Mariam-uz-Zamani

bahas indonesia
(Dialihkan dari Jodha)

Mariam-uz-Zamani, juga dikenal sebagai Jodha Bai, Heer Kunwari, Hira Kunwari atau Harka Bai, (1 Oktober 1542 – 19 Mei 1623) adalah permaisuri utama sekaligus istri kesayangan dari Kaisar Mughal Akbar.[4][4][5][6][7][8] Ia adalah istri kepala Rajput pertamanya,[1][5][6][7][9][10][11] dan ibu dari Kaisar Mughal berikutnya, Jahangir,[1][5][9][10][11][12][13][14][15] dan nenek dari Kaisar Mughal selanjutnya Shah Jahan.[16][17]

Mariam-uz-Zamani
Wali Nimat Begum
Mariam-uz-Zamani
Malika-e-Muezzama
Malika-e-Hindustan
Shahi Begum
Permaisuri Kekaisaran Mughal
Ibu Suri Kekaisaran Mughal
Rajkumari dari Amer
Penggambaran artistik Mariam-uz-Zamani
Permaisuri Kekaisaran Mughal
Berkuasa6 Februari 1562 – 27 Oktober 1605
bersama Ruqaiya dan Salima
KelahiranRajkumari Hira Kunwari
1 Oktober 1542
Amer, India
Kematian19 Mei 1623 (usia 81)[1][2]
Agra, India[3]
Pemakaman
PasanganAkbar
(m. 1562)
KeturunanHassan Mirza
Hussein Mirza
Jahangir
Daniyal Mirza (adopsi)
Nama lengkap
Wali Nimat Mariam-uz-Zamani Begum Sahiba
WangsaKachwaha (kelahiran)
Timurid (pernikahan)
AyahBharmal, Raja Amer
IbuRani Champavati Solanki
AgamaHinduisme

Mariam-Uz-Zamani disebut sebagai Ibu Ratu Hindustan,[18] pada masa pemerintahan Kaisar Akbar, dan tetap menyandang gelar tersebut pada masa pemerintahan Jahangir.[19] Ia adalah Permaisuri Hindu Mughal yang menjabat paling lama. Masa jabatannya, dari 6 Februari 1562 sampai 27 Oktober 1605, memiliki rentang waktu 43 tahun.

Dia adalah wanita yang sangat cantik dan dikatakan memiliki kecantikan yang luar biasa.[20] Dia dikenal luas karena keanggunan dan kecerdasannya.

Dia adalah istri berpangkat senior Akbar yang memimpin pangkat tinggi di harem kekaisaran.[21] Dia dinyatakan sebagai permaisuri kesayangan dan berpengaruh Akbar, memiliki pengaruh besar dalam urusan istana[4][22] Digambarkan sebagai seorang wanita yang intelektual, ramah, baik hati dan liberal, ia sering diajak berkonsultasi oleh Akbar mengenai hal-hal penting.[23][24]

Mariam Uz Zamani dianugerahi gelar, 'Wali Nimat Begum' ('Anugerah dari Allah') oleh Akbar, pada tahun 1564, setelah dua tahun menikah. Dia diberi kehormatan tinggi dengan gelar 'Mariam-uz-Zamani' (Ibu Sepanjang Zaman') oleh Akbar pada kelahiran putra mereka, Jahangir. Dia juga menyandang dua gelar gemilang lainnya yaitu 'Mallika-e-Muezamma' ('Permaisuri Yang Sangat Berharga') dan juga dianugerahi gelar 'Mallika-e-Hindustan' (Ratu Hindustan) oleh Akbar, dan dia tetap menyandang semua gelar tersebut pada masa pemerintahan Jahangir. Dia biasa disebut sebagai 'Shahi Begum' ('Permaisuri Kaisar') selama masa pemerintahannya. Dan secara resmi menggunakan nama Wali Nimat Mariam-uz-Zamani Begum Sahiba. [25][26][27]

Pernikahan dengan Akbar

sunting

Mariam Uz Zamani dan Akbar menikah pada tanggal 6 Februari 1562 di kamp militer kekaisaran di Sambhar, Rajasthan, dekat Amer, dan menjadi salah satu permaisuri utama Akbar. Pernikahan mereka dilangsungkan saat Akbar dalam perjalanan pulang dari Ajmer usai berziarah di makam Moinuddin Chishti. Raja Bharmal telah menyampaikan kepada Akbar bahwa dia dilecehkan oleh saudara iparnya, Sharif-ud-din Mirza (hakim Mughal di Mewat). Akbar bersikeras bahwa Raja harus tunduk padanya secara pribadi; juga disarankan agar putrinya dinikahkan dengannya sebagai tanda penyerahan penuh.[23] Menurut Abu'l Fazl, Akbar menerima lamaran pernikahan putri Raja Bharmal karena penglihatan ilahi yang dia dapatkan di Ajmer Sharif. Pernikahan putri Amber memberikan dukungan kuat dari keluarganya sepanjang masa pemerintahan.[28] Dia menjadi istri yang pertama melahirkan putra-putra Akbar.

Pernikahan mereka dianggap sebagai salah satu peristiwa terpenting dalam sejarah Kerajaan Mughal. Pernikahan ini melambangkan dimulainya era baru dalam politik India; pernikahan ini memberi negara barisan penguasa yang luar biasa; hal ini menjamin empat generasi Kaisar Mughal jasa beberapa kapten dan diplomat terhebat yang dihasilkan India pada abad pertengahan.[29] Pernikahan ini juga menyegel aliansi Rajput-Mughal yang perkasa yang menjadi tulang punggung kekuatan militer Akbar dan fondasi Kerajaan Mughal.

Keluarga Mariam-uz-Zamani menjadi salah satu bangsawan berpangkat tertinggi di istana Akbar.[30] Para Raja Amber khususnya mendapat manfaat dari hubungan dekat mereka dengan Mughal dan memperoleh kekayaan dan kekuasaan yang sangat besar. Keluarganya sangat dihormati oleh Akbar karena keberanian, pengabdian, dan kesetiaan mereka yang tak tertandingi, semuanya sangat disayangi Akbar. Dari dua puluh tujuh Rajput dalam daftar mansabdar Abu'l-Fazl, tiga belas diantaranya berasal dari klan Amber, dan beberapa dari mereka naik ke posisi setinggi pangeran kekaisaran.

