Kapal induk Jepang Kaga
30°23′N 179°17′W / 30.383°N 179.283°W
Kaga setelah modernisasi.
| |
Tentang kelas | |
---|---|
Operator: | Angkatan Laut Kekaisaran Jepang |
Didahului oleh: | Akagi |
Digantikan oleh: | Ryūjō |
Dibangun: | 1920–1928 |
Beroperasi: | 1928–1942 |
Bertugas: | 1928–1942 |
Selesai: | 1 |
Hilang: | 1 |
Sejarah | |
Kekaisaran Jepang | |
Nama | Kaga |
Asal nama | Provinsi Kaga |
Pembangun | Kawasaki Heavy Industries dan Arsenal Angkatan Laut Yokosuka |
Biaya | ¥53 juta ($36.45 juta)[1] |
Pasang lunas | 19 Juli 1920 |
Diluncurkan | 17 November 1921 |
Selesai | 31 Maret 1928 |
Mulai berlayar | 30 November 1929 |
Reklasifikasi | 21 November 1923 sebagai kapal induk |
Diperbarui | 20 Oktober 1933 – 25 Juni 1935 |
Dicoret | 10 Agustus 1942 |
Nasib | Sengaja ditenggelamkan karena rusak parah akibat serangan udara Amerika di Pertempuran Midway, 4 Juni 1942 |
Ciri-ciri umum (setelah modernisasi) | |
Jenis | Kapal induk |
Berat benaman | 38.200 ton panjang (38.813 t) (standar) |
Panjang | 247,65 m (812 ft 6 in) |
Lebar | 32,5 m (106 ft 8 in) |
Sarat air | 9,48 m (31 ft 1 in) |
Tenaga | 127.400 shp (95.000 kW) |
Pendorong |
|
Kecepatan | 28 knot (52 km/h; 32 mph) |
Daya tahan | 10.000 nmi (19.000 km; 12.000 mi) pada 15 knot (28 km/h; 17 mph) |
Awak kapal | 1.708 orang (setelah rekonstruksi) |
Senjata |
|
Pelindung |
|
Pesawat yang diangkut |
|
Catatan dinas | |
---|---|
Bagian dari: |
|
Operasi: |
Kaga (加賀; Kegembiraan yang meningkat ) adalah sebuah kapal induk yang dibangun dan dimiliki oleh Angkatan Laut Kekaisaran Jepang. Dia dinamai dari Provinsi Kaga yang hari ini merupakan Prefektur Ishikawa.
Konstruksi
suntingPada awalnya, Kaga merupakan kapal ketiga dari serangkaian kapal yang akan dibangun dalam "Program 88" dan direncanakan untuk menjadi salah satu dari dua kapal penjelajah kelas Tosa, pada tanggal 17 November 1921.[4] Namun, sama seperti Akagi, ia terpaksa diubah menjadi kapal induk oleh karena beberapa hal seperti Washington Naval Treaty dan Gempa Bumi Kanto yang menyebabkan Amagi rusak parah dan tak bisa diubah lagi menjadi kapal induk. Pada tanggal 13 Desember 1923, Kaga dipilih untuk menggantikan Amagi namun baru bisa mulai dikonversi pada tahun 1925 dan diresmikan untuk mulai bertugas pertama kalinya pada 31 Maret 1928.[5]
Spesifikasi
suntingKarena kapal perang penjelajah kelas Tosa pada awalnya di desain sebagai penyempurnaan dari kapal tempur kelas Nagato, spesifikasi fisiknya lebih besar daripada Nagato. Namun, panjangnya lebih pendek daripada Akagi dengan alasan untuk mengurangi risiko terkena serangan meriam. Kecepatan maksimalnya pun hanya 28 knot, membuat Kaga dinobatkan sebagai kapal induk paling lamban yang dimiliki oleh Kekaisaran Jepang.
Terlebih lagi, Kaga memiliki masalah lain terkait desain dari tiga lapis dek penerbangannya dan corong asapnya dan membuatnya memiliki julukan sebagai "Mesin Pemanggang Yakitori Untuk Burung Laut".
