Kali Kuning, Tulakan, Pacitan
Kalikuning | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Jawa Timur | ||||
Kabupaten | Pacitan | ||||
Kecamatan | Tulakan | ||||
Kode Kemendagri | 35.01.10.2010 | ||||
Luas | 2,051,640 ha | ||||
Jumlah penduduk | 9.154 orang | ||||
Kepadatan | - | ||||
|
KaliKuning adalah sebuah desa di Kecamatan Tulakan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, Indonesia.
Desa Kalikuning merupakan salah satu desa dari 16 desa yang terletak di kecamatan Tulakan, kabupaten Pacitan Jawa Timur. Desa Kalikuning batas wilayahnya yaitu sebelah Desa Kebondalem Kecamatan Arjosari, sebelah Selatan Desa Ketrowonojoyo, sebelah Barat Desa gegeran dan desa Ngasem Kecamatan Arjosari, sebelah timur Desa Ngile, Desa Gasang, Desa Jatigunung di Kecamatan Tulakan.
Jarak ke ibu kota Kecamatan 9 Km, dengan lama tempuh 30 menit, jarak ke ibu kota kabupaten 30 km, dengan lama tempuh 1-2 jam. Tinggi tempat dari permukaan laut 550 mdpl dengan curah hujan 2117 mm. Di sebagian besar wilayah desa Kalikuning merupakan tinggi kering dengan suhu ketika musim kemarau sekitar 34 derajat dan musim kemarau sekitar 22 derajat
Pusat Pemerintahan Desa Pusat desa Kalikuning berada di dusun Krajan yang terletak di wilayah dusun yang paling timur. Sebenarnya secara letak pusat pemerintahan Kalikuning sebenarnya tidak berada di tengah-tengah desa.Letak pusat pemerintahan di sebuah pertigaan pinggir jalan yang salahsatunya menghubungkan ke dusun Bedog, dusun Krajan dan dusun Sono dan jalan yang menghubungkan jalan ke dusun Mloko, Kepek dan Ngambar dan jalan yang menuju pusat kecamatan dan desa tetangga yaitu desa Ketro, Ngile, Kebondalem dan Gasang.
Desa Kalikuning secara admistrasi terbagi 6 dusun yang dipimpin oleh seorang kepala dusun (kasun) yaitu Dusun Krajan, dusun Ngambar, Dusun kepek, dusun Mloko, dusun Bedog dan Dusun Sono. Dalam menjalankan struktur pemerintahan desa Kepala Desa (Kades) dibantu oleh Kepala Urusan (Kaur) Pemerintahan, Kaur Keuangan, Kaur Kesejahteraan Rakyat (Kesra), Kaur Pembangunan dan Kaur Umum. Untuk membantu perangkat desa khususnya Kepala dusun terdapat 2 orang pelaksana tehniks yaitu pelaksana tehniks bagian Caraka dan pelaksana tehniks bagian pertanian dan perkebunan. Wilayah desa terbagi 25 Rukun Warga (RW) dan 62 Rukun Tetangga (RT). Dusun yang menurut luasan adalah dusun Kepek yang paling luas, kemudian dusun Sono, Mloko, Ngambar, bedog dan dusun Krajan.
Telogo sono Telaga Sono juga merupakan image Desa Kalikuning yang terdapat di dusun Sono yang terletak di bagian barat desa. Awalnya telaga ini dulunya sebenarnya telogo Bedog yang berada di dusun Bedog karena para wali dulunya para wali ketika mau membuat membuat (mencetak) telaga di Bedog tapi ketahuan oleh gadis Bedog Supit (gadis yang dihindari para wali karena mengurangi kesaktian) sang sedang menyapu. Wilyah tersebut berada di Bedog tepatnya di sebelah barat rumah kepala dusun (Mbah Sahrun). Sekarang disana bekas telaga yang tidak jadi dibuat teloga terdapat sumber yang besar dan situ ada batu yang sangat besar yang sebenarnya mau di buka oleh para wali. Batunya sampai sekarang masih ada di sekitar sungai. Akhirnya pindah ke Sono sekarang Keberadaan telaga saat itu dipelihara oleh Mbah Jokerjo seorang yang bertinggal di dusun Sono, dia juga hanya makan klepon. Dahulunya airnya mengalir daerah ke timur dan kebarat. Menurut Mbah Sahrun bukit yang sebelah barat hampir semua bukitnya berbatu karena saat membuat telaga ini galian yang berujud batu diletakkan di sebelah barat dan galian yang berujud tanah diletakkan di sebelah timu. Sekarang masyarakat menyebut bukit yang berbatu dengan gunung tipis.
