Jurnalisme digital

(Dialihkan dari Jurnalisme Digital)

Jurnalisme digital adalah segala bentuk penyajian berita dengan cara memanfaatkan perkembangan teknologi elektronik yang ada. Kata jurnalisme berarti upaya untuk mencari, mengumpulkan dan menyebarkan informasi yang mengandung nilai penting dan berdampak signifikan bagi publik. Sedangkan digital berarti sistem yang terkait penggunaan komputer dan internet. Dengan demikian, jurnalisme digital adalah sebuah metode baru penyajian informasi dan fakta dengan menggunakan bantuan atau perantara teknologi internet. Salah satu contoh dari perwujudan jurnalisme digital adalah bertumbuhnya media berita online, blog atau website seperti Project Multatuli, Tirto.id dan lain-lainnya.

Ikhtisar

sunting

Jurnalisme digital adalah semua bentuk jurnalisme yang menggunakan sumber daya digital. Tidak hanya sumber yang ada di internet saja, melainkan juga di televisi maupun radio digital. Biasanya, penerapan jurnalisme digital ini banyak dilakukan oleh para jurnalis. Jurnalisme digital juga dilihat sebagai sebuah bentuk praktik lama dalam konteks yang baru. Jurnalisme digital juga dapat dipahami dalam penggunaan teknologi digital guna memproduksi konten untuk publik. Misalnya, website, digital audio recorder, dan weblog.[1]

Jurnalisme digital juga memiliki kaitan erat dengan penggunaan media sosial. Media sosial dapat difungsikan sebagai sarana mengumpulkan dan memverifikasi sumber informasi. Gabungan pemanfaatan perangkat keras dan perangkat lunak ternyata bisa berfungsi sebagai sarana untuk menyampaikan informasi dengan bercerita atau story telling.[2] Publikasi jurnalisme melalui media sosial telah menjadi penanda adanya jurnalisme digital. Saat ini, perusahaan media telah bergerak ke arah diseminasi informasi secara multiplatform dengan memanfaatkan internet. Situs multimedia saat ini meliputi berbagai macam format, mulai dari blog, video digital, siniar, dan foto.

Sejarah

sunting

Keterlibatan media komputer dalam dunia jurnalisme dimulai sejak era 1970-1980, yakni masa ketika teknologi sedang berkembang dengan sangat pesat. Metode penyimpanan data serta fitur copy dan paste juga sudah digunakan, yang berdampak pada pemunduran tenggat waktu atau deadline. Proses pencetakan berita dalam format media cetak pun menjadi lebih mudah sehingga memungkinkan produksi secara masif. Hal ini membawa kita pada era 1990-an, di mana teknologi internet mulai dikembangkan. Teknologi nirkabel atau wireless pada notebook (komputer jinjing) pun diciptakan, yang pada akhirnya memudahkan pelaksanaan proses-proses jurnalistik.[butuh rujukan] Pada tanggal 19 Januari 1998, Mark Drudge mempublikasikan kisah perselingkuhan Presiden Amerika Serikat, Bill Clinton, dengan Monica Lewinsky,[butuh rujukan] yang kemudian disebut sebagai tanggal lahir jurnalisme daring, hingga akhirnya berkembang di berbagai negara. Barulah pada tahun 2000-an, muncul situs-situs pribadi yang menampilkan laporan jurnalistik pemiliknya, yang kemudian dikenal sebagai weblog atau blog.[butuh rujukan]

Prinsip-prinsip dasar jurnalisme digital

sunting

Paul Bradshaw menyebutkan bahwa ada lima prinsip dasar jurnalisme digital, yang terdiri dari akronim bahasa Inggris B-A-S-I-C, yakni 'BrevityAdaptabilityScannabilityInteractivityCommunity and Coversation'