Untuk memecahkan masalah tersebut, Kaga menjalani remodel besar-besaran yang dimulai pada tahun 1933 dan selesai pada tahun 1935. Setelah remodel itu, Kaga memiliki landasan pacu penerbangan yang lebih panjang dan mengadopsi desain corong asap yang sama dengan Akagi. Lorong-lorongnya diperbesar, kapasitas pesawat tempur dan tangki bahan bakarnya diperbesar juga, sehingga meningkatkan jarak operasionalnya. Berdasarkan spesifikasi remodel pada saat itu, Kaga bisa dikatakan sebagai salah satu kapal induk tercanggih di masanya.
Pra Perang Dunia II
suntingPada tanggal 30 November 1929, satu setengah tahun sejak resmi ditugaskan oleh Jepang, Kaga bergabung ke dalam Armada Gabungan sebagai kapal induk ketiga di dalamnya menyusul Hōshō (1922) dan Akagi (1927).
Kaga menjalani perang pertamanya pada saat terjadinya Insiden Shanghai Pertama, dimana pada tanggal 1 Desember 1931 ia menjadi kapal bendera untuk Divisi Induk ke-1 dengan misi untuk memberikan perlindungan udara dan pengawalan bagi pasukan invasi Jepang. Bersama dengan Houshou, pada tanggal 29 Januari 1932, Kaga berangkat ke perairan Laut Cina Timur untuk menjalankan misi tersebut. Pada masa itu, pesawat pembom B1M3 yang dibawa Kaga dan Hōshō merupakan andalan Jepang dalam konflik tersebut. Dan, oleh karena gencatan senjata pada bulan Maret 1932, Kaga dan Hōshō diperintahkan untuk kembali ke Jepang.
Pada saat itu, doktrin alur pertempuran Jepang mulai dibangun dengan beberapa kali menggunakan data pertempuran Kaga sebagai bahan uji cobanya. Jepang berpendapat bahwa kapal induk harus memprioritaskan serangan ke kapal-kapal perang dengan pesawat torpedo dan bombernya, setelah sebelumnya memastikan terjadinya status superioritas udara saat terjadi kontak dengan armada musuh. Hal ini dipengaruhi oleh gabungan doktrin bahwa "Siapa yang menyerang lebih dahulu akan menang," dan "Yang menguasai udara lebih dahulu, dialah yang akan mengatur jalannya perang."
Saat selesai dimodel-ulang, Kaga kembali bertugas pada 1935 tepatnya sebagai bagian dari Divisi Induk ke-2 untuk menghadapi Perang Sino-Japanese Kedua pada tahun 1937 sampai dengan 1941. Pengalaman para kapal induk Jepang di perang tersebut semakin menguatkan doktrin kapal induk yang dikembangkan oleh Jepang, dengan tambahan pelajaran bahwa betapa pentingnya menekankan kekuatan udara dari angkatan laut di kancah dunia.
Oleh karena itu, pada bulan April 1941, Jepang membentuk Armada Udara Pertama (Kido Butai) yang terdiri dari Divisi Kapal Induk I (Akagi-Kaga), Divisi Induk ke-2 (Sōryū-Hiryū), dan Divisi Kapal Induk V (Shoukaku-Zuikaku). Inti dari strategi yang dipakai armada ini adalah sebagai berikut. Daripada menyerang armada musuh dengan prinsip kemandirian dari masing-masing kapal induk untuk bertindak, akan lebih baik jika semua kapal induk melepaskan bala tentara pesawatnya dalam waktu bersamaan. Dengan begitu kekuatan udaranya akan terasa lebih masif dan memiliki kekuatan untuk menembus pertahanan udara musuh dengan mudah dan melancarkan serangan ke kapal induk musuh untuk memaksa pesawat-pesawat musuh untuk melindungi kapal induknya sendiri daripada menyerang armada kapal induk Jepang.