Ayahnya, Raja Bharmal, setelah menikah dengan Akbar, langsung diangkat menjadi komandan 5000 unit kavaleri, pangkat tertinggi yang bisa disandang oleh bangsawan di istana.[30] Saudara laki-laki Mariam-uz-Zamani, Bhagwant Das pada tahun 1585, menjadi komandan 5.000 unit kavaleri. Raja Bhagwan Das pernah menyelamatkan nyawa Akbar dalam sebuah pertempuran, dan diberi gelar Amir-al-Umara, atau Pemimpin Besar Kekaisaran (Kepala Bangsawan).[31] Putranya, Man Singh I menjadi komandan 7000 pasukan, orang pertama yang memegang pangkat tersebut pada masa pemerintahan Akbar, dan baru kemudian saudara angkat Akbar, Mirza Aziz Koka, dinaikkan ke pangkat yang sama. Akbar memanggil Raja Man Singh farzand (anak).[32][33]

Rasa hormat Akbar terhadap keluarga Mariam-uz-Zamani sangat besar. Menurut Badani, Akbar memiliki hubungan dekat dengan klan Amer. Setelah kematian tunangan salah satu putri Raja Bharmal dan adik perempuan Mariam-uz-Zamani, Sukanya, dalam Pertempuran Paronkh pada bulan Oktober 1562, Akbar secara pribadi bertanggung jawab atas pernikahannya dengan klan Rajput. Untuk menghormati mereka, Akbar mengunjungi kota asal Mariam Uz Zamani, Amer, pada tahun 1569 dan menikmati kemurahan hati yang diberikan oleh mertuanya. Saat itu, Mariam-uz-Zamani sedang memasuki bulan keempat kehamilannya dan akan segera melahirkan Salim. Abul Fazl mencatat bahwa Akbar tinggal di Amer selama satu setengah bulan dan Akbar dihujani beberapa hadiah penting.

Mariam-uz-Zamani juga mengatur pernikahan putri saudara laki-lakinya, Raja Bhagwant Das, dengan Salim pada tanggal 13 Februari 1585. Man bai menjadi permaisuri pertama dan utama Pangeran Salim. Untuk pernikahan ini Akbar secara pribadi mengunjungi kota Amer dan sebagai tanda penghormatan terhadap keluarga Mariam Uz Zamani, Akbar membawa tandu menantu perempuannya di pundaknya untuk jarak tertentu. Hadiah yang diberikan Mariam Zamani kepada kedua mempelai bernilai dua belas lakh rupee.[34] Man Bai kemudian menjadi ibu dari cucu kesayangan Akbar, Khusrau Mirza.[35] dan menerima gelar bergengsi 'Shah Begum'.

Mariam Uz Zamani sering bepergian ke kampung halamannya, Amber. Ia juga memiliki hak istimewa untuk sering menemani Akbar selama kampanyenya. Selama kampanye Gujarat ketika saudara laki-lakinya Bhopat tewas dalam pertempuran Sarnal, Akbar mengirim Mariam-uz-Zamani, yang saat itu sedang bepergian bersamanya, ke kota kelahirannya Amer untuk menyampaikan belasungkawa kepada orang tuanya.[21] Akbar kemudian menangkap Shah Madad, dia telah membunuh Bhopat Rai, saudara laki-laki Mariam Uz Zamani dan Bhagwan Das, di Sarnal. Untuk menyenangkan mereka, Akbar melakukan tindakan yang tidak biasa dan tidak berperasaan dengan menusuk dadanya dengan tombak yang ada di tangannya.[24][36]

Akbar, atas desakan Raja Bharmal, tidak membuat sang putri masuk Islam dan mengizinkannya melakukan ritual Hindu di istananya. Dia secara bertahap menjadi istri kesayangannya dan dimakamkan di dekatnya. Dia adalah penyembah Dewa Krishna. Istana yang diberikan untuknya oleh Akbar dihiasi dengan lukisan Sri Krishna, permata, dan lukisan dinding. Meskipun pernikahan tersebut merupakan hasil aliansi politik, namun keduanya secara bertahap mengembangkan ikatan yang intim dan penuh kasih sayang. Akbar sendiri tercatat ikut serta dalam Puja yang dibawakan olehnya.[32]

"Bihari Mal memberikan mahar yang besar kepada putrinya dan mengirim putranya Bhagwan Das dengan kontingen tentara Rajput untuk mengawal saudara perempuannya yang baru menikah ke Agra sesuai adat Hindu. Akbar sangat terkesan dengan perilakunya yang sangat bermartabat, tulus, dan seperti pangeran dari hubungan Rajputnya. Dia membawa Man Singh, putra bungsu Bhagwant Das ke dalam dinas kerajaan. Akbar terpesona oleh pesona dan prestasi istri Rajputnya; dia mengembangkan cinta sejati padanya dan mengangkatnya ke status ratu utama. Dia datang untuk memberikan dampak besar pada lingkungan sosio-kultural seluruh rumah tangga kerajaan dan mengubah gaya hidup Akbar." — Sejarawan J.L. Mehta, Studi lanjutan dalam sejarah India abad pertengahan (1981)[8]

Kelahiran anak kembar

sunting

Pada tanggal 19 Oktober 1564, setelah dua tahun menikah, Mariam-uz-Zamani melahirkan putra kembar, Mirza Hassan dan Mirza Hussain.[31][37][38] Akbar tiba di Agra pada 9 Oktober 1564 untuk kelahiran anak kembarnya.[39] Keduanya meninggal dalam waktu kurang dari sebulan setelah kelahiran mereka. Mirza Hussain meninggal pada tanggal 29 Oktober 1564 dan Mirza Hassan meninggal pada tanggal 5 November 1564. Namun ia dihormati dengan gelar 'Wali Nimat Begum' (Anugerah dari Allah) oleh Akbar setelah melahirkan anak kembarnya.

Duka melanda setelah kematian putra-putra mereka, Akbar membawa Mariam-uz-Zamani bersamanya saat dia berangkat untuk kampanye perang, dan selama kembali ke Agra, ia meminta restu dari Salim Chisti, seorang Khawaja terkenal yang tinggal di Fatehpur Sikri.[40] Akbar bercerita kepada Salim Chisti yang meyakinkannya bahwa dia akan segera memiliki tiga orang putra yang akan hidup hingga usia lanjut.

Kelahiran Pangeran Salim

sunting

Beberapa tahun sebelum kelahiran Pangeran Salim, Akbar dan Mariam-uz-Zamani bertelanjang kaki berziarah ke Ajmer Sharif Dargah untuk berdoa agar diberikan seorang putra.[41][42] Pada tahun 1569, Akbar mendengar kabar bahwa permaisuri utamanya yang beragama Hindu sedang mengandung seorang anak lagi dan mengharapkan anak pertama dari tiga putra yang telah dijanjikan kepadanya setelah kematian si kembar oleh Khawaja Salim Chisti. Akbar mengeluarkan sebuah perintah untuk pendirian istana kerajaan di Sikri dekat penginapan Syekh Salim Chisti, di mana Permaisuri dapat menikmati istirahat di sekitar tempat tinggal orang suci yang dihormati. Mariam Uz Zamani dipindahkan ke istana yang didirikan di sana selama masa akhir kehamilannya. Akbar sendiri sering bepergian ke Sikri dan menghabiskan separuh waktunya di Sikri dan separuh lagi di Agra selama masa kehamilannya untuk merawat permaisuri yang dibangunkan istana kerajaan bernama Rang Mahal di Fatehpur Sikri.[43]

Suatu hari ketika Mariam-uz-Zamani sedang mengandung Salim, tiba-tiba bayi di dalam rahimnya berhenti menendang. Akbar pada saat itu sedang berburu cheetah ketika masalah ini dilaporkan kepadanya, berpikir apakah dia bisa berbuat lebih banyak, karena hari itu adalah hari Jumat, Akbar bersumpah bahwa mulai hari itu dia tidak akan pernah berburu cheetah pada hari Jumat demi keselamatan bayinya yang belum lahir dan menurut Salim, Akbar menepati sumpahnya itu sampai sepanjang hidupnya. Salim pun menghormati sumpah ayahnya untuk tidak pernah berburu cheetah pada hari Jumat.[44]

