Rel gerigi
Rel gerigi atau jalur rel gigi (bahasa Inggris: rack railway) ialah sistem rel pegunungan yang elevasi kemiringannya hingga sekitar 6%, bukan seperti rel biasa yang elevasi kemiringan maksimumnya hanya 1%. Rel ini dirancang dengan rel bergigi khusus yang dinaiki di atas bantalan rel antara rel yang terbentang. Kereta api dicocokkan dengan 1 roda gigi atau lebih yang bertautan dengan rel para-para ini. Ini memungkinkan lokomotif mengangkat kereta api melalui lereng yang curam.
Sistem
suntingBerbagai macam sistem jalur rel gigi telah dikembangkan:
- Sistem Riggenbach menggunakan rak tangga, membentuk plat baja yang dihubungkan ruji bulat pada jarak yang beraturan. Sistem Riggenbach merupakan sistem pertama yang ditemukan, dan menderita masalah di mana rak tertentunya lebih rumit dan mahal untuk dibangun daripada sistem lain. Terkadang sistem ini dikenal sebagai sistem Marsh, karena penemuan serempak oleh penemu Amerika, Syvester Marsh, pembangun jalur rel Mount Washington.
- Sistem Abt ditemukan oleh Roman Abt, insinyur lokomotif Swiss yang mengerjakan jalur yang diperlengkapi dengan sistem Riggenbach, sebagai sistem rak yang diperbaiki. Rak Abt menonjolkan plat baja yang naik secara vertikal dan sejajar dengan rel, dengan gigi rak yang dimesinkan ke profil tepat padanya. Ini memakai gigi ujung sayap lokomotif yang lebih lancar daripada sistem Riggenbach. 2 atau 3 set paralel plat rak Abt digunakan, dengan sejumlah ujung sayap yang menggerakkan pada lokomotif yang berhubungan, untuk memastikan bahwa 1 gigi ujung sayap selalu digunakan dengan aman.
- Sistem Strub mirip dengan Abt namun hanya menggunakan 1 baris plat rak yang lebih lebar. Merupakan sistem rak termudah untuk dibiayai dan telah banyak terkenal.
- Sistem Locher menggunakan gerigi (gear teeth) yang dipotong di sisinya daripada di atas rel, digunakan oleh 2 roda gigi di lokomotif. Sistem ini memungkinkan penggunaan pada tanjakan daripada sistem lain, yang giginya bisa melompat dari rak. Digunakan di jalur rel Gunung Pilatus.
- Sistem menurun (sebenarnya bukan sistem rak/para-para) menggunakan rel tengah yang timbul yang dipegang dengan mekanisme pada mesin.
Sebagian besar jalur rel gigi menggunakan sistem Abt.
Beberapa sistem rel, dikenal sebagai 'rak dan adhesi', hanya menggunakan jalan bergigi di titik tertinggi dan di tempat lain berlaku seperti jalur rel biasa. Lainnya hanya rak. Di tipe terakhir, umumnya roda lokomotif free-wheeling dan meski rupanya tak menyumbang pengendaraan kereta.
Lokomotif gigi
suntingAwalnya, hampir seluruh jalur rel gigi mendapat tenaga dari lokomotif uap. Lokomotif uap perlu dimodifikasi secara luas di lingkungan itu. Tak seperti lokomotif diesel atau lokomotif listrik, lokomotif uap hanya bekerja saat pembangkit tenaga listriknya (ketel, dalam hal ini) agak rata. Ketel lokomotif membutuhkan air untuk terus menutupi tabung ketel dan helai tungku, khususnya lembar mahkota, atasan tungku dari logam. Jika tak ditutupi dengan air, panas api akan melelehkannya hingga meledak di bawah tekanan ketel, menimbulkan kerusakan besar.
Pada sistem rak dengan kemiringan yang ekstrem, ketel, tempat masinis dan superstruktur umum lokomotif dimiringkan relatif ke depan ke roda, agar kurang lebih horizontal saat di jalur rel menanjak. Sering lokomotif itu tak berfungsi di jalur datar, dan begitu jalur keseluruhan, termasuk bengkel pemeliharaan, harus dibentangkan miring. Inilah salah satu alasan mengapa jalur rel para-para di antara satu yang mesti dilistrikkan.
Pada jalur rel yang hanya rak (para-para) lokomotif selalu mendorong gerbong untuk alasan keamanan sejak lokomotif dicocokkan dengan rem yang amat kuat, sering termasuk kaitan atau kelem yang menarik rel rak dengan keras. Beberapa lokomotif dicocokkan dengan rem otomatis yang diterapkan jika kecepatannya terlalu tinggi dan tak bisa dikendalikan lagi. Sering tiada coupler antara lokomotif dan kereta sejak gaya berat akan selalu menekan gerbong terhadap lokomotif. Eletrikal yang mendapat kekuatan dari kendaraan sering memiliki rem rel elektromagnetik juga.
Indonesia memiliki lokomotif bergerigi diantaranya;
Dewasa ini jalur rel gigi yang masih tersisa di Indonesia adalah jalur kereta di Sumatera Barat seperti yang melewati daerah kawasan wisata Lembah Anai dan di Jalur kereta api Secang-Kedungjati, yang kini sudah tak dipakai lagi. Di Ambarawa ada museum KA (yang juga berfungsi sebagai stasiun) yang menyimpan Lokomotif B25 yang memiliki roda gerigi, serta di Museum Kereta Api Sawahlunto menyimpan Lokomotif E10 60 yang juga memiliki roda bergerigi namun tidak cocok untuk rel gerigi di Jalur kereta api Secang-Kedungjati.
Dalam fiksi
suntingCuldee Fell Mountain Railway ialah jalur rel gigi fiktif di Kepulauan Sodor di The Railway Series oleh Rev. W. Awdry. Operasinya, lokomotif dan sejarahnya paling tidak di bagian yang berdasarkan pada Snowdon Mountain Railway.