Kependudukan Sebaran Penduduk Sejarah sebaran penduduk desa Kalikuning menurut Mbah Citrobani dari dusun Sono, penyebaran penduduk desa Kalikuning terdiri dari 3 tahap yaitu tahap pertama penduduk di dusun Krajan dan Ngambar yang berasal dari Ketro dan Tulakan, tahap kedua penyebaran menuju dusun Mloko yang dari Krajan dan Bedog yang dari Krajan, tahap ketiga menuju dusun Kepek yang berasal dari dusun Ngambar dan Mloko dan Sono yang berasal dari Bedog dan Mloko. Sekarang penyebaran penduduk selain membentuk keluarga baru masyarakat di dalam dusun sendiri namun juga banyak penduduk pindahan atau menikah dengan orang dari desa tetangga. Dusun kepek misalnya ada sebagian pindahan atau menikah dengan penduduk dari desa Ketro, desa Ngasem, desa Ketepung yang menetap di dusun ini. Sedangkan di dusun Krajan dan Ngambar juga menikah dengan desa Gasang, Ngile, Tulakan. Dusun Bedog juga menikah dengan desa Gasang, dusun Krajan dan dusun Sono. Dusun Mloko menikah dengan penduduk dari Krajan, Ngambar dan Kepek. Dusun Sono menikah dengan penduduk dari desa Kebondalem dan dusun Bedog. Sekarang penduduk jumlah penduduk desa Kalikuning terdapat 2.465 Kepala Keluarga (KK) atau 9.154 orang yang terdiri dari 4.390 laki-laki dan 4.764 perempuan yang tersebar di 6 dusun. Di dusun Krajan sejumlah 1.561 jiwa, dusun Ngambar sejumlah 1.589 jiwa, dusun Mloko sejumlah 959 jiwa, dusun Kepek sejumlah 2.122 jiwa, dusun Bedog sejumlah 1.009 jiwa dan dusun Sono sejumlah 1.914 jiwa. Rata-rata penduduk di setiap rumahtangga terdapat 4-6 jiwa.
Penggunaan Wilayah Luas wilayah desa Kalikuning seluas 2,051,640 ha dengan penggunaan Pemukiman 374,470 ha, Sawah 210,480 ha, Ladang 1,012,508 ha, Hutan rakyat 96,617 ha, Pekarangan 340,795 ha dan bangunan sarana umum 6,450 ha dan jalan desa dan dusun 10,320.
Mata Pencaharian Penduduk Sebagian besar mata pencaharian penduduk adalah petani sawah dan ladang bertanah hujan dan buruh tani dengan pemilikan lahan sekitar 0,1 sampai 0,8 hektare dengan disertai dengan kegiatan beternak sapi dan kambing, sedang yang sebagian kecil adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang rata-rata adalah guru, usaha rumah tangga, perdagangan, jasa pertukangan dan perantau. Perantau biasanya dilakukan laki-laki dengan bekerja di penebangan hutan (mbalak) di daerah Jambi, Dumai, Kalimantan. Sedangkan perempuan meratau tujuan ke Jakarta, Solo dan Surabaya sebagai pembantu rumah tangga. Hampir seluruh penduduknya merupakan suku jawa dan beragama Islam. Menurut Daftar Isian Data Profil Desa Kalikuning yang dikeluarkan desa tahun 2008 jumlah keluarga yang termasuk prasejahtera 795 keluarga, jumlah keluarga sejahtera 1 sejumlah 718 keluarga, jumlah keluarga sejahtera 2 sejumlah 594 keluarga, jumlah keluarga sejahtera 3 sejumlah 355 keluarga. Sedangkan menggunakan istilah lain, terdapat 876 Keluarga Miskin dan menerima Bantuan Langsung Tunai tahun 2008 kemarin sejumlah 797 KK.