Ketika Mariam-uz-Zamani mendekati persalinan, dia dipindahkan ke kediaman sederhana Syekh Salim oleh Akbar. Pada tanggal 31 Agustus 1569, permaisuri melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Salim, namanya diambil dari nama Syekh Salim sebagai pengakuan atas keyakinan ayahnya terhadap keampuhan doa orang suci tersebut.[45]

Akbar, yang sangat gembira dengan berita tentang ahli warisnya, memerintahkan pesta besar dan perayaan yang diadakan hingga tujuh hari pada saat kelahirannya dan memerintahkan pembebasan para penjahat yang melakukan pelanggaran besar. Di seluruh kekaisaran, sumbangan diberikan kepada rakyat jelata, dan dia bersiap untuk segera mengunjungi Sikri. Namun, ia disarankan oleh para bangsawannya untuk menunda kunjungannya ke Sikri karena kepercayaan astrologi di Hindustan tentang seorang ayah yang tidak boleh melihat wajah putranya yang telah lama ditunggu-tunggu segera setelah kelahirannya. Oleh karena itu, ia menunda kunjungannya dan mengunjungi Sikri untuk bertemu istri dan putranya setelah empat puluh satu hari setelah kelahirannya.

Saat bertemu permaisuri setelah kelahiran Salim, Akbar menghadiahkannya perhiasan senilai satu lakh koin emas dan memberinya 'tepukan Rajvanshi' di kepalanya untuk mengungkapkan cintanya. Dia kemudian diberi kehormatan tinggi dengan gelar 'Mariam-uz-Zamani'. Pangkat Raja Bhagwant Das dan Man Singh masing-masing dinaikkan oleh dua ribu kuda, dan mereka dihadiahi jubah kehormatan yang setara dengan jubah yang dianugerahkan kepada anggota keluarga kerajaan.[46][47] Akbar memecahkan rekor kemurahan hatinya dengan memberikan banyak penghargaan dan Jagir yang luas kepada elit istana.

Mariam Uz Zamani juga merupakan ibu angkat dari Daniyal Mirza dan Firoze Khannum.[23]

Sebagai Permaisuri Hindustan

sunting

Mariam Uz Zamani digambarkan sebagai wanita yang karismatik[48] dan dikenal sebagai “petualang yang hebat” dan memiliki watak yang bersemangat tinggi dan menyukai hal-hal yang tidak biasa.[48] Dia mendapat pujian tinggi dalam biografi suaminya. Seperti yang dinyatakan oleh Abu'l-Fazl ibn Mubarak dalam Akbarnama, dia digambarkan sebagai seorang intelektual dan bijaksana dan disebut sebagai wanita yang membawa keberuntungan yang memiliki cahaya kesucian dan kecerdasan bersinar di dahinya.[23] Abul Fazl menyebutnya “apel pilihan dari taman surga”. Nizamuddin Ahmad mengaku 'putri Raja Bihari Mal, yang terselubung dalam kesucian, dimuliakan melalui pernikahan dengan Yang Mulia dan terdaftar dalam pangkat permaisuri terhormat.'[49] Abdul Qadir Badayuni menggambarkannya sebagai wanita yang berwatak lembut.[50]

Dia mendapat rasa hormat yang tak terhingga dari semua komunitas, tidak hanya karena nilai-nilai toleransinya yang luar biasa, namun juga karena kemurahan hati dan kepeduliannya terhadap masyarakat miskin. Pada setiap acara perayaan, baik Muslim maupun non-Muslim, dia menyumbangkan uang dari dompet pribadinya untuk amal.[51]

Dia memiliki kedudukan yang sangat tinggi; hampir semua acara penting keluarga kerajaan berlangsung di istananya.[52] Pangkatnya yang tinggi di harem kekaisaran memberinya kekuasaan dan hak istimewa yang besar.[21]

Akbar memberikan istana untuknya di Fatehpur Sikri, Mandu, Lahore, dan Agra. Akbar membangun istana kerajaan untuknya bernama Rang Mahal di Fatehpur Sikri.[43] Di Agra, istana tempat tinggalnya diyakini sebagai Jahangiri Mahal, yang dibangun oleh Akbar. Ketika Akbar memindahkan istananya ke Fatehpur Sikri pada tahun 1571, Mariam Uz Zamani tinggal di salah satu istana Fatehpur Sikri yang paling megah dan indah yang dibangun di kompleks Zenana. Istana yang umumnya dikenal sebagai Jodha Bai Mahal ini juga terhubung secara internal dengan kamar Akbar. Ini adalah istana tempat tinggal terbesar di kota, dan hingga hari ini, meskipun dalam reruntuhan, istana ini berdiri sebagai monumen cinta Akbar terhadap putri Amber. Istananya di Mandu disebut Kuil Nilkanth (Mandu) atau seperti yang dicatat oleh Jahangir dalam biografinya, Imarat-i-Dilkhusha (tempat tinggal yang menyenangkan hati), adalah tempat peristirahatan favorit Jahangir di mana ia merayakan ulang tahunnya bersama ibunya.

Pengaruh dan Kekuasaan

sunting

Permaisuri Hindustan menduduki tempat yang sangat penting di harem Akbar[53] Ia memberikan pengaruh besar pada Akbar dan kebijakannya.[22] Akbar sering berkonsultasi dengannya mengenai hal-hal penting; tanggapannya selalu berpikiran tinggi dan tidak memihak. Kepercayaan penuh secara bertahap berkembang di antara keduanya.[24] Mariam Uz Zamani dan kakaknya selalu memiliki pengaruh besar di istana.[31] Mereka berperan sebagai kaukus internal, dan Akbar dengan bebas meminta nasihat mereka dalam segala hal.[24] Dia adalah seorang wanita intelektual[23] yang mempunyai pengaruh besar di istana Akbar. Dia adalah kekuatan pendorong utama dan inspirasi utama bagi promosi sekularisme Akbar. Menurut sejarawan Lal, "Kepribadian dan kecantikan Mariam-uz-Zamani memang ikut bertanggung jawab atas netralitas agama Akbar."[54] Dia adalah mitra aktif dalam pencarian Akbar akan agama Ilahi.[55]

Muni Lal menyebutnya sebagai Ibu Negara Kekaisaran. Dia mempunyai hak untuk mengeluarkan dokumen resmi dan dekrit atas namanya, yang disebut Farman (mandat kedaulatan).[56] Pemberian perintah seperti itu terbatas pada wanita tertinggi di harem seperti Hamida Banu Begum, Nur Jahan, Mumtaz Mahal dan Jahanara Begum.[57] Permaisuri Hindustan mempunyai kebebasan berpendapat dalam urusan politik di istana. Dia mendapat hak istimewa untuk hadir dan menyampaikan pandangannya tentang masalah pengadilan.[58][59] Salah satu episode yang tercatat dalam buku Badayuni mencatat bahwa suatu kali ketika seorang Brahmana dieksekusi oleh seorang punggawa Muslim konservatif Akbar, sementara Akbar memerintahkan penyelidikan untuk dilanjutkan, ia mengejek Kaisar Akbar di depan umum karena meskipun Akbar adalah Raja namun ia telah gagal membuat perintahnya sendiri dipatuhi.[58]

