Kalender Tengger

salah satu metode penentuan tanggal

Kalender Tengger merupakan turunan Kalender Hindu yang digunakan oleh Suku Tengger di daerah Jawa Timur. Karena itu Kalender Tengger termasuk dalam kalender bulan-matahari dimana satu bulan sama dengan satu bulan sinodis (29 hari matahari 12 jam 44 menit 2,87 detik pada 1 Januari 2000 M) dan satu tahun sama dengan satu tahun tropis (365 hari matahari 5 jam 48 menit 45.19 detik pada 1 Januari 2000 M). Tetapi walaupun Kalender Hindu merupakan kalender astronomis yang berdasarkan pengamatan langit, Kalender Tengger merupakan kalender matematis yang berdasarkan perhitungan angka.

Sebagaimana kalender tradisional Indonesia (e.g. Kalender Jawa Kuno, Kalender Jawa, & Kalender Bali), ada beberapa jenis pekan yang digunakan dalam Kalender Tengger. Pancawara / pasaran (lima hari dalam satu pekan) terdiri dari: Pahing, Pon, Wage, Kliwon, dan Manis. Sadwara / paringkelan (enam hari dalam satu pekan) terdiri dari: Aryang, Wurukung, Paniron, Uwas, Mawulu, dan Tungle. Saptawara / padinan (tujuh hari dalam satu pekan) terdiri dari: Dite, Soma, Anggara, Buda, Respati, Sukra, dan Tumpek. Hastawara / paguron (delapan hari dalam satu pekan) terdiri dari: Sri, Indra, Guru, Soma, Rudra, Brama, Kala, dan Uma. Nawawara / padangon (sembilan hari dalam satu pekan) terdiri dari: Dangu, Janggur, Gigis, Kerangan, Nohan, Kawokan, Wurungan, Tulus, dan Dadi.

Sebagaimana kalender tradisional di Pulau Jawa dan Pulau Bali, Kalender Tengger juga menggunakan faktor wuku dalam pencatatan waktu yang merupakan kombinasi dari pasaran, paringkelan, dan padinan. Nama, urutan, dan sistemnya sama dengan wuku pada kalender lain tersebut.

Tanggal

sunting

Di antara pengguna Kalender Tengger ada dua cara untuk menghitung tanggal dalam satu bulan. Cara pertama adalah dengan mengikuti metode Kalender Hindu yang menentukan ada 30 tithi dalam satu bulan. Satu tithi sama dengan satu hari bulan (23 jam 37 menit 28 detik), yaitu satu bulan sinodis (29 hari matahari 12 jam 44 menit 2,87 detik) dibagi 30 hari bulan. Selisih 22 menit 32 detik antara satu hari bulan (23 jam 37 menit 28 detik) dengan satu hari matahari (24 jam 00 menit 00 detik) akan terkumpul menjadi satu hari matahari setiap 64 hari bulan atau 63 hari matahari. Untuk mengatasi hal ini maka setiap 63 hari matahari (atau sembilan pekan atau sembilan wuku) ada satu tanggal yang dilewati. Hari dengan dua tanggal ini disebut dengan istilah mecak. Cara kedua adalah dengan mengikuti metode Kalender Islam yang menentukan ada 29 hari dalam bulan Kasa, ada 30 hari dalam bulan Karo, dan demikian seterusnya bergantian hingga ada 30 hari dalam bulan Sadha. Dengan kedua cara tersebut maka Kalender Tengger dapat menjaga supaya setiap tanggal 1 adalah fase bulan baru dan setiap tanggal 15 adalah fase bulan purnama. Tanggal 1 – tanggal 15 disebut sebagai penanggal 1 – penanggal 15, yaitu paruh bulan terang (suklapaksa). Sedangkan tanggal 16 – tanggal 30 disebut sebagai panglong 1 – panglong 15, yaitu paruh bulan gelap (krsnapaksa).

Ada 12 bulan dalam satu tahun, yaitu berurutan: Kasa, Karo, Katiga, Kapat, Kalima, Kanem, Kapitu, Kawolu, Kasanga, Kasadasa, Dhesta, dan Sadha.

Tiap tahun memiliki nama sebagaimana hari pasaran: Pahing, Pon, Wage, Kliwon, dan Manis. Selain itu, Kalender Tengger memiliki siklus windu. Windu yang dimaksud bukan sama dengan delapan tahun melainkan delapan siklus wuku (8 x 210 hari) atau lima tahun. Setiap satu windu sekali yaitu setiap Tahun Manis, ada satu bulan yang digandakan sehingga satu tahun terdiri dari 13 bulan (tahun landhung / tahun kabisat). Bulan ganda ini dimaksudkan untuk menjaga supaya Kalender Tengger tetap sesuai dengan kalender matahari. Adapun bulan yang digandakan adalah bulan Karo, Kalima, Dhesta dan selanjutnya setiap windu berulang lagi dengan urutan sama. Masyarakat Tengger memiliki istilah tersendiri untuk menyebut bulan ganda: Kalau bulan Karo yang digandakan, maka bulan Karo yang pertama disebut sebagai bulan Kasa. Kalau bulan Kalima yang digandakan, maka bulan Kalima yang pertama disebut sebagai bulan Kapat. Kalau bulan Dhesta yang digandakan, maka bulan Dhesta yang pertama disebut sebagai bulan Kasadasa. Pada Tahun Manis / tahun kabisat inilah diselenggarakan upacara unan-unan yang bermaksud untuk kembali menyelaraskan alam karena adanya bulan yang dihapus (Kasa, Kapat, atau Kasadasa).

Tarikh

sunting

Sebagaimana umumnya Kalender Hindu dan kalender-kalender turunannya di Indonesia, maka Kalender Tengger juga menggunakan Tarikh Saka yang dimulai pada titik balik musim semi tahun 78 M. Walaupun demikian dalam praktiknya terdapat dua jenis tarikh berbeda dengan selisih tiga tahun, yaitu: Tarikh Malang dan Tarikh Pasuruan. Misalnya untuk tanggal 2 Oktober 1867 M menurut orang Tengger di Malang adalah tanggal 1 Kasa 1793 S sedangkan menurut orang Tengger di Pasuruan adalah tanggal 1 Kasa 1796 S.

Referensi

sunting
  • Ian Proudfoot; Reconstructing the Tengger Calendar. in: Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde (BKI) 163 – 1 (2007): 123-133.
  • Molen, Willem van der; 1983, Javaanse Tekstkritiek: Een overzicht en een nieuwe benadering geillustreerd aan de Kunjarakarna. KITLV. Leiden.
  • Molen, Willem van der & Wiryamartana, Ignatius Kuntara; The Merapi – Merbabu Manuscripts: A Neglected Collection. in: Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, Old Javanese texts and culture 157 (2001), no.: 1, Leiden, 51-64.

Pranala luar

sunting