Petani Masyarakat desa kalikuning merupakan sebagian besar masyarakatnya adalah petani yang sebagian besar berada di lahan tinggi kering dan bertandah hujan sehingga tergantung pada musim hujan hanya sebagian kecil lahan pertanian yang berada dibagian sumber air tetapi dalam ketika kemarau kecukupan air untuk pertanian tidak mencukupi. Sebagai masyarakat petani seperti yang dituturkan Pak Suwito di dusun Ngambar yang luas sawahnya 0,5 hektare, menghasilkan gabah 25 sak ukuran zak urea dengan beban gabah 50 kg dan perkiraan beras 30 Kg. dengan demikian Pak Suwito memperoleh 6 kuintal beras dalam setiap musim. Pak Suwito mengerjakan sawahnya dengan biaya yang dikeluarkan mencapai Rp.800.000,00. Jumlah tersebut sudah termasuk biaya pupuk pabrik dan upah buruh. Pak Suwito mengeluarkan biaya hidup keluarga adalah listrik Rp.30.000- Rp.40.000 dan kebutuhan arisan serta gotong royong. Pak Suwito memperoleh penghasilan dari kebun kelapa dan ketela. Untuk kebutuhan pangan Pak Suwito sudah tercukupi dengan hasil sawahnya.
Buruh tani Buruh tani biasanya dilakukan oleh masyarakat dan petani ketika musim tanam dan panen telah tiba. Secara bergantian di masyarakat mereka mengerjakan sawah dengan diberikan upah yang bentuknya berbeda. Ada yang berupa gabah sebesar 1 zak atau 2 zak dan ada yang berupa uang sebesar 25 ribu. Ketika masyarakat yang terlibat dari menanam dan memanen upahnya juga lebih besar. Di kalikuning sebagian masyarakatnya menjadi buruh harian di desa tetangga di Ketro dan Gasang. Biasanya ini dilakukan oleh orang-orang yang secara fisik masih kuat baik laki-laki maupun perempuan.
Perantau Walaupun penduduknya sebagian besar petani dan tenaga srabutan. Merantau merupakan salahsatu sumber pendapatan di masyarakat dengan tujuan Jambi sebagai buruh perkebunan dan perhutanan sebagai tulang mbalak (penebang pohon), di Jakarta sebagai buruh pertukangan dan bangunan untuk laki-laki dan perempuan di Solo, Jakarta dan Surabaya sebagai pembantu rumah tangga pelayanan toko. Penduduk yang merantau sebagian besar adalah usia remaja dan laki-laki dewasa. Namun ketika mereka sudah tua akan kembali untuk bercocok tanam dan tinggal di kampung ini. Anak muda memiliki anggapan ke luar desa atau merantau juga sebagai ajang mencari pengalaman dan mengerti daerah di luar desa. Sehingga mereka tidak mempermasalahkan untung dan ruginya secara material. Di dusun Mloko jumlah perantau yang paling banyak dibandingkan dengan dusun yang lain. Sekitar 70 % penduduknya merantau ke luar kota.
Balak Balak adalah sebuah sebutan perantau yang bekerja penebangan hutan oleh sebuah perusahaan kayu di Jambi dan Dumai serta Kalimantan. Pekerjaan ini dilakukan dengan sistem kontrak oleh pencari tenaga kerja di pacitan (syeh). Mayoritas tenaga kerja ini adalah laki-laki usia 20-30 tahun yang memiliki tenaga kuat. Ada yang sebagian kecil perempuan sebagai juru masak. Balak ini sistem kontrak dengan lama waktu yang fariatif ada yang 3 bulan, 6 bulan dan 1 tahun. Balak ini dilakukan di wilayah hutan dengan menebang dan mengangkut kayu untuk dibawa ke perusahaan kayu. Biasanya balak ini dilakukan ketika musim di desa menjelang kemarau karena masyarakat tidak menggarap sawah dan ladang. Sebelum mereka yang balak berangkat biasanya mereka harus ada persetujuan dari keluarga atau istrinya. Setelah ada persetujuan dari keluarga mereka dapat uang dai syeh sbagai uang muka kerja yang ditinggalkan untuk kebutuhan rumah tangganya sekitar 1-1,5 juta rupiah.