Pada Mei 1603, ketika Akbar menyarankan agar Salim melakukan ekspedisi militer untuk menghukum Rana Amar Singh yang melakukan perambahan di wilayah Mughal di Rajasthan. Salim yang curiga dengan motif ayahnya menyatakan keengganannya untuk menerima tugas tersebut namun hal ini memicu Akbar untuk mengeluarkan perintah resmi yang menunjuk Shahzada Salim sebagai komando ekspedisi yang diusulkan. Mariam-uz-Zamani dan Salima Sultan Begum meminta Akbar untuk tidak memaksakan masalah ini, dan membiarkan Salim terus hidup di bawah pengawasannya di istana. Akbar mengalah pada permohonan mereka dan mencabut firman tersebut.[60]

Mariam Uz Zamani dan Salima Sultan Begum juga melakukan intervensi lain untuk mencabut perintah tahanan rumah untuk Salim oleh Akbar. Setelah kematian Hamida Bano Begum, untuk menghentikan pemberontakannya dan mengakhiri alkoholisme dan pesta pora, Akbar memerintahkan dia harus ditahan di sel isolasi di ghusalkhana dan dilarang menyajikan alkohol dan opium. Akbar kembali mengalah dan membiarkan Salim pindah ke istananya.[60]

Setelah kematian Akbar pada tahun 1605, Mariam Uz Zamani menjadi pelindung utama bagi cucu kesayangan Akbar, Khusrau Mirza. Mariam Uz Zamani bersama dengan Salima Sultan Begum, dan Shakr-un-Nissa Begum mendapatkan pengampunan untuk Pangeran Khusrau setelah suksesi Jahangir. Nur Jahan tercatat memalsukan air mata di depan ibu mertuanya, Mariam-uz-Zamani untuk kepemilikan Pangeran Khusrau yang dianggap sebagai pesaing kuat takhta oleh permaisuri Nur Jahan, namun usaha Nur Jahan tidak berhasil.[61]

Findly mencatat surat dengan kata-kata kuat dari Mariam-uz-Zamani kepada putranya, Jahangir, yang ditulis olehnya pada tahun 1616 yang mengungkapkan keprihatinannya terhadap keselamatan Khusrao Mirza dan menyebutkan bahwa dia telah mengantisipasi jika tanggung jawab Khusrau dipercayakan kepada Nur Jahan dan Khurram (Shah Jahan) yang dia yakini sangat ingin melenyapkan Khusrau, mereka pada akhirnya akan membunuh Khusrau dan itu akan menjadi bencana bagi dinasti Mughal karena keturunan di masa depan akan menggunakannya sebagai contoh untuk membunuh saudara-saudara mereka demi kepemilikan takhta kerajaan. Mengalah pada permohonan ibunya, saudara perempuan, ibu tiri dan saudara perempuan Khusrau, Jahangir tidak mengalihkan kendali Khusrau kepada Nur Jahan atau Pangeran Khurram. Lebih lanjut, Findly menambahkan bahwa kata-kata Mariam Uz Zamani menjadi nyata setelah itu di Kekaisaran Mughal ketika anak-anak Shah Jahan, Aurangzeb dan Dara Shikoh saling berhadapan untuk tahta kerajaan yang akhirnya mengarah pada pembunuhan Pangeran Dara Shikoh oleh Aurangzeb, saudara laki-lakinya.[62]

Para ulama di istana Akbar sama sekali tidak senang dengan pengaruh Mariam-uz-Zamani yang membuatnya mengikuti ritual dan praktik budaya Hindu. Sejak pernikahannya dengan putri Raja Bharmal, Akbar dikatakan telah memujinya dengan memerintahkan pembakaran api secara terus-menerus di mana kadang-kadang Akbar bergabung dengan Mariam Uz Zamani selama doanya.[63] Ia juga memengaruhi Akbar untuk tidak makan daging sapi karena sapi dianggap sebagai hewan suci dalam agama Hindu. Dan juga mempengaruhinya untuk tidak makan bawang merah dan bawang putih, dan untuk tidak pernah memelihara janggut. Untuk mendapatkan cinta dari istri Hindunya, Badayuni mencatat, Akbar menjauhkan diri sepenuhnya dari segala sesuatu yang merupakan kebencian alami bagi mereka.[64] Akbar juga memerintahkan semua orang di istana untuk berdiri saat ibadah sore istri Hindunya ketika mereka akan menyalakan api di kuil, untuk menghormati tradisi dan budaya mereka dan memastikan bahwa dirinya sendiri tidak terkecuali.[65]

Harem Kekaisaran Akbar ditata ulang menjadi institusi mirip benteng yang sangat berbeda dengan gambaran pemerintahan Babur dan Humayun. Harbans Mukhia mengaitkan perubahan ini dengan semakin besarnya pengaruh etos budaya Rajput pada Akbar sejak pernikahannya pada tahun 1562 dengan Mariam-uz-Zamani.[66] Ira Mukhoty menarik kesejajaran antara penghormatan Akbar terhadap pemujaan matahari dan lambang marga keluarga Mariam Uz Zamani adalah Dewa Surya (matahari).[67] Pernikahan Akbar dengan Mariam uz Zamani juga memberikan pengaruh Hindu dalam berkebun.[68]

Permaisuri Hindustan adalah wanita terkaya dan paling terpandang pada masanya. Dia dihormati oleh berbagai anggota kerajaan negara-negara terkemuka selama pemerintahan suami dan putranya dengan menerima berbagai hadiah berharga. Dia diketahui menerima permata dari setiap bangsawan "menurut tanah miliknya" setiap tahun pada kesempatan festival Tahun Baru, suatu kehormatan yang tidak diberikan kepada Permaisuri Mughal lainnya.[69] Mariam-uz-Zamani memiliki banyak agen di dalam dan di luar harem yang ditunjuk untuk membantunya mengawasi aktivitas perdagangannya dan memberi nasihat tentang investasi,[48] perantara, dan penasihat keuangan, "mencerminkan miniatur kementerian keuangan Kaisar sendiri". Dia mempunyai vakil sendiri untuk menasihatinya dan memelihara berbagai propertinya.[67] Mariam-uz-Zamani menggunakan kekayaannya untuk membangun taman, sumur, masjid, dan pembangunan lainnya.[70] Dia juga menyumbangkan uang dari dompet pribadinya untuk amal.[71]

Mariam Uz Zamani juga telah melakukan upaya tulus untuk menyebarkan pendidikan di kalangan masyarakat umum.[72]

Dia adalah salah satu dari empat tokoh paling senior di istana Mughal dan satu-satunya wanita yang memegang pangkat militer tertinggi yang setara dengan pangkat kaisar sendiri, 12.000 unit kavaleri.[73] Dia bertanggung jawab atas Harem Hindu, dan juga bertanggung jawab atas departemen haji sejak pemerintahan Akbar.

