Karangsari, Leuwigoong, Garut

desa di Kecamatan Leuwigoong, Kabupaten Garut, Jawa Barat

Karangsari adalah desa di kecamatan Leuwigoong, Garut, Jawa Barat, Indonesia.Kepala Desa karangsari Periode 2016-2021 adalah bapak Ade Lukman, SP.n.Ro

Karangsari
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Barat
KabupatenGarut
KecamatanLeuwigoong
Kode Kemendagri32.05.11.2008 Edit nilai pada Wikidata
Luas-
Jumlah penduduk-
Kepadatan-
Peta
PetaKoordinat: 7°5′53.81″S 107°55′59.52″E / 7.0982806°S 107.9332000°E / -7.0982806; 107.9332000


Desa karangsari terdiri dari 11 Rw dan 27 RT dan dibagi ke dalam 3 dusun

Sejarah Desa

Sejarah Desa Karangsari tidak terlepas dari dua Kerajaan besar ditanah jawa yaitu Kerajaan Mataram dan Kerajaan Pajajaran. Diawali oleh cara Kerajaan Mataram untuk memperluas daerah kekuasaannya yaitu dengan menikahkan Puteri dari Mataram dengan Putera Bupati dari daerah di sekitar Mataram sehingga menjadikan kabupaten tersebut menjadi daerah kekuasaan Mataram atau dengan cara sebaliknya yaitu dengan menikahnya Raja Mataram dengan Puteri Bupati dari daerah lain.Dengan cara seperti itu membuat daerah kekuasaan Mataram makin meluas.

Suatu hari raja Mataram mengadakan perjalanan jauh dari istana. Di suatu desa dia bertemu dengan seorang gadis yang cantik,dan Sang Raja ingin mempersunting gadis tersebut dan memboyongnya ke istana. Ketika Sang Raja mengutarakan hal tersebut kepada orang tua Sang gadis maka dengan senang hati orang tua Sang gadis menyetujuinya,dan Sang gadis pun diboyong ke istana untuk dinikahi oleh Sang Raja.

Sebelum pemikahan dilangsungkan maka Sang gadis yang sekarang sudah menjadi Puteri keraton di beri tempat menginap di kaputren lengkap bersama dengan emban dan pelayan.Hari demi hari dilalui oleh Sang Puteri dan kehidupan di keraton yang serba mewah sama sekali tidak dinikmatinya. Sehari-hari Sang Puteri lebih banyak melamun dan menyendiri. Di kaputren ada seorang emban yang secara diam-diam memperhatikan tingkah laku Sang Puteri. Dengan cara yang Sangat lemah lembut si emban menanyakan perihal alasan Sang Puteri selalu bersedih hati, dengan berat hati akhirnya Sang Puteri menceritakan kalau sebenarnya dia telah bertunangan dengan seorang anak Bupati Madiun yang bernama Raden Wijaya. Selama berada di istana Sang Puteri tidak bisa menghilangkan kerinduannya terhadap tunangannya tersebut.

Karena si emban sudah merasa dekat dan kasihan terhadap Sang Puteri akhirnya si emban menyanggupi untuk mempertemukan Sang Puteri dengan Raden Wijaya secara sembunyi-sembunyi. Dengan perantara si emban akhirnya Sang Puteri bisa bertemu dengan Raden Wrjaya tunangannya. Setelah pertemuan tersebut mereka berdua berjanji untuk selalu bersama. Hingga setelah pertemuan tersebut Sang Puteri dan Raden Wijaya melarikan diridari istana.

Setelah Raden Wijaya bersama Sang Puterijauh dari istana maka Raja baru menyadari kalau Sang Puteri sudah tidak ada di istana. Raja memerintahkan pasukan untuk mencari Sang Puteri dan Raden Wijaya sampai ke pelosok Kerajaan bahkan sampai ke Kerajaan tetangga.