Pengrajin genting dan batu bata Membuat genting dan batu bata bukan pekerjaan utama bagi masyarakat. Mereka menganggap pekerja sampingan dan isindental ketika musim kemarau karena menggunakan panas matahari untuk menjemur bahan genting dan batu batu yang belum kering. Menurut Pak Tukimin pembuat genting dari tanah liat di Mloko dia sudah 10 tahunan menjalankan kegiatan ini hanya untuk menambahi kebutuhan ekonomi dan sebagian dipakai sendiri. Rata-rata sehari dia dengan tenaga sendiri mampu membuat genting sekitar 80-150 buah. Bahan membuat genting yang berupah tanah liat dia tidak membeli namun mengambil tanahnya yang berada di wilayah lain sehingga dia menggunakan jasa pengangkutan truk dengan biaya Rp. 50.000 sekali angkut. Karena tidak semua jenis tanah di lingkungannya dapat dibuat genting. Hampir sebulan dia membuat genting kemudian sekitar dengan jumlah 3000-an buah, genting-genting telah siap dibakar dengan tempat berupa tanah yang digali di kebunnya. Harga genting perbuah sekitar Rp. 350. Genting jenis ini biasanya digunakan oleh masyarakat memiliki keuangan yang terbatas dan untuk membuat kandang. Karena sekarang cenderung untuk rumah, masyrakat memilih genting tanah liat press yang dibeli dari kota yang harga sekitar Rp.650-800 per buah.
Pertanian Selain ketela dan padi ada penghasilan bumi yang paling banyak yaitu buah-buahan hampir 35 % seperti durian, pisang, jeruk, kacang, kelapa dan empon-empon sekitar 15 %. Padi disini hanya padi jenis gogo sekitar 17% yang ditanam setahun sekali menjelang musim hujan. Ketela 6 sak per panen setiap satu sak 50 kg yang berkilonya mencapai Rp. 800. Selama 6 bulan sudah panen (dijabel) tanpa dirabuk dengan dipupuk dengan pupuk kandang. Di desa ini juga telah hilangnya lumbung kampung yang berisi padi gogo sejak 20-an tahun padi karena sekarang penyimpanannya di karung plastik. Sekarang penghasilan utama adalah ketela sehingga bisa simpan setahun namun simpan tidak dirumah namun disimpan di ladang. Maksudnya biar tumbuh sampai besar ketika sudah besar tinggal memanennya.
Durian Desa kalikuning juga identik dengan buah durian. Durian di sini merupakan sebuah barang yang sangat berharga karena harta setahun sekali berbuahnya yang mahal dan berbuahnya dan hanya sSetiap tahun sekali panen. Sehingga disini ada juga istilah menggadaikan pohon durian untuk keperluan pinjaman uang. Si pemilik pohon menggadaikan pohon durian kepada orang lain dengan sejumlah uang yang diperlukan dengan perjanjian waktu yang telah disepakati. Ketika peminjaman, pohon durian yang digadaikan ketika berbuah maka buah yang ada akan dimiliki oleh si pemberi pinjaman sebagai buang atau jasa pinjaman. Rata-rata rumah di dusun Molko dan Sono memiliki 2- 20 pohon yang ditanam di sekitar rumah atau di ladang. Harga durian 1 buah rata-rata disini 8 ribu tergantung besar kecilnya. Kalau dijual Buah durian mereka jual ke tengkulak yang datang ke sini. Setiap KK pas panen setiap pohon rata-rata biasa mencapai 100-200 buah. Sedangkan jumlah pohon disini kira-kira ada 150 pohon. Secara matematika sekali panen 40 pohon durian ini merupakan sebuah pohon abadi maksudnya pohon yang sengaja ditanam oleh nenek moyang mereka sampai sekarang masih dapat menunai hasilnya bahkan nanti cucunya. Pohon durian yang dapat dipanen minimal umur 6-8 tahun. Pohon durian mampu hidup puluhan tahun kurang lebih dari 60-100-an tahun.
