Joesoef Tappi
Joesoef Tappi (1903–1946) adalah seorang pendeta Kristen pribumi dari Toraja, Sulawesi Selatan, yang dikenal karena pengorbanannya sebagai martir dalam mempertahankan iman Kristen selama pendudukan Jepang di Indonesia. Ia merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah perkembangan kekristenan di Toraja dan menjadi simbol keteguhan iman serta pengabdian tanpa pamrih.
Latar Belakang
suntingJoesoef Tappi lahir pada tahun 1903 di Dusun Sawa, Kecamatan Bonggakaradeng, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Ia berasal dari keluarga pemimpin spiritual agama suku di Toraja. Meski lahir dan besar dalam tradisi adat Toraja, keluarganya terbuka terhadap ajaran Kristen yang diperkenalkan oleh misionaris Belanda. Joesoef mendapat pendidikan Kristen melalui Gereja Indischekerk dan Zending Gereformeerde Zendingsbond (GZB), yang saat itu mengelola sekolah-sekolah di Toraja.
Salah satu momen penting dalam kehidupannya adalah pertemuan dengan Antonie Aris van De Loosdrecht, seorang misionaris Kristen pertama di Tana Toraja, pada tahun 1915. Pertemuan ini memberikan dampak besar bagi perkembangan spiritual Joesoef dan menjadi inspirasi dalam pelayanannya sebagai tokoh Kristen di wilayah tersebut.
Perjalanan Karier
suntingJoesoef memulai kariernya sebagai guru injil pada tahun 1923 di Simbuang, sebuah daerah terpencil di Toraja. Selama masa pelayanannya, ia ditempatkan di beberapa lokasi, termasuk Semba, Rembon, dan Pantilang. Kemampuannya memahami adat dan budaya Toraja, termasuk keahliannya dalam bahasa sastra tinggi Toraja (To minaa), menjadikannya tokoh yang efektif dalam menjembatani ajaran kekristenan dengan tradisi lokal.[1]
Pada tahun 1941, Joesoef diurapi menjadi pendeta oleh GZB dan ditempatkan di Resort Makale-Sangalla. Ketika Jepang menduduki Indonesia, para pendeta pribumi mengambil alih pelayanan gereja akibat ditawannya para misionaris Belanda. Dalam situasi sulit tersebut, Joesoef menjadi sekretaris “Koempoelan Pendeta-Pendeta,” sebuah organisasi pendeta pribumi yang melanjutkan tugas misionaris di Toraja.
Pada Januari 1946, Joesoef Tappi dan sekitar 40 orang Kristen lainnya ditangkap oleh tentara Jepang di Mariri, Kabupaten Luwu Utara. Mereka dipaksa meninggalkan iman mereka, tetapi tetap teguh menolak. Pada akhirnya, mereka dieksekusi mati di sebuah bukit dengan cara ditebas menggunakan samurai. Sebelum dieksekusi, Joesoef dan rekan-rekannya menyatakan keyakinan mereka, dengan mengatakan bahwa jiwa mereka telah bersama Kristus.
Jenazah Joesoef dikenali oleh keluarganya dari cincin pernikahannya dan kemudian dimakamkan di kampung halamannya di Sawa, Buakayu. Ia tercatat sebagai pendeta Toraja pertama yang wafat sebagai martir setelah Perang Dunia I
Warisan
suntingKisah Joesoef Tappi menjadi simbol keteguhan iman dan pengabdian. Pengorbanannya tidak sia-sia, karena perkembangan kekristenan di Toraja terus mengalami pertumbuhan pesat. Dari 78 orang yang dibaptis pada tahun 1929, jumlah ini meningkat menjadi 45.000 orang pada tahun 1945. Pada tahun 1947, Gereja Toraja secara resmi didirikan melalui Sidang Sinode Am pertama, menandai keberhasilan misi yang diperjuangkan oleh Joesoef Tappi dan para martir lainnya.
Joesoef Tappi dikenang sebagai tokoh penting dalam sejarah kekristenan di Indonesia, khususnya di Toraja, atas keberanian, dedikasi, dan keteladanannya dalam mempertahankan iman hingga akhir hayat.[3]
Referensi
sunting- ^ Mcclover, Jenda (2020-5-8). "Joesoef Tappi, Martir Pribumi Di Tana Toraja". Validnews.id. Diakses tanggal 2024-12-3.
- ^ "Sang Martir". Validnews.id.
- ^ "PPGT Klasis Buakayu Berziarah ke Makam Pdt. Joesoef Tappi', Pendeta Toraja Pertama yang Mati Sebagai Martir".