Namun, strategi yang menempatkan keenam kapal induk utama ini berdekatan satu sama lain seperti ini juga akan membuat mereka rentan menjadi bulan-bulanan musuh jika kekuatan udaranya kalah. Maka, dirancanglah formasi yang mirip persegi sama sisi, dimana jarak antar kapal induk yang ada adalah sama lebarnya satu sama lain. Kemudian juga ditunjuklah beberapa kapal perusak untuk menjadi kapal pengawal mereka, dalam hal ini Akebono dan Ushio menjadi pengawal Akagi dan Kaga pada saat itu.
Perang Dunia II
suntingPada bulan November 1941, Kaga bersama dengan para kapal induk di Kido Butai mulai menjalankan operasi penyerangan ke Pearl Harbor. Mereka semua berkumpul di Pantai Hitokappu pada 19 November 1941, dan berangkat dari sana ada 26 November 1941. Untuk operasi tersebut, Kaga membawa 18 unit pesawat fighter Mitsubishi A6M Zero, 27 unit pesawat torpedo Nakajima B5N, dan 27 unit pesawat pembom Aichi D3Al; ditambah dengan 3 unit cadangan untuk masing-masing jenis pesawat.
Pesawat-pesawat yang diluncurkan oleh Kaga mengklaim berhasil menyerang 6 kapal perang Amerika (tidak sampai tenggelam), 1 pangkalan udara Amerika, 1 pesawat tempur di udara dan 20 pesawat tempur di darat. Sementara itu, Kaga kehilangan 5 pesawat torpedo, 4 pesawat fighter, dan 6 pesawat pembom dan korban jiwa sebanyak 31 orang. Sebuah ironi ketika kapal induk yang memiliki spesifikasi superior justru memberikan hasil yang paling mengecewakan daripada kelima kapal induk lainnya.
Pada bulan Januari 1942, Kaga berpartisipasi dalam misi pemboman dan perlindungan udara pada operasi invasi ke Rabaul di Kepulauan Bismarck. Namun pada tanggal 9 February, Kaga menabrak sekumpulan karang laut di Palau dan menyebabkan kecepatannya turun lagi menjadi 18 knot. Setelah menjalani perbaikan sementara, Kaga (bersama-sama dengan Akagi, Sōryū, dan Hiryū) menuju ke Laut Timor dimana pada tanggal 19 Februari 1942 ia menyerang Port Darwin, Australia dari titik 190 km ke arah tenggara dari bagian paling timur Pulau Timor. Dalam serangan kejutan itu, 8 kapal berhasil ditenggelamkan, 14 kapal rusak parah, dan Kaga hanya kehilangan 1 pesawat torpedo.
Pada tanggal 5 Maret 1942, Kaga dari arah perairan Australia membantu dalam proses invasi pulau Jawa dimana ia mengerahkan 27 pesawat pembom B5N dan 9 pesawat fighter Zero ke Cilacap, Jawa Barat dan menenggelamkan 8 kapal dagang Belanda serta menyerang belasan unit depot serangan anti udara dan sebuah gudang senjata, tanpa kehilangan satu pesawat pun. Serangan Kaga tersebut sekaligus menutup semua opsi pasukan Belanda untuk melarikan diri ke Australia, dan membuat Belanda menyerah pada Jepang pada bulan itu juga. Dengan demikian, Hindia Belanda (Indonesia) jatuh ke tangan Kekaisaran Jepang.
Namun, Kaga tidak bisa berpartisipasi di penyerangan Samudera Hindia (India) pada bulan Aprilnya karena kerusakan yang ia alami bulan Februari lalu di Palau. Kaga pulang ke Jepang dan diperbaiki di Sasebo sampai dengan tanggal 4 Mei 1942. Pada masa ini, Admiral Yamamoto khawatir dengan adanya serangan kapal induk Amerika di Kepulauan Marshall dan Lae-Salamaua. Oleh karena itu, Yamamoto berencana untuk menginvasi Pulau Midway dengan tujuan untuk menarik keluar pasukan kapal induk Amerika. Misi tersebut akan dinamakan sebagai Operasi MI, yang sekaligus akan menjadi pertempuran terakhir Kaga dan ketiga kapal induk lainnya.