Ketela Desa ini sekitar 60-70 % penghasilan hasil bumi di masyarakat adalah ketela. Tidak heran di desa ini makanan pokok sebagian besar masih mengonsumsi ketela yang dibuat tiwul untuk sehari-hari namun beras sebagai makanan tambahan semata. Dan beras hanya untuk selingan semata. Pola makan ini sudah menjadi tradisi yang turun temurun di desa ini. Sehingga hal ini menjadikan mereka tidak tergantung dengan beras. Ketela setiap KK ketika panen 6 zak = 25 kg sak = 45.000 – 135.000 dengan melihat kualitas dan jenisnya. Ada keinginan dari pemerintah desa untuk mengangkat ketela ini sebagai makanan lokal dan unggulan. Karena tahun 2010 setiap desa di kabupaten harus memiliki produk atau hasil unggulan. Kepala desa sudah memulai dengan memberikan hidangan ketika ada kunjungan atau acara-acara di desa, ketelah olahan-lah yang disajikan.
Empon-empon Empon-empon banyak dijumpai di kampung ini, misalnya temulawak, kunyit, jahe, kunci dan jahe merah. Jenis empon-empon ini sebenarnya masyarkat disini kurang begitu suka memelihara empon-empon karena sekarang cenderung harganya semakin rendah dipasaran. Masyarakat sendiri sekarang jarang memanfaatkan empon-empon sebagai obat tradisional. Karena mereka cenderung ketika sakit langsung ke dokter. Mereka menanam empon-empon hanya sebatas pengisi lahan yang kosong disela-sela buah-buahan yang mereka tanam. Harga sekarang empon-empon rata-rata dibawah Rp.1.000,00. Hasil empon-empon ini dijual ke pasar pada tengkulak. Masyarakat menjual empon-empon ini biasanya menunggu harganya yang lebih baik sehingga mereka akan memanen jenis empon-empon ini ketika harganya baik.
Pemilikan Wilayah Luasan desa Kalikuning terdiri tanah desa yang berupa bengkok, bangunan, dan jalan seluas 111,207 ha, Lembaga pendidikan swasta 1,256 ha, Pemda Pacitan yang berupa Sekolah Negeri seluas 5,194 ha dan milik perorangan sekitar 1,933,983 ha. Untuk Sertifikasi tanah baru sekitar 80 % dari luasan wilayah yang lain masih berupa tanda kepemilikan atau pipil. Dalam proses jual beli tanah di desa ini juga melibatkan perangkat desa sebagai penguat atau saksi yang dimaksudkan sebagai kekuatan hukumnya. Pihak desa juga mengambil 3 % dari uang jual beli tanah in untuk kas desa. Tanda pemilikan yang berupa pipil biasanya berupa slip Pajak Bumi dan Bangunan (PPB) di sini sebagian sudah dapat menjadi agunan dalam meminjam kredit di lembaga keuangan.
Rumah Bahan rumah awalnya di desa ini terbuat dari tenunan (anyaman atau aluran gedhek bambu) untuk atapnya (payon) alang-alang, dindingnya anyaman bambu (sesek), karena dulu dengan bambu yang dibuat sesek gedek mengetahui ketahui ada orang yang mau mencuri lalu diintip dari bilik bambu. Tradisi membangun rumah biasanya adalah pemberian orang tua yang diberikan kepada anak dengan jalan memberikan bahan rumah misalnya orang tua memberikan kayu dan diteruskan untuk untuk membuat rumah oleh anaknya sehingga tidak semata-mata membangunkan rumah kepada anak seperti sekarang. Hal ini dilakukan agar anak memiliki motivasi untuk melanjutkan dan membuat umpak (fondasi dari batu). Kayu merupakan bahan rumah sampai dengan sekarang tetapi sekarang rata-rata rumah mulai berbahan tembok sekitar tahun 1980-an. Rumah penduduk di luar sarana umum atau asset desa menurut Daftar Isian Data Profil Desa Kalikuning yang dikeluarkan desa tahun 2008 mendasarkan pada dinding yang paling utamanya atau mendominasi, jumlah rumah yang berbahan tembok sejumlah 1.365 rumah, jumlah berbahan kayu 9 rumah dan berbahan bambu 1.091 rumah. Sedangkan rumah yang berlantai keramik 800 rumah, berlantai semen 669 rumah dan berlantai tanah sejumlah 888 rumah.