Pada masa pemerintahan Akbar dan Jahangir, ia membangun kapal-kapal yang membawa peziarah ke dan dari kota suci Islam Mekah untuk perjalanan suci Haji, ia juga menjalankan perdagangan sutra dan rempah-rempah ke perbatasan internasional, dan mengawasi perdagangan dengan negara-negara Teluk. Dia membantu memetakan peran perempuan Mughal dalam bisnis perdagangan luar negeri. Mariam-uz-Zamani sangat tertarik pada perdagangan dan merupakan wanita pertama yang tercatat secara konsisten terlibat dalam perdagangan dalam dan luar negeri.[74] Akbar mendirikan bisnis perdagangan internasional untuk permaisuri utamanya, Mariam-uz-Zamani, yang menjalankan perdagangan besar nila, rempah-rempah, dan sutra ke negara-negara Teluk melalui kapal dagang.[75] Akbar menaruh perhatian besar pada bisnis Mariam-uz-Zamani dan menginvestasikan waktu dan uang dalam usaha perdagangannya. Akbar sering melakukan diskusi panjang lebar dengan Mariam Uz Zamani tentang bisnisnya.[76] Dia adalah wanita bisnis yang sangat cerdas. Mariam Uz Zamani adalah satu-satunya wanita pada masa pemerintahan Akbar yang tercatat terlibat dalam perdagangan internasional. Dia sering bepergian ke berbagai kota di kerajaan dan pelabuhannya untuk mengelola bisnis perdagangannya.

Mariam Uz Zamani adalah orang yang memberi nasihat pada Akbar bahwa tanpa angkatan laut yang kuat, Kekaisaran Mughal akan diambil alih oleh tentara asing. Karena Mughal berasal dari negara yang terkurung daratan, Akbar tidak memahami konsep angkatan laut. Namun kemudian Akbar mengizinkan istri kesayangan dan yang paling dicintainya membangun kapal dagang dan kapal haji.[77]

"Ratu paling berpengaruh dari Kaisar Mughal Akbar (1542-1605), dan ibu Kaisar Jahangir, adalah Permaisuri cantik Mariam-uz-Zamani, umumnya dikenal sebagai Jodha Bai. Dia menonjol sebagai seorang penasihat yang menyatakan bahwa tanpa angkatan laut yang kuat, Kekaisaran Mughal akan diambil alih oleh tentara asing. Karena Mughal datang dari Afganistan dan Turkmenistan, keduanya terkurung daratan negara-negara lain, konsep angkatan laut tidak ada dalam DNA mereka. Tapi kemudian Akbar mengizinkan istri kesayangannya dan yang paling dicintainya membuat kapal untuk perdagangan dan jamaah haji di Khizri Darwaza di Sungai Ravi."[4]

Mariam Uz Zamani adalah wanita yang membangun kapal pelayaran besar pertama Mughal di Lahore, dia adalah pemilik dan pelindung kapal terbesar bernama Rahīmī yang merupakan kapal India terbesar yang berdagang di Laut Merah. Kapal ini memiliki area layar yang begitu luas sehingga dapat dikenali oleh para pelaut dari jarak bermil-mil jauhnya dan dikenal oleh orang Eropa sebagai "kapal ziarah terbesar".[78][79]

Dan setelah kehilangan Rahimi, Mariam Uz Zamani membangun kapal yang lebih besar bernama Ganj-i-Sawai yang merupakan kapal dagang bersenjata, dengan 62 senjata dan penempatan lebih dari 400 orang penembak. Dan pada masanya merupakan kapal paling menakutkan di laut dengan tujuan berdagang dan membawa jamaah haji ke Mekah dan dalam perjalanan kembali mengubah semua barang menjadi emas, dan perak, dan membawa pulang para peziarah.[80]

Mariam Uz Zamani juga menjadi pelindung beberapa kota pada masa pemerintahannya dan memegang banyak jagir.[81] Mariam-uz-Zamani adalah salah satu penyokong arsitektur wanita terbesar pada masanya. Dia membangun masjid era Mughal yang paling awal di Lahore, Pakistan, yang dikenal sebagai Masjid Begum Shahi.[52][82] Dia mensponsori pekerjaan umum yang luar biasa, dia membangun sebuah baoli (sumur tangga) dan taman dekat distrik lama di Brahambad, Bayana.[83]

Mariam Uz Zamani membuat taman besar di sekitar makam mendiang suaminya Kaisar Akbar dan kemudian dimakamkan di sana.[84]

Sebagai Seorang Pedagang

sunting

East India Company

sunting

Pada akhir tahun 1610 atau awal tahun 1611, ketika kapal Mariam-uz-Zamani sedang dimuat ke Mocha, dia mengirim salah satu agennya untuk membeli nila di Bayana untuk ditempatkan di atas kapal untuk dijual di Mocha. Namun, ketika kesepakatan itu selesai, William Finch tiba dan melakukan apa yang tidak berani dilakukan oleh orang India mana pun. Finch menawarkan sedikit lebih banyak daripada yang akan dia berikan, dan merebut nila tersebut. William Finch adalah agen Hawkins, duta besar East India Company yang sebelumnya diterima dengan baik oleh Jahangir.[85]

Ketika Mariam-uz-Zamani mendengar bahwa dia telah dikalahkan oleh orang Inggris dan harus menderita kerugian besar saat kapal akan berlayar, dia sangat marah dan memberitahukan hal ini kepada putranya, Jahangir, yang membuat perwakilan Inggris di istana, Hawkins, menderita dalam waktu yang lama setelah itu. William Finch, sebaliknya, kesulitan untuk menjual nila yang diperolehnya di Lahore dan sampai pada kesimpulan bahwa prospek perdagangan Inggris di India tidak ada harapan. Dia memberi tahu Hawkins bahwa dia berencana menjual nila di Aleppo, sebuah kota di Suriah, dan kemudian melakukan perjalanan kembali ke Inggris.[86][87]

Keputusan tergesa-gesa William Finch untuk mengalahkan Mariam-uz-Zamani yang karismatik mempunyai konsekuensi yang sangat buruk bagi masa depan East India Company di istana Jahangir. Dampaknya begitu parah sehingga pada tahun 1612, Kapten Inggris Jourdain mencatat, "Kapal Ratu, Rahimi, menuju Mocha, dan para pedagang [lokal] tidak akan memuat barang-barang mereka ke kapal sampai kami [orang Eropa] pergi meninggalkan negara itu."[88]

Konflik dengan Portugis

sunting

Salah satu kejadian yang menyebabkan keretakan antara Mughal dan Portugis adalah perampasan dan pembakaran kapal ziarah terbesar milik Mariam-uz-Zamani, Rahimi, pada bulan September 1613. Mariam Uz Zamani membayar biaya perlindungan kepada Inggris dan Portugis untuk kapal-kapalnya. Namun meskipun Portugis dibayar penuh di muka, dan sudah membawa surat ijin Portugis yang diperlukan, juga tidak melanggar ketentuan apa pun yang berlaku padanya, tetap saja, karena keserakahan, Portugis bertindak "bertentangan dengan izin mereka" dan membawa "Rahimi" yang saat itu sedang membawa muatan yang melimpah, senilai 100.000 pound, setara dengan mata uang saat ini, setengah miliar rupee, dan sekitar 700 penumpang masih berada di kapal menuju Mekah[89][90][91][92]