  1. Keringkasan (Brevity). Berita dituntut untuk bersifat ringkas guna menyesuaikan kehidupan manusia dan tingkat kesibukannya yang semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan istilah umum komunikasi ‘KISS’, yakni Keep It Short and Simple.
  2. Adaptabilitas atau kemampuan beradaptasi (Adaptabilty). Para jurnalis daring dituntut agar mampu menyesuaikan diri di tengah kebutuhan dan preferensi publik. Dengan adanya kemajuan teknologi, jurnalis dapat menyajikan berita dengan cara membuat berbagai keragaman cara, seperti penyediaan format suara, video, gambar, dan lain-lain dalam suatu berita.
  3. Dapat dipindai (Scannability). Untuk memudahkan audiens, situs-situs berbasis jurnalisme daring hendaknya memiliki sifat dapat dipindai, agar pembaca tidak perlu merasa terpaksa dalam membaca informasi atau berita.
  4. Interaktivitas (Interactivity). Komunikasi dari publik kepada jurnalis dalam jurnalisme daring sangat dimungkinkan dengan adanya akses yang semakin luas. Pemirsa (viewer) dibiarkan untuk menjadi pengguna (user). Hal ini sangat penting karena semakin audiens merasa dirinya dilibatkan, mereka akan merasa semakin dihargai dan senang membaca berita yang ada.[3]
  5. Komunitas dan percakapan (Community and Conversation). Media daring memiliki peran yang lebih besar daripada media cetak atau media konvensional lainnya, yakni sebagai penjaring komunitas. Jurnalis juga harus memberi jawaban atau umpan balik kepada publik sebagai sebuah balasan atas interaksi atau respons yang mereka berikan.[4]

Jenis jurnalisme digital

sunting

Jenis-jenis jurnalisme digital dapat dilihat dari dua domain. Domain pertama adalah rentangan dari situs-situs yang fokus pada editorial content hingga situs-situs yang berbasis konektivitas publik. Domain kedua dilihat berdasarkan tingkatan partisipatoris yang ditawarkan oleh situs berita yang bersangkutan. Adapun empat jenis jurnalisme daring adalah:[5]

  1. Mainstream News Sites. Contoh situs-situs jenis jurnalisme daring ini adalah Detik.com, Astaga.com, juga situs-situs surat kabar media lokal lainnya. Situs semacam ini menawarkan informasi dan isi berita-berita faktual, dengan tingkat komunikasi partisipatoris yang kecil.
  2. Index and Category Sites. Jenis jurnalisme daring ini sering dikaitkan dengan situs-situs search engines. Jenis jurnalisme daring ini menawarkan audiens berbagai pilihan tautan di seluruh World Wide Web. Contohnya adalah situs Google, Altavista , dan Yahoo.
  3. Meta and Comment Sites. Jurnalisme daring jenis ini merupakan situs-situs mengenai media berita dan isu-isu media secara umum, dan kadang-kadang juga dikaitkan atau diasosiasikan sebagai pengawas media.
  4. Share and Discussion Sites. Jenis jurnalisme daring ini melingkupi situs-situs yang memanfaatkan potensi teknologi internet, sebagai wadah dan sarana untuk saling bertukar pikiran, cerita, dan sebagainya. Tingkat partisipatoris audiens jenis jurnalisme daring ini cukup tinggi karena memancing interaksi dari mereka.

Pola jurnalisme digital

sunting

Terdapat beberapa pola yang dapat dilihat dari jurnalisme digital saat ini, yaitu adanya keterlibatan yang interaktif dan kolaboratif antara wartawan dan penulisnya. Disini terlihat adanya kesatuan publikasi sebagai dampak dari multimedia itu sendiri. Dampak tersebut sangat terasa ketika pola penyebaran konten kian meluas dan jangkauan yang lebih global akibat terhubungnya jaringan internet.[6]

Pengecekan fakta dan verifikasi data dapat dilakukan lebih kompleks sejak berkembangnya jurnalisme digital. Banyaknya data yang tersebar dan mampu diolah melalui media digital, sering kali membuat informasi menjadi bias. Akan tetapi, pada prinsipnya, aktivitas pemeriksaan fakta selalu berpegang pada nilai-nilai jurnalisme yang bertujuan memberikan informasi yang akurat kepada masyarakat.[7]

