godaan untuk merespon. Menanggapi sebuah troll akhirnya membawa diskusi keluar topik, dan memberikan troll dengan perhatian terhadap tujuan utamanya. Ketika pemburu troll berhadapan dengan para troll, biasanya yang mengabaikan menjawabnya dengan "YHBT. YHL. HAND.", atau "You have been trolled. You have lost. Have a nice day." Namun, mengingat para pemburu troll (seperti troll juga) adalah sering merupakan tukang cari konflik, yang rugi sesungguhnya bukanlah para pemburu troll, melainkan pengguna forum lainnya yang menginginkan tidak ada konflik sama sekali.


Literatur mengenai resolusi konflik menyarankan bahwa memberi label troll kepada peserta dalam diskusi Internet justru dapat memperpanjang kelakuan yang tidak diinginkan. Seseorang yang ditolak oleh kelompok sosial, baik secara online maupun "IRL", sering kemudian mengambil peran antagonistik terhadapnya, dan tetap mencari cara lain untuk mengganggu atau membangkitkan kemarahan anggota grup itu. Label "troll", yang sering dianggap sebagai simbol penolakan sosial, dengan demikian dapat memperpanjang aksi trolling.

Hasil yang lebih baik umumnya diraih jika pengguna mengambil peran moderator dan menunjukkan kelakuan yang lebih konstruktif dengan cara tidak menghakimi dan tidak konfrontasional. Troll menjadi bersemangat kepada pemburu troll, dan menjadi frustasi dengan adanya ignorers, dan kedua emosi ini tidak menghasilkan hasil yang bermanfaat kepada forum. Terlibat dalam troll menghasilkan "flame wars". Troll yang frustasi oleh "strategi abai" dapat kemudian meninggalkan forum, atau dapat menjadi lebih 'membakar' hingga mereka mendapat respon.

Pranala luar sunting