Dalam prosesnya mereka membajak kapal, membunuh orang-orangnya, dan memperkosa perempuan-perempuan di kapal itu lalu membuangnya ke laut dan mengambil semua emas dan peraknya. Mereka lalu membakar kapalnya. Mariam Uz Zamani sangat marah dan memerintahkan putranya, Kaisar Jahangir untuk menutup semua gereja, melarang semua pendeta Jesuit, mengurung semua pengusaha Portugis di sebuah benteng dan membiarkan mereka kelaparan dan melarang semua perdagangan dengan Portugal. Mughal kemudian menangkap hampir 100 kapal dagang Portugis yang lebih kecil berlabuh di Goa dan membakarnya. Raja Spanyol dan Portugal menawarkan sepuluh kali lipat kerugian 'Rahimi' agar perdagangan diijinkan untuk terus berlanjut, tapi sudah terlambat. Mariam Uz Zamani tidak mau berbalik.[93] Jahangir kemudian mengirim Muqarrab Khan, gubernurnya, untuk menghentikan semua aktivitas pelayaran di Surat, benteng utama India untuk perdagangan laut dan mengepung kota Daman di Portugis.[94] Gereja Jesuit di Agra, yang dibangun di bawah pemerintahan Akbar, ditutup, dan semua tunjangan bagi pendeta Portugis di Mughal India ditangguhkan.[90][95][96]

Seluruh istana Mughal, serta kota Surat, berada dalam keributan, dan kegemparan serta protes di istana Mughal belum pernah terjadi sebelumnya. Menurut Findly, "Insiden Rahimi adalah satu-satunya tindakan pembajakan terhadap India, yang tercatat menimbulkan tanggapan keras dan intens dari pemerintah Mughal."[78] Tindakan ekstrem yang dilakukan Jahangir merupakan hal yang tidak biasa, karena istana Mughal sudah terbiasa dengan kebrutalan Portugis yang rakus dan akan bereaksi dengan mengabaikan atau mengakomodasinya. Namun untuk Rahimi, kapal ziarah andalan Mariam-uz-Zamani yang dirampas Portugis, Mariam Uz Zamani menuntut pembalasan. Ini adalah situasi yang tidak biasa, menunjukkan pergolakan budaya besar dan perubahan tektonik yang membentuk kerajaan Mughal: ini adalah kapal Muslim milik Ratu Hindu, membawa jamaah haji di perairan Kristen yang dipatroli oleh armada Portugis.[97]

Portugis yang menyadari kekalahannya mencoba berdamai[98] dan kemudian setuju untuk memberikan kompensasi kepada pemerintah Mughal atas hilangnya kapal Mariam Uz Zamani dan "untuk memberikan izin tambahan tertentu kepada kapal-kapal pribumi yang melanjutkan perjalanan ke Laut Merah," tetapi karena perjanjian tersebut bergantung pada pengusiran Inggris, Jahangir menolak. Akhirnya, sebuah perjanjian dibuat oleh kaisar yang menyatakan bahwa Portugis harus membayar "tiga lakh rupee untuk kapal yang diambil", namun isu pengusiran Inggris dibiarkan begitu saja karena Jahangir semakin sadar akan kekuatan Inggris di laut.[92] Dengan demikian, penangkapan kapal Mariam-uz-Zamani oleh Portugis membawa perubahan besar dalam hubungan antara kedua pemerintah dan, secara kebetulan, merupakan rejeki nomplok yang besar bagi Inggris. Portugis terus mempertahankan kehadirannya di istana Mughal tetapi menjadi faktor yang relatif tidak signifikan dalam perdagangan, dan skalanya cenderung menguntungkan Inggris.[99][100] Ketegangan tetap ada antara Inggris dan Portugis, terutama di tingkat bawah, dan Jahangir sendiri melaporkan tentang pertempuran laut antara keduanya di Selat Swally pada bulan Januari 1615, di mana Inggris membakar sebagian besar kapal Portugis.[94]

Mariam-uz-Zamani tetap melanjutkan perjalanan dengan kapal-kapal komersial dan ziarahnya meski telah kehilangan kapal ziarah terbesarnya, Rahimi. Dia memimpin armada kapal-kapal.[101]

Mariam Zamani kemudian memerintahkan pembangunan kapal yang lebih besar lagi dengan 62 senjata dan penempatan untuk lebih dari 400 orang penembak, bernama 'Ganj-i-Sawai', dan pada masanya merupakan kapal paling menakutkan di lautan, dan tujuannya adalah untuk berdagang dan mengantar jamaah haji ke Mekah, dan dalam perjalanan pulang menukarkan semua barang dijual menjadi emas dan perak serta membawa pulang jamaah haji.

Tidak ada wanita bangsawan lain yang pernah menjadi pedagang yang berjiwa petualang seperti Ratu Mariam-uz-Zamani. Nur Jahan dan Jahanara Begum meneruskan warisan Mariam-uz-Zamani dengan terlibat dalam perdagangan luar negeri.[90][102]

"Ibu Mogul Agung adalah seorang petualang hebat, yang menyebabkan Mogul Agung mengusir orang-orang Portugis dari tempat ini."[90] — William Foster, Surat yang Diterima Oleh East India Company (Vol II)

Kematian

sunting

Setelah menikmati rasa hormat dan memberi pengaruh terhadap dua Kaisar yang agung selama lebih dari enam puluh tahun,[52] Mariam-uz-Zamani meninggal pada bulan Mei 1623, dalam keadaan sangat kaya dan berkuasa, dan penghormatan diberikan kepadanya dengan menguburkannya di mausoleum yang dekat dengan makam suaminya, Akbar. Dia adalah satu-satunya istri yang dimakamkan dekat Akbar.

Mariam-uz-Zamani
Lahir: 1 Oktober 1542 Meninggal: 19 Mei 1623
Gelar
Didahului oleh:
Bega Begum
Permaisuri Mughal
1562 – 1605
Diteruskan oleh:
Nur Jahan
Didahului oleh:
Hamida Banu Begum
Ibu Suri Mughal
1605–1623
Diteruskan oleh:
Nur Jahan

Ancestry

sunting
Chandrasen, Raja Amer
Prithviraj Singh I, Raja Amer
Bharmal, Raja Amer
Lunkaran, Rao Bikaner
Apurva Devi
(née Bala Bai)
Wali Nimat Mariam-uz-Zamani Begum Sahiba
Rao Ganga Solanki
Champavati Solanki

