Inuyu[1] adalah salah satu makanan khas masyarakat Suku Bare'e di Kabupaten Poso dan Kabupaten Tojo Una-Una yang terbuat dari beras ketan yang diolah dengan santan dan goraka sebagai penambah cita rasa di beberapa sajian juga ditambahkan tumisan bawang, kemudian dimasukkan ke dalam bambu yang telah dilapisi daun pisang dan dibakar sekitar 3-4 jam .

Sajian inuyu, campuran beras dan goraka (jahe) setelah dibakar dengan bambu di wilayah suku bare'e

Di daerah lain di Wilayah Kabupaten Poso, inuyu disebut juga nasi cani atau juga popular dengan sebutan nasi bambu[2].

Di Wilayah Tojo, makanan khas Inuyu[1] ini sering disajikan di saat tertentu yang dikenal dengan sebutan Pesta Panen atau dalam Bahasa Bare'e dikenal dengan nama Padungku (Mopadungku) atau kultur gotong royong dan persaudaraan budaya Suku Bare'e sebagai tradisi syukuran hasil panen, yang tetap lestari dan eksis hingga saat ini.

Upacara adat Padungku di jaman Penjajahan Belanda sangat dilarang dirayakan oleh Umat Kristen saat itu, karena Upacara adat Padungku identik dengan Perayaan Pengucapan Rasa Syukur dan Pemujian kepada Tuhan Lamoa Suku Bare'e yaitu PueMpalaburu, hal itu di catatkan dalam buku Van Heiden Tot Christen, hal tersebut berbeda dengan Tari Moraego yang diperbolehkan oleh Umat Kristen Belanda, dan sudah pasti Tari Moraego dilakukan juga oleh Suku Bare'e yang semuanya sudah beragama Islam sejak tahun 1770, dan yang sekarang ini PueMpalaburu (Tuhan Pemilik Langit dan Bumi) setelah Suku Bare'e beragama Islam dikenal dengan nama Allah.

Upacara adat Padungku adalah sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah Maha Pencipta, karena segalanya bersumber dari Allah maka hasil panen yang pertama harus dipersembahkan kepadaNya.

Referensi

sunting
  1. ^ a b Adriani, N. (1912). De Bare'e-sprekende Toradja's van Midden-Celebes (dalam bahasa Nederlands). Landsdrukkerij. 
  2. ^ SemiColonWeb. "Membakar Inuyu (Nasi Bambu) Terbanyak". Muri (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-10-01.