Jago Betawi
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada Oktober 2022. |
Jago Betawi merupakan panggilan bagi guru maen pukulan dalam suku Betawi yang muncul pada akhir abad ke-19 hingga akhir penjajahan Belanda. Jago Betawi dilarang melakukan tindak kejahatan seperti berjudi, merampok, memperkosa, dan minum-minuman keras. Ja'man dari Kampung Sao Besar atau Sawah Besar, Sabeni dari Kampung Tenabang atau Tanah Abang dan Mirah dari Kampung Marunda adalah jagoan-jagoan termahsyur yang pernah ada. Jago terkenal dengan kemampuan berkelahi untuk menjaga warga. Kepemimpinan Jago ini berada di luar jalur kepemimpinan Islam, jadi ada dalam garis tradisional.[1]
Atribut
suntingPakaian dan khusus yang dipakai menjadi identitas seseorang dijuluki jago. Pada zaman dahulu para jagoan Betawi biasa memakai celana panjang berwarna kuning atau krem, jas tutup berwarna putih, bersarung ujung serang, peci hitam atau destar, kaki berterompah, dan golok disisipkan di pinggang tertutup jas.[2] Kini mereka bisa memakai celana pangsi dengan warna beragam, baju gunting cina yang warnanya sepadan dengan warna celana. Selain itu, sarung yang diselempangkan di pundak berfungsi untuk salat hingga menghalau serangan musuh, sabuk kulit dengan golok yang disisipkan di luarnya, peci hitam, dan terompah berbahan dasar kulit.
Silsilah
suntingPenelusuran silsilah para Jagoan Betawi baru bisa dilakukan pada akhir abad ke-19 walaupun Aki Tirem pada abad ke-2 Masehi telah mempelopori penelusuran tersebut. Kampung Meester (Jatinegara) adalah tempat lahirnya guru-guru Betawi, sedangkan Kampung Kemayoran adalah tempat di mana jagoan-jagoan Betawi berasal seperti Murtado, ahli pencak silat, yang diteruskan oleh Haji Ung. Kampung Kwitang melahirkan jagoan bernama Bang Puasa pada awal abad ke-19. Pitung, seorang jagoan ternama, berasal dari Rawabelong. Penerus jagoan di Kampung Sao Besar adalah Ja'man, di Condet adalah Haji Entong Gendut. Generasi berikutnya diteruskan oleh dua jagoan dari Tenabang, Jani dan Sabeni.
Penerus dari Kampung Petamburan adalah Mujitaba, Kampung Rawa belong adalah Mat Item. Tahun 1940-an adalah tahun munculnya H. Jaelani.
- ^ Yayasan Untuk Indonesia.; Jakarta Raya (Indonesia). Dinas Kebudayaan dan Permuseuman. (2005). Ensiklopedi Jakarta : culture & heritage = budaya & warisan sejarah. [Jakarta]: Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Dinas Kebudayaan dan Permuseuman. ISBN 9798682491. OCLC 70850252.
- ^ Yayasan Untuk Indonesia.; Jakarta Raya (Indonesia). Dinas Kebudayaan dan Permuseuman. (2005). Ensiklopedi Jakarta : culture & heritage = budaya & warisan sejarah. [Jakarta]: Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Dinas Kebudayaan dan Permuseuman. ISBN 9798682491. OCLC 70850252.