Pemenuhan air Pemenuhan kebutuhan air di desa ini dengan sumber air, sumur gali dan sungai. Sekarang pemenuhan air bersih setiap musim kemarau menjadi persoalan yang mendasar. Tidak jarang air menimbulkan sebuah perselisihan di masyarakat. Dulu pemenuhan air dari sumber sampai rumah harus ditempuh sekitar 1–5 km dengan medan yang turun naik menyusuri bukit dengan memikul senthing atau derigen. Tidak semua di wilayah desa kalikuning mengalami kekeringan ketika musim kemarau, misalnya sekitar Ngambar bagian utara, Krajan bagian selatan dan Mloko bagian timur serta Bedog bagian tengah. Daerah-daerah ini masih mampu ketercukupan air bersih walau dengan memikul senthing atau derigen yang jaraknya tidak begitu jauh dan debit airnya cukup baik. Sekarang di sebagian wilayah desa Kalikuning daalm pemenuhannya sudah dikelola secara pribadi atau kelompok dengan mengalirkannya baik letak sumber air di atas ataupun dibawah.
Akses jalan Akses atau kondisi jalan di Desa Kalikuning sebagian besar berupa jalan makadam kurang lebih 58 km dan tanah kurang lebih 56 km sebagian kecil sudah beraspal sekitar 12 km. Sehingga dengan jumlah penduduk, luasan wilayah yang sangat luas dan akses jalan yang begitu sulit dikarena medan yang turun dan mendaki ketika musim hujan banyak jalan yang terputus karena jalannya becek sekali. Maka sejak dulu masyarakat dan pemerintah desa berpikir untuk memeratakan pembangunan fisik sarana jalan. Namun hal ini merupakan sebagian salahsatu jalan keluar maka ada usulan dari pemeritahan desa Kalikuning mengusulkan ke Pemerintah Daerah (Pemda) Pacitan melalui Kepala Badan Penelitian, Pengembangan dan Statistik Kabupaten Pacitan untuk pemekaran desa menjadi 3 desa. Pemekaran ini akan mengusulkan dijadikannya desa Kalikuning menjadi 3 Desa yaitu Desa Kalikuning terdiri dari dusun Krajan dan dusun Ngambar,Desa Kalisari terdiri dari dusun Mloko dan dusun Kepek dan Desa Kaliasri terdiri dari dusun Bedog dan dusun Sono.
Pendidikan Jumlah penduduk sebagian besar menamatkan pendidikan SLTA sederajat, sebagian kecil lulusan SD sederajat. Sekarang masyarakat di desa Kalikuning rata-rata sudah cukup banyak yang lulusan S1 sejumlah 120 orang dan yang sedang menempuh S1 sejumlah 33 orang. Rata-rata mereka berkuliah di Pacitan, Jogjakarta, Malang, Surabaya dan Solo dan mengambil jurusan di bangku kuliah adalah keguruan. Sarana pendidikan di desa Kalikuning terdapat pendidikan dari tingkat anak balita sampai tingkat SLTA sederajat. Terdiri dari playgroup sejumlah 6 sekolah, Taman Kanak-Kanak (TK) sejumlah 6 sekolah, Raudhotul Athfal (RA) 2 sekolah, SD sederajat sejumlah 8 sekolah, Ibtidaiyah sejumlah 3 sekolah, SMP sederajat sejumlah 3 sekolah, Tsanawiyah sejumlah 3 sekolah, SMA sederajat 1 sekolah dan Aliyah sejumlah 1 sekolah yang tersebar di 6 dusun di desa Kalikuning.