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d Christopher Buyers. "Timurid Dynasty GENEALOGY delhi4". Royalark.net. Diakses tanggal 2013-10-06.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "royalark.net" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  2. ^ Jahangirnama (1909). Alexander Rogers and Henry Beveridge, ed. The Tūzuk-i-Jahāngīrī, Volume 2. Royal Asiatic Society, London. hlm. 261. 
  3. ^ Jahangir (1909). Rogers and Beveridge, ed. The Tūzuk-i-Jahāngīrī, Volume 2. Royal Asiatic Society, London. hlm. 261. 
  4. ^ a b c d www.islamicebay.com. History Of The Rise Of The Mahomedan Power In India Volume 1, 2, 3. 
  5. ^ a b c Lal, Ruby (2005). Domesticity and power in the early Mughal world. Cambridge University Press. hlm. 170. ISBN 9780521850223. 
  6. ^ a b Smith, Vincent Arthur (1917). Akbar the Great Mogul. Oxford, Clarendon Press. hlm. 58. ISBN 0895634716.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Smith" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  7. ^ a b Eraly, Abraham (2000). Emperors of the Peacock Throne, The Saga of the Great Mughals. Penguin Books India. hlm. 136. ISBN 0141001437.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Eraly" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  8. ^ a b Mehta, Jl. Advanced Study in the History of Medieval India (dalam bahasa Inggris). Sterling Publishers Pvt. Ltd. ISBN 978-81-207-1015-3. 
  9. ^ a b Syed Firdaus Ashraf (2008-02-05). "Did Jodhabai really exist?". Rediff.com. Diakses tanggal 2008-02-15.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "2008_Rediff_Really_Exist" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  10. ^ a b Metcalf, Barbara, Thomas (2006). A Concise History of Modern India. Cambridge University Press. hlm. 17. ISBN 9780521863629.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Metcalf" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  11. ^ a b Eraly, Abraham (2000). Emperors of the Peacock Throne. Penguin Books India. hlm. 171. ISBN 0141001437.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Eraly1" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  12. ^ Smith, Vincent Arthur (1917). Akbar the Great Mogul. Oxford, Clarendon Press. hlm. 102. ISBN 0895634716. 
  13. ^ Latif, Syad Muhammad (1896). Agra: Historical & Descriptive. Asian Educational Services. hlm. 21. ISBN 81-206-1709-6. 
  14. ^ Jayapalan, N. (2000). Social and Cultural History of India Since 1556. Atlantic Publishers. hlm. 22. ISBN 81-7156-826-2. 
  15. ^ Mehta, JL (1981). Advanced Study in the History of Medieval India, Vol.2. Sterling Publishers. hlm. 22. ISBN 978-81-207-1015-3. 
  16. ^ Christopher Buyers. "Timurid Dynasty GENEALOGY delhi5". Royalark.net. Diakses tanggal 2013-10-06. 
  17. ^ Christopher Buyers. "Timurid Dynasty GENEALOGY delhi6". Royalark.net. Diakses tanggal 2013-10-06. 
  18. ^ Milford, Humphrey (1921). Early Travels In India By William Foster,. Oxford University Press. hlm. 203. 
  19. ^ Ahmed, Nazeer (2000). Islam in Global History: Volume Two. Xlibris Corporation. hlm. 51. ISBN 0-7388-5965-6. 
  20. ^ Price, Mahor David (1829). Tarikh-i-Salim Shahi. 
  21. ^ a b c Beveridge, H. (1907). The Akbarnama Of Abul Fazl Vol. 3. 
  22. ^ a b Srivastava. A.l. (1957). A Short History Of The Akbar The Great. 
  23. ^ a b c d e Beveridge, H. (1907). The Akbarnama Of Abul Fazl Vol. 2. 
  24. ^ a b c d MuniI Lal (1980). Akbar (dalam bahasa ENGLISH). 
  25. ^ Badayuni, Abdul Qadir (1590). Muntakhab-ut-Tawarikh. 
  26. ^ Sujan Rai, Bhandari (1695). Khulasat-ut-Tawarikh. Zafar Hasan. hlm. 374. 
  27. ^ Srivastava, Ashirbadi Lal (1947). The History and Culture of the Indian People. Vol. 7. hlm. 368. 
  28. ^ Smith, Vincent Arthur (1917). Akbar the Great Mogul, 1542-1605. Cornell University Library. Oxford, Clarendon press. 
  29. ^ Beni Prasad (1930). History Of Jahangir 1930. 
  30. ^ a b Beveridge H. (1910). The Akbar Nama Of Abu L Fazal Vol Ii. 
  31. ^ a b c Havell, E. B. (Ernest Binfield) (1918). The history of Aryan rule in India from the earliest times to the death of Akbar. The Library of Congress. New York, Frederick A. Stokes company. 
  32. ^ a b Eraly, Abraham; Eraly, Abraham Last spring (2000). Emperors of the peacock throne : the saga of the great Mughals. Library Genesis. New Delhi, India ; New York : Penguin Books. ISBN 978-0-14-100143-2. 
  33. ^ AZIZ AHMAD (2014-12-31). Studies In Islamic Culture In The Indian E (dalam bahasa English). 
  34. ^ Lal, Muni (1988). Mughal Glory. Konark Publishers Pvt Ltd. hlm. 87. 
  35. ^ Smith, Vincent Arthur (1917). Akbar the Great Mogul, 1542-1605. Cornell University Library. Oxford, Clarendon press. 
  36. ^ Beveridge, H. (1907). The Akbarnama Of Abul Fazl Vol. 3. 
  37. ^ Foreign Department Of India (1905). References In The Press To The Visit Of Their Royal Highnesses, The Prince And Princess Of Wales To India, 1905-06. 
  38. ^ Havell EB (1912). A Handbook to Agra and the Taj Sikandra, Fatehpur-Sikri and the Neighbourhood. Kerala State Library. Longmans, Green & Co, London. 
  39. ^ Fazl, Abul (1590). Ain-I-Akbari Vol. 1. hlm. 49. 
  40. ^ Thompson, Della (1995). The 9th edition of the concise oxford Dictionary of English. Vol. 7. Oxford University Press. 
  41. ^ Ahmad, Aziz (1964). Studies of Islamic culture in the Indian Environment. Clarendon Press. 
  42. ^ Findly, Ellison B (1993). Nur Jan:Empress of Mughal India. New York: Oxford University Press. 
  43. ^ a b Ahmed, Nizamuddin (1599). Tabaqat-i-Akbari. hlm. 144. 
  44. ^ Rogers, Alexander; Beveridge, Henry, eds (1909). The Tūzuk-i-Jahāngīrī or Memoirs of Jahāngīr, Volume 2. London: Royal Asiatic Society. hlm. 261. 
  45. ^ Jahangir (1909–1914). The Tūzuk-i-Jahangīrī Or Memoirs Of Jahāngīr. Translated by Alexander Rogers; Henry Beveridge. London: Royal Asiatic Society. hlm. 1. 
  46. ^ Chatterjee, Nandani (1576). Rajasthan State Archives-Imperial records. 
  47. ^ Lal, Muni (1980). Akbar. 
  48. ^ a b c Nur Jahan Empress Of Mughal India (dalam bahasa English). 
  49. ^ Ahmad Khwajah Nizamuddin (1936). The Tabaqat-i-akbari Vol-ii. 
  50. ^ Lowe, W. H. (1884). Muntakhab - Ut - Tawarikh Vol. 2. 
  51. ^ Lal, Muni (1988). Mughal Glory. Konark Publishers Pvt Ltd. hlm. 59. 
  52. ^ a b c Khan, Ahmad Nabi (1970). Pakistan archaeology no.7. 