Konsep jurnalisme digital sering kali disamakan dengan jurnalisme online, jurnalisme konvergensi, dan jurnalisme multimedia. Konsep-konsep tersebut merujuk pada pemanfaatan media digital dalam proses produksi, distribusi, dan konsumsi informasi yang bertujuan untuk meningkatkan literasi informasi. Definisi ini lebih menekankan pada peran jurnalisme dalam demokrasi dan bagaimana teknologi digital mendukung dalam hal kinerja redaksi, jurnalis, dan distribusi berita.

Media sosial sebagai jurnalisme digital

sunting

Aktivitas jurnalisme untuk mencari, mengolah dan mengirimkan informasi atau berita sebagai suatu bentuk produk jurnalisme. Kini, masyarakat menyebutnya dengan jurnalisme digital yang merupakan produk jurnalisme yang disebarkan melalui internet ke seluruh penjuru dunia. Selain itu, sejak munculnya jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter, orang-orang yang bekerja sebagai wartawan ataupun suatu media besar telah melakukan tindakan high-wire atau kebutuhan dalam menggunakan media sosial untuk melibatkan audiens dengan cara-cara yang baru dan inovatif; sementara audiens mempunyai kekuatan untuk melakukan pengawasan, memberi komentar, bahkan sebagai pembuat konten

Keuntungan

sunting

Keuntungan jurnalisme daring adalah:[8]

  1. Audience Control. Jurnalisme daring memberikan kesempatan yang lebih luas kepada para audiens untuk terlibat langsung dalam memilih dan mencari berita yang diinginkannya.
  2. Non-Linearity. Informasi-infomasi dalam jurnalisme daring bersifat ‘independen’ atau dapat berdiri sendiri, sehingga audiens tidak perlu membaca urutan atau rangkaian berita lainnya untuk dapat memahami suatu masalah.
  3. Storage and Retrieval. Jurnalisme daring memberikan kemudahan bagi audiens untuk menyimpan dan mengakses kembali informasi-informasi yang ada.
  4. Unlimited Space. Dengan didukung oleh kapasitas internet yang sangat besar, jurnalisme daring dapat menyediakan informasi yang lengkap untuk audiens.
  5. Immediacy. Informasi dalam jurnalisme daring dapat diakses secara langsung oleh audiens tanpa perantara orang ketiga.
  6. Multimedia Capability. Jurnalisme daring memungkinkan tim redaksi untuk menyediakan berbagai bentuk informasi, seperti gambar, video, suara, dan lain-lain.
  7. Interactivity. Jurnalisme daring meningkatkan level interaktivitas antara audiens dengan setiap berita atau informasi yang diakses.

Konsekuensi

sunting

Konsekuensi jurnalisme daring adalah:[butuh rujukan]

  • Ranah mikro: Aspek teknologis dan teknis yang dimiliki internet memungkinkan adanya perubahan konteks informasi atau berita dalam jurnalisme daring. Dengan kata lain, informasi-informasi yang disajikan dalam jurnalisme daring (internet) tidaklah terbatas hanya dengan satu bentuk cara saja, melainkan dengan beberapa macam bentuk cara, seperti gabungan antara gambar, suara, serta grafik. Selain itu, interaktivitas audiens pada jurnalisme daring lebih besar dibandingkan dengan jurnalisme konvensional.
  • Ranah meso: Organisasi-organisasi yang bergerak di bidang media, mulai dipengaruhi oleh teknologi internet. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki teknologi internet menyebabkan organisasi-organisasi tersebut bergeser dari lahan jurnalisme konvensional ke jurnalisme daring. Jurnalisme daring juga membantu wartawan media dalam mencari dan mengumpulkan bahan-bahan berita. Selain itu, terjadi pula desentralisasi atau pembagian kerja di dalam pola kerja yang baru dan berbeda.
  • Ranah makro: Dengan akses-akses dan kemudahan-kemudahan yang disediakan oleh teknologi internet, jurnalisme daring akhirnya menimbulkan sebuah pengaruh di mana informasi bersifat murah untuk dimiliki oleh semua orang / audiens. Semua orang menjadi sangat bergantung pada internet, dan media-media daring mulai mendukung kebutuhan audiens dengan penyediaan informasi yang lengkap dan mudah didapat oleh semua orang. Dengan hadirnya jurnalisme daring, masyarakat dimungkinkan untuk tidak hanya menjadi konsumen berita saja, tetapi juga sebagai produsen atas informasi.

