Keraton Surosowan

bangunan kuil di Indonesia
(Dialihkan dari Istana Surosowan)

Keraton Surasowan adalah sebuah keraton di Banten. Keraton ini pertama dibangun sekitar tahun 1526 pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin, yang kemudian dikenal sebagai pendiri dari Kesultanan Banten.[1][2]

Salah satu sudut Keraton Surosowan pada tahun 2020

Selanjutnya pada masa penguasa Banten berikutnya bangunan keraton ini ditingkatkan bahkan konon juga melibatkan ahli bangunan asal Belanda, yaitu Hendrik Lucasz Cardeel, seorang arsitek berkebangsaan Belanda yang memeluk Islam yang bergelar Pangeran Wiraguna.[3] Dinding pembatas setinggi 2 meter mengitari area keraton sekitar kurang lebih 3 hektare. Surasowan mirip sebuah benteng Belanda yang kokoh dengan bastion (sudut benteng yang berbentuk intan) di empat sudut bangunannya. Sehingga pada masa jayanya Banten juga disebut dengan Kota Intan.

Saat ini bangunan di dalam dinding keraton tak ada lagi yang utuh. Hanya menyisakan runtuhan dinding dan pondasi kamar-kamar berdenah persegi empat yang jumlahnya puluhan.

Spesifikasi

sunting

Keraton Surasowan memiliki tiga pintu gerbang. Masing-masing terletak di sisi utara, timur, dan selatan. Pintu gerbang dibuat melengkung sebagai pencegahan bila terjadi penembakan langsung saat pintu dibuka.[4] Namun, pintu selatan telah ditutup dengan tembok, tidak diketahui apa sebabnya. Pada bagian tengah keraton terdapat sebuah bangunan kolam berisi air berwarna hijau, yang dipenuhi oleh ganggang dan lumut. Di keraton ini juga banyak ruang di dalam keraton yang berhubungan dengan air atau mandi-mandi (petirtaan). Salah satu yang terkenal adalah bekas kolam taman, bernama Bale Kambang Rara Denok. Ada pula pancuran untuk pemandian yang biasa disebut “pancuran mas”.

Di dalam Keraton Surosowan terdapat sebuah kolam bernama Kolam Rara Denok. Kolam ini berukuran 30 meter panjangnya dan 13 meter lebarnya. Kedalaman kolam adalah 4,5 meter. Kolam Rara Denok memiliki sumber mata air yang berasal dari Danau Tasikardi. Jarak danau ini dari Keraton Surosowan sekitar dua kilometer.[5]

Kepustakaan

sunting
  • Juliadi. 2007. Masjid Agung Banten: Nafas Sejarah dan Budaya. Yogyakarta: Ombak.
  • Michrob, Halwany. 1993. Sejarah Perkembangan Arsitektur Kota Islam Banten: Suatu Kajian Arsitektural Kota Lama Banten Menjelang Abad XVI sampai Dengan Abad XX. Jakarta: Yayasan Baluwarti.

Pranala luar

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Titik Pudjiastuti, (2000), Sadjarah Banten: suntingan teks dan terjemahan disertai tinjauan aksara dan amanat.
  2. ^ Mapata, Dg (2017-10-26). Buku Penunjang Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Pengembangan Silabus Kurikulum 2013 Versi 2016 Peserta Didik Kelas Vii Satuan Pendidikan SMP/MTS, dan Atau Sederajat. Deepublish. ISBN 978-602-453-610-7. 
  3. ^ Situs mengenai seseorang yang bernama pangeran wiraguna adapun terdapat di Wilayah jakarta selatan, yang dengan situs itu pula akan menjadi nama suatu wilayah bernama Ragunan yang di percaya oleh masyarakat setempat sebagai awal dari cikal bakal nama daerah ragunan.
  4. ^ Sulaiman, F., dan Ridwan, A. (Agustus 2019). Saputra, Desma Yuliadi, ed. Studi Kebantenan dalam Perspektif Budaya dan Teknologi (PDF). Serang: Untirta Press. hlm. 74. 
  5. ^ Argadia, Yosep Riva (November 2019). Permanawiyat, Widhi, ed. Profil Budaya dan Bahasa Kota Serang Provinsi Banten (PDF). Jakarta: Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan. hlm. 8. ISBN 978-602-8449-19-9.