Tanpa disadari oleh pihak Jepang, Angkatan Laut Amerika telah berhasil memecahkan kode sinyal intelejen dari Operasi MI dan merencanakan penyergapan dengan tiga kapal induknya yang ditempatkan di bagian Timur Laut Midway. Ditambah dengan kesalahan strategi Admiral Nagumo yang tetap memprioritaskan persiapan pesawat-pesawat di keempat kapal induk dengan torpedo, alih-alih menggunakan bomber ketika mengetahui bahwa ketiga kapal induk Amerika mulai bergerak, takdir keempat kapal induk Kido Butai pun terkunci.
Pada pukul 07:22 JST, serangan ke Kaga dimulai. Semua pesawat Amerika memprioritaskan serangan mereka ke arah Kaga, dan ia terkena 4 bom yang menghasilkan ledakan di gudang senjata serta tangki bahan bakar dan menyebabkan kebakaran yang tak dapat dikendalikan. Setelah itu, Sōryū dan Akagi juga diserang, dan terakhir adalah Hiryū yang masih sempat berjuang sampai saat terakhir karena strategi terpisah yang diterapkan Admiral Tamon Yamaguchi.
Dalam tragedi itu, dikatakan bahwa Kaga yang menderita kerusakan dan korban jiwa paling tinggi. Kurang lebih kru yang tercatat tewas bersama dengan Kaga adalah 811 jiwa, kebanyakan merupakan mekanik pesawat dan persenjataan yang berada di hangar dek penerbangan serta teknisi kapal. Banyak diantara mereka terjebak di bawah tungku pemanas dan ruang mesin oleh karena kebakaran besar yang terjadi di dek penerbangan di atas mereka. 21 aviator juga tewas dalam prosesnya.
Karena tidak dapat memadamkan kebakarannya, para kru Kaga yang selamat ditampung oleh kapal perusak Hagikaze dan Maikaze antara pukul 14:00 dan 17:00 JST. Sekitar pukul 19:25, Kaga ditenggelamkan oleh torpedo dari Hagikaze, Nowaki, dan Makigumo. Letnan Muda Takeshi Maeda, seorang pilot B5N dari Kaga yang diselamatkan oleh, mendeskripsikan adegan tersebut demikian:
Para rekanku menarikku naik ke dek kapal agar aku bisa melihat sendiri saat-saat terakhir kapal induk kami yang tercinta. Walau pun sekujur tubuhku merasa sakit karena luka dimana-mana, air mataku mulai mengalir turun ke pipiku, dan semuanya di sekitarku juga menangis. Itu adalah pemandangan yang sangat menyedihkan. Kami gagal melindungi kapal tercinta kami yang selalu menjadi rumah bagi kami untuk pulang.
Tenggelamnya Kaga beserta tiga kapal induk lainnya di Midway, dan juga pesawat-pesawat terbaik dan pilot-pilot veteran yang berpengalaman, merupakan kekalahan strategis bagi Jepang dan akan berdampak besar untuk kekalahan Jepang di masa depan.
Catatan kaki
suntingReferensi
sunting- Bōeichō Bōei Kenshūjo (1967), Senshi Sōsho Hawai Sakusen. Tokyo: Asagumo Shimbunsha.
- Brown, David (1977). Aircraft Carriers. New York: Arco Publishing Company. ISBN 0-668-04164-1.
- Campbell, John (1985). Naval Weapons of World War Two. Annapolis, Maryland: Naval Institute Press. ISBN 0-87021-459-4.
- Cressman, Robert J.; Steve Ewing; Barrett Tillman; Mark Horan; Clark G. Reynolds; Stan Cohen (1990). A Glorious Page in our History: The Battle of Midway 4–6 June 1942. Missoula, Montana: Pictorial Histories Publishing Company, Inc. ISBN 978-0-929521-40-4.
- Evans, David C. (Editor); Mitsuo Fuchida (1986). The Japanese Navy in World War II: In the Words of Former Japanese Naval Officers (edisi ke-2nd). Annapolis, Maryland: Naval Institute Press. ISBN 0-87021-316-4.
- Fuchida, Mitsuo; Masatake Okumiya (1955). Midway: The Battle That Doomed Japan, The Japanese Navy's Story. Annapolis, Maryland: United States Naval Institute. OCLC 607018642.