Perubahan praktik jurnalisme pada era digital

sunting

Perkembangan internet yang semakin besar memaksa jurnalisme sebagai sebuah bentuk industri dan profesi mengalami perubahan dan berdampak pada segala aspek. Selain itu, cara kerja dari seorang jurnalis pada era digital ini adalah mencari, mengolah dan menyiarkan berita. Salah satu tantangan terbesar dalam menghadapi jurnalisme digital adalah saat media mulai menuju pada proses konvergensi multiskilling, penyatuan konten jurnalistik ke dalam jurnalisme digital dan juga hubungan antara produsen dan konsumen Selain jurnalis secara profesional, pada era jurnalisme digital ini juga memungkin masyarakat atau warga mempunyai peran sebagai seorang jurnalis. Terdapat dua cara untuk mengumpulkan berita, yaitu:

  1. Curative Journalism : pengumpulan berita yang didapatkan dari sumber lain kemudian diolah dan dikumpulkan menjadi satu tempat
  2. Hyperlocalization Journalism : berita yang dilaporkan berasal dari satu tempat atau daerah tertentu sehingga masyarakat juga dapat menyampaikan suatu berita tertentu, hal ini biasanya juga dikenal sebagai citizen journalism.

Bacaan lebih lanjut

sunting
  • Foust, James C. Online Journalism: Principles and Practices of News for The Web. Arizona, United States: Holcomb Hathaway Publishers. 2005.
  • Abrar, Ana Nadhya. Teknologi Komunikasi: Perspektif Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: LESFI. 2003

Pranala luar

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Kawamoto, Kevin (2003). Digital Journalism: Emerging Media and The Changing Horizons of Journalism. USA: Rowman & Littlefield Publishers, Inc. 
  2. ^ Deuze, Mark (2017). "Considering a Possible Future for Digital Journalism". Mediterranean Journal of Communication. 8 (1): 9–18. 
  3. ^ Bradshaw, Paul (2008-04-15). "BASIC principles of online journalism: I is for Interactivity". Online Journalism Blog (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-02-24. 
  4. ^ Bradshaw, Paul (2008-09-18). "BASIC Principles of Online Journalism: C is for Community & Conversation (pt2: Conversation)". Online Journalism Blog (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-02-24. 
  5. ^ Suciati, Titis Nurwulan; Puspita, Ratna (2019-03-18). "Bukan Hanya Situs Berita: Ikhtisar dan Tren Jurnalisme Online Indonesia". CoverAge: Journal of Strategic Communication (dalam bahasa Inggris). 9 (2): 20–30. doi:10.35814/coverage.v9i2.1123. ISSN 2686-1992. 
  6. ^ Malik., & Shapiro, Asmaa., & Ivor (2017). What’s Digital? What’s Journalism?. New York: The Routledge Companion to Digital Journalism Studies. 
  7. ^ Nurlatifah., & Irwansyah, Mufti., & Irwansyah (2019). "Fact-Checking Journalism sebagai Platform Kolaborasi Human and Machine pada Jurnalisme Digital". Jurnal Komunikasi. 13 (2): 121–134. 
  8. ^ Foust, James C. Online Journalism: Principles and Practices of News for The Web. Arizona, United States: Holcomb Hathaway Publishers. 2005.