Jarak sekolah rata-rata sekitar paling jauh dari rumah siswa sekitar 5–6 km atau 45 menit dengan jalan kaki.Penyelenggara sekolah swasta rata-rata dari Yayasan Islam misalnya Muhammadiyah, Hasyim. Selain masyarakat bersekolah di desa sendiri rata-rata mereka juga bersekolah di desa tetangga misalnya SMP Negeri, Tsanawiyah dan Aliyah di Ketro Kecamatan Kebonagung dan Tsanawiyah dan Aliyah di Ngasem kecamatan Arjosari dengan berjalan kaki atau naik sepeda motor.
Kesehatan Kesehatan merupakan sebuah kebutuhan yang penting bagi masyarakat. Di desa kalikuning untuk sarana kesehatan sudah terdapat sebuah Puskesmas Pembantu (Pustu) dengan 1 dokter umum yang scara rutin hadir setiap hari Selasa dan Kamis dan 2 buah Poliklinik Desa (polindes) yang terdapat di dusun sono dan dusun Kepek yang belum maksimal dalam pelayanannya. Di desa Kalikuning hanya ada seorang bidan desa yaitu ibu Nurdiyah, sebelumnya ada 2 orang bidan namun karena tugas dia kembali ke daerahnya di Ngawi. Menurut Ibu Nurdiyah dengan jumlah penduduk sekitar 9000-an orang dan luas wilayah desa, idealnya ada 3-4 orang bidan desa di sini. Penyakit yang sering dialami masyarakat adalah sakit kepala, batuk dan demam untuk merunjuk ke bidan desa. Ketika sakit lebih dari itu biasanya masyarakat merunjuk ke rumah sakit di Pacitan, Surakarta, Ponorogo, dan Jogja. Biaya berobat ke bidan desa berfariatif sekitar Rp.5.000- Rp.20.000.
Untuk masalah kekeringan air di desa ini masyarakat belum pernah merasa sebuah masalah yang besar. Karena hal ini terjadi setiap musim kemarau tiba dan hal itu menjadi sebuah hal yang biasa. Di desa ini juga tidak ada PDAM yang masuk desa ini. Masyarakat di desa ini ketika musim kemarau yang panjang mencari air melalui sumber air di dusun-dusun tetangga. Paling jauh masyarakat menjangkau sumber air dengan jarak sekitar 5–10 km. Debit air berkurang sangat banyak. Sumber air yang biasanya ada di lingkungan kampung ada sekitar 4-7 titik sumber air. Ketika kemarau hanya 1-2 sumber yang masih mengalir airnya. Sedangkan sumur-sumur gali yang dimiliki masyarakat pasti kering tanpa air.
Kegiatan dalam pengurangan risiko bencana alam di desa Kalikuning bersama masyarakat di desa telah dilaksanakan antara lain:
1. Mengembangkan 4 buah instalasi air baru oleh 20 orang di masyarakat. 2. Ada pendidikan kepada pemerintah desa dalam pembangunan sarana air dengan peresmian yang dihadiri oleh perangkat desa yang dikemas dengan kegiatan bersih sendang (BERSIH KALEN) yang merupakan bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan oleh komunitas menjelang musim kemarau dalam menjaga ketersediaan air di sumber air. 3. Terdapat 130 biopori di bangun oleh masyarakat desa sebagai ujicoba untuk fungsi dan peran biopori ini. 4. Biopori yang dibuat masyarakat ini menjadikan alat belajar untuk mengembangkan bentuk-bentuk biopori yang berbasis pada pengetahuan masyarakat. 5. sudah ada upaya dari desa untuk memasukan tentang usaha dalam pemeliharaan sumber daya alam dan air yang berkelanjutan ke sebuah Peraturan desa (PERDES)nomor 8 tahun 2009 tentang pemeliharaan sumber daya alam dan air yang berkelanjutan. 6. Pemeliharaan dan melindungi sumber air dengan berkegiatan menghasilkan penanaman pohon-pohon pelindung air sebanyak 100 pohon yang ditanam di daerah tangkapan air dan sekitar sumber air ketika menjelang musim penghujan.
Untuk lebih lengkap tentang Desa Kalikuning bisa anda klik
((http://www.kalikuningpacitan.multiply.com Diarsipkan 2016-03-05 di Wayback Machine.)) atau on twitter @sulistyo_slo