- Gardiner, Robert; Gray, Randal, ed. (1984). Conway's All the World's Fighting Ships: 1906–1922. Annapolis, Maryland: Naval Institute Press. ISBN 0-85177-245-5.
- Gill, G. Hermon (1957). Volume I – Royal Australian Navy, 1939–1942 (1st edition). Australia in the War of 1939–1945, Series 2: Navy. Canberra: Australian War Memorial. Diarsipkan dari versi asli tanggal 25 May 2009.
- King, Dan (2012). The Last Zero Fighter, Firsthand Accounts from WWII Japanese Fighter Pilots. California: Pacific Press. ISBN 978-1-4681-7880-7.
- Goldstein, Donald M.; Dillon, Katherine V., ed. (2004). The Pacific War Papers: Japanese Documents of World War II. Dulles, Virginia: Potomac Books. ISBN 1-57488-632-0.
- Hata, Ikuhiko; Izawa, Yasuho (1989) [1975]. Japanese Naval Aces and Fighter Units in World War II. Translated by Don Cyril Gorham. Annapolis, Maryland: Naval Institute Press. ISBN 0-87021-315-6.
- Howarth, Stephen (1983). The Fighting Ships of the Rising Sun: The Drama of the Imperial Japanese Navy 1895–1945. Fairfield, Pennsylvania: Fairfield Graphics. ISBN 0-689-11402-8.
- Ireland, Bernard (2007). Aircraft Carriers of the World. London: Southwater. ISBN 978-1-84476-363-4.
- Jentschura, Hansgeorg; Jung, Dieter; Mickel, Peter (1977). Warships of the Imperial Japanese Navy, 1869–1945. Annapolis, Maryland: United States Naval Institute. ISBN 0-87021-893-X.
- Lengerer, Hans (1982). "Akagi". Dalam Roberts, John. Warship VI. London: Conway Maritime Press. ISBN 0-87021-981-2.
- Lundstrom, John B. (2005). The First Team: Pacific Naval Air Combat from Pearl Harbor to Midway (edisi ke-New). Annapolis, Maryland: Naval Institute Press. ISBN 0-87021-189-7.
- Parshall, Jonathan; Tully, Anthony (2005). Shattered Sword: The Untold Story of the Battle of Midway. Dulles, Virginia: Potomac Books. ISBN 1-57488-923-0.
- Peattie, Mark (2001). Sunburst: The Rise of Japanese Naval Air Power 1909–1941. Annapolis, Maryland: Naval Institute Press. ISBN 1-55750-432-6.
- Sakaida, Henry (2002). Aces of the Rising Sun, 1937–1945. Oxford: Osprey Publishing. ISBN 1-84176-618-6.
- Stille, Mark (2007). USN Carriers vs IJN Carriers: The Pacific 1942. Oxford: Osprey Publishing. ISBN 978-1-84603-248-6.
- Toland, John (2003) [1970]. The Rising Sun: The Decline and Fall of the Japanese Empire, 1936–1945. New York: The Modern Library. ISBN 0-8129-6858-1.
- Tully, Anthony P. (2000). "IJN Kaga: Tabular Record of Movement". Kido Butai. Combinedfleet.com. Diakses tanggal 15 June 2010.
- Nauticos LLC (1999). "IJN Carrier Wreckage- Identification Analysis". nauticos.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 August 2013. Diakses tanggal 6 June 2013.
- Werneth, Ron (2008). Beyond Pearl Harbor: The Untold Stories of Japan's Naval Airmen. Atglen, Pennsylvania: Schiffer Military History. ISBN 978-0-7643-2932-6.
- Willmott, H. P. (1983). The Barrier and the Javelin: Japanese and Allied Pacific Strategies, February to June 1942. Annapolis, Maryland: Naval Institute Press. ISBN 978-1-59114-949-1.
- Zimm, Alan D. (2011). Attack on Pearl Harbor: Strategy, Combat, Myths, Deceptions. Havertown, Pennsylvania: Casemate Publishers. ISBN 978-1-61200-010-7.