  53. ^ Mukherjee, Soma (2001). Royal Mughal Ladies and Their Contributions (dalam bahasa Inggris). Gyan Books. hlm. 128. ISBN 978-81-212-0760-7. 
  54. ^ Lal, Muni (1977). Akbar. V.P. House Private ltd. 
  55. ^ Lal, Muni (1988). Mughal Glory. Konark Publishers Pvt Ltd. hlm. 63. 
  56. ^ Tirmizi, S.A.I. (1979). Edicts from the Mughal Harem, Farman of Marium uz Zamani. hlm. 69. 
  57. ^ Mishra, Rekha (1967). Women in Mughal India, 1526–1748 A.D. Munshiram Manoharlal. hlm. 67. 
  58. ^ a b Badayuni, Abdul Qadir (1590). Muntakhab-ut-Tawarikh. Vol. III. 
  59. ^ ftikhar, Rukhsana (2014). "An analytical study of political domination of Mughal women". Behind the Veil: 21. 
  60. ^ a b Lal, MuniI (1980). Akbar. 
  61. ^ Findly, Ellison Banks (1993). Nur Jahan Empress Of Mughal India. 
  62. ^ Findly, Ellison B. (1993). Nur Jan:Empress of Mughal India. 
  63. ^ Badayuni, Abdul Qadir (1590). Muntakhab-ut-Tawarikh. Vol. II. hlm. 269. 
  64. ^ Badayuni, Abdul Qadir (1590). Muntakhab-ut-Tawarikh. Vol. 2. hlm. 312–313. 
  65. ^ Badayuni, Abdul Qadir (1590). Muntakhab-ut-Tawarikh. Vol. III. 
  66. ^ Mukhia, Harbans (2004). The Mughals of India. hlm. 132–133. 
  67. ^ a b Mukhoty, Ira (2018). Daughters of the Sun: empresses, queens and begums of the Mughal Empire. 
  68. ^ Mukherjee, Soma (2001). Royal Mughal Ladies and Their Contributions (dalam bahasa Inggris). Gyan Books. hlm. 206. ISBN 978-81-212-0760-7. 
  69. ^ Findly, Ellison Banks. Mughal Women. hlm. 233. 
  70. ^ Findly, Ellison Banks (1988). Mughal Women. 
  71. ^ Lal, Muni (1988). Mughal Glory. Konark Publishers Pvt Ltd. hlm. 59. 
  72. ^ Mukherjee, Soma (2001). Royal Mughal Ladies and Their Contributions (dalam bahasa Inggris). Gyan Books. hlm. 72. ISBN 978-81-212-0760-7. 
  73. ^ Findly, Ellison Banks (1988). "The Capture of Maryam-uz-Zamānī's Ship: Mughal Women and European Traders". 
  74. ^ Mukherjee, Soma (2001). Royal Mughal Ladies and Their Contributions. Gyan Books. hlm. 238. 
  75. ^ Collier, Dirk (2011). The Emperor's writings: Memories of Akbar the great. 
  76. ^ Collier, Dirk (2011). The Emperor's writings: Memories of Akbar the Great. hlm. 326. 
  77. ^ Safdar, Aiysha; Khan, Muhammad Azam (Januari–Juni 2021). "History of Indian Ocean-A South Indian perspective" (PDF). Journal of Indian Studies.: 7 (1): 186. 
  78. ^ a b Findly, Ellison B. (1988). "The Capture of Maryam-uz-Zamānī's Ship: Mughal Women and European Traders". Journal of the American Oriental Society. 108 (2): 227–238. doi:10.2307/603650. ISSN 0003-0279. 
  79. ^ Danvers, Frederick Charles (1896). Letters Received By The East India Company Vol.1. 
  80. ^ Azam Kalan, Muhammad (1929). Journal of Indian studies. 
  81. ^ Bargoti, Rajeev (1991). "Maryam Zamani's Baoli at Bayana a Note". Proceedings of the Indian History Congress. 52: 464–469. ISSN 2249-1937. 
  82. ^ Latif, Syad Muhammad (1892). Lahore Its History, Architectural Remains And Antiquities. 
  83. ^ Koch, Ebba (1990). Mughal architecture. 
  84. ^ "Selections from the native newspapers published in the United Provinces of Agra & Oudh.: Selections from the native newspapers published in the United Provinces of Agra & Oudh" (dalam bahasa English). 1905,08,12. 
  85. ^ Foster, William (1921). Early travels in India, 1583-1619. Robarts - University of Toronto. London: Oxford University Press. 
  86. ^ Jourdain, John; Foster, William; Revett, William; Sharpeigh, Alexander; Finch, William; Coen, Jan Pieterszoon; Soulsby, Basil Harrington (1905). The journal of John Jourdain, 1608-1617, describing his experiences in Arabia, India, and the Malay archipelago:. University of California Libraries. Cambridge [Eng.] : Printed for the Hakluyt society. 
  87. ^ Foster, William (1921). Early travels in India, 1583-1619. Robarts - University of Toronto. London: Oxford University Press. 
  88. ^ Jourdain, John; Foster, William; Revett, William; Sharpeigh, Alexander; Finch, William; Coen, Jan Pieterszoon; Soulsby, Basil Harrington (1905). The journal of John Jourdain, 1608-1617, describing his experiences in Arabia, India, and the Malay archipelago:. University of California Libraries. Cambridge [Eng.] : Printed for the Hakluyt society. 
  89. ^ Foster, William (1921). Early travels in India, 1583-1619. Robarts - University of Toronto. London: Oxford University Press. 
  90. ^ a b c d William Foster (1897). Letters Received By The East India Company (Vol Ii) (dalam bahasa English). 
  91. ^ Great Britain. Public Record Office; Great Britain. Colonial Office; Great Britain. India Office (1860-). Colonial Records. Calendar of State Papers, Colonial. Robarts - University of Toronto. London : Longmans, H.M.S.O. 
  92. ^ a b Foster, William (1899). Letters received by the East India Company vol.3 (dalam bahasa English). 
  93. ^ Safdar, Aiysha, Khan, Muhammad Azam (January–June 2021). "History of Indian Ocean-A South Indian perspective" (PDF). Journal of Indian Studies. 7 (1): 186. 
  94. ^ a b Rogers, Alexander (1909). Tuzuk-i-jahangiri Or Memoris Of Jahangir Vol.1. 
  95. ^ Foster, William (1921). Early travels in India, 1583-1619. Robarts - University of Toronto. London: Oxford University Press. 
  96. ^ Gilbert, Marc Jason (2017). South Asia in World History (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press. ISBN 978-0-19-976034-3. 
  97. ^ Mukhoty, Ira (2018). Daughters of the Sun: Empresses, Queens and Begums of the Mughal Empire (dalam bahasa Inggris). Aleph. ISBN 978-93-86021-12-0. 
  98. ^ Orme, Robert (1805). Historical fragments of the Mogul empire, of the Morattoes, and of the English concerns in Indostan from the year MDCLIX; origin of the company's trade at Broach and Surat, and a general idea of the government and people of Indostan; to which is prefixed an account of the life and writings of the author. University of California Libraries. London : F. Wingrave. 
  99. ^ Maclagan Jesuits And The Great Mogul 1932 (dalam bahasa English). 
  100. ^ Sarkar, Jagadish Narayan (1975). Studies In Economic Life In Mughal India. 
  101. ^ Chatterjee, Prasun (2012). "Gender and Travel Writing in India, c. 1650-1700". Social Scientist. 40 (3/4): 59–80. ISSN 0970-0293. 
  102. ^ Gascoigne, Bamber; Gascoigne, Christina (1971). The great Moghuls. Internet Archive. New York, Harper & Row. ISBN 978-0-06-011467-1.