Jalur dogong Lemahabang–Jonggol

jalur kereta api di Indonesia

Jalur dogong Lemahabang–Jonggol adalah jalur rel industri yang dimiliki dan dioperasikan oleh Maatschappij tot Exploitatie van Rijstlanden op Java "Michiels–Arnold", N.V., sebuah perusahaan Hindia Belanda yang bergerak di bidang pertanian dan pangan, khususnya beras. Jalur ini termasuk jalur rel swasta dan bukan milik Staatsspoorwegen, ataupun perusahaan kereta api lainnya di Hindia Belanda meski tampak seperti jalur kereta api, dengan rel.

Jalur dogong Lemahabang–Jonggol
Ikhtisar
JenisSepur simpang industri
Operasi
PemilikMaatschappij tot Exploitatie van Rijstlanden op Java "Michiels–Arnold", N.V.
Data teknis
Panjang lintas30 km (19 mi)

Sejarah

sunting

Jalur dogong

sunting

Maatschappij tot Exploitatie van Rijstlanden op Java "Michiels–Arnold", N.V. adalah perusahaan swasta Hindia Belanda yang bergerak di bidang pertanian dan pangan, didirikan pada tanggal 10 Juli 1887, berdasarkan akta Notaris Egbertus Petrus Pauwels di Den Haag, Belanda. Perusahaan ini mengoperasikan lahan sawah, ladang, dan perkebunan seluas 115.073 ha (284.350 ekar) di kawasan Cileungsi, Cibarusah, Klapanunggal, Cipamingkis, Cimapak, dan Denambo (Nambo).[1]

Ketika rekayasawan teknik mesin A. E. R. Arnold, cucu pendiri J. W. Arnold, menjabat sebagai direktur di Michiels–Arnold, ia membuat laporan tentang rencana pembangunan jalur rel sempit dengan rute Lemahabang–Jonggol pada tahun 1906. Berbekal pengalamannya menjadi ahli perkeretaapian, ia menyampaikan gagasan ini pada tahun 1907 dan diundang secara tertutup pada rapat Dewan Direksi tanggal 7 Juli 1909. Ketika rencana ini disosialisasikan, para petani dan pekerja bagian distribusi menjadi bingung, apakah tetap menggunakan transportasi jalan atau membangun transportasi rel. Upah pengangkutan Jonggol–Lemahabang menjadi 60 sen per karung dan jumlah karung yang diangkut terus meningkat. Tiap tahunnya, biaya perkerasan jalan dan gaji pekerja jalan raya berjumlah ƒ6.000 per tahun. Pada akhirnya, Dewan Direksi sepakat membangun jalur sempit, tetapi pada tanggal 4 Juli 1911, hal itu tiba-tiba dibatalkan dan diputuskan bahwa lebih baik mengeluarkan biaya ƒ80.000 per tahun untuk perkerasan jalan dengan biaya per pal sebesar ƒ200.[2]

Di bawah kepemimpinan Tuan Hetterna sebagai direktur, rencana pembangunan sepur sempit yang tertunda sejak 1911 tersebut, dilaksanakan. Jalur sempit yang dimiliki perusahaan ini dibangun pada tahun 1924 hingga 1925 dan membutuhkan biaya ƒ234.000. Armadanya terdiri dari 80 unit lori dogong dan satu unit lori bermotor.[3]

Pasca-kemerdekaan

sunting

Jalur ini sempat tidak beroperasi saat masa pendudukan Jepang di Hindia Belanda. Setelah lama tidak difungsikan, jalur ini kemudian diaktifkan oleh Tentara Keamanan Rakjat (TKR) pada tahun 1946. Di bawah Komandan Resimen V Letkol Moeffreni Moe’min, para prajurit mengaktifkan jalur dogong ini untuk memfasilitasi transportasi prajurit dari Cikampek ke Cibarusah dan Cileungsi. Kali ini, kereta api yang berjalan bukan lagi lori dogong, melainkan kereta ringan yang ditarik lokomotif.[4] Setelah masa perang berakhir, jalur ini akhirnya ditutup kembali.

Referensi

sunting

Daftar pustaka

sunting