Raden Wijaya dan Puteri melarikan diri kearah barat dari istana Mataram. Berhari-hari mereka menghindari kejaran dari pasukan Mataram tanpa tahu tempat yang akan mereka tuju, karena mereka tidak mungkin kembali ketempat asal Sang Puteri dan mereka juga tidak mungkin kembali ke Madiun untuk bertemu keluarga Raden Wijaya.

Pada suatu hari mereka tiba di pinggir sebuah sungai yang besar yaitu sungai Cipamali ( berada di daerah tasik sekarang ). Sungai itu begitu besar dan aliran airnya Sangat deras, sehingga mereka berdua kesulitan untuk menyeberanginya, sedangkan di belakang mereka pasukan Mataram makin mendekat. Ditengah kebingungan itu mereka melihat ada seekor rusa yang terjerat oleh semak belukar dan tanaman rambat. Karena merasa kasihan maka mereka berdua melepaskan rusa tersebut dari semak belukar yang menjeratnya. Ketika rusa tersebut berhasil lepas dari jeratan semak belukar tidak jauh dari sana terlihat sebuah gua yang tertutup oleh semak belukar dan sarang laba-laba. Mereka berdua pun bersembunyi di gua tersebut dan dengan izin Allah gua tersebut tertutup kembali oleh semak belukar dan sarang laba-laba.

Pasukan Mataram tiba dipinggir sungai Cipamali dan mereka merasa kebingungan karena tidak mungkin Raden Wijaya bisa menyeberangi sungai yang begitu besar dan aliran aimya begitu deras, lalu mereka memeriksa di sekitar aliran sungai Cipamali itu,mudah-mudahan mereka menemukan jejak Raden Wijaya dan Sang Puteri tapi mereka tidak menemukan apapun. Akhirnya mereka memutuskan untuk meninggalkan sungai Cipamali dan menyisir kembali daerah yang telah mereka lalui, mudah-mudahan Raden Wrjaya bersembunyi di salah satu desa yang telah mereka lalui. Dan mereka pun meninggalkan sungai Cipamali.

Setelah semua pasukan Mataram pergijauh, Raden Wijaya dan Puteri keluar dari persembunyian dan mereka bingung karena tidak tahu harus melanjutkan perjalanan kearah mana. Ditengah kebingungan itu di kejauhan terlihat seekor kerbau yang berwarna putih dan memiliki tanduk yang tergolek ke samping ( dalam bahasa sunda di sebut munding bule dongkol ) yang sedang merumput. Lalu mereka berdua mendekati kerbau tersebut, akan tetapi kerbau tersebut tidak merasa takut malah seakan menyuruh Raden Wijaya dan Puteri untuk mengikuti langkahnya. Perlahan kerbau tersebut berjalan kearah hilir dari sungai Cipamali dan kedua insan tersebut mengikuti arah langkah si kerbau. Sampai disuatu tempat mereka menemukan aliran sungaiyang dangkal dan kerbau itu pun menyeberangi sungai.

Raden Wijaya dan Puteri seakan ragu untuk mengikuti langkah si kerbau menyeberangi sungai tapi di seberang sungai si kerbau seakan menunggu Raden Wijaya untuk menyeberang, kemudian Raden Wijaya memberanikan diri untuk menyeberangi sungai Cipamali di ikuti sang puteri. Setibanya Raden Wijaya dan Puteri di seberang maka si kerbau kembali melangkahkan kakinya masuk ke dalam hutan dan diikuti oleh Raden Wijaya dan Puteri.

Tiba disuatu tempat di dalam hutan Raden Wijaya dan Puteri kehilangan jejak si kerbau, mereka kembali tidak bisa meneruskan perjalanan karena sama sekali tidak mengetahuijalan di hutan itu. Samar-samar dari kejauhan mereka mendengar ayam yang berkokok Sangat nyaring, mereka pun bergegas menuju ke asal suara tersebut dan mereka menemukan sebuah kampung kecil yang bernama kampung tarik kolot, penduduk kampung itu sendiri merupakan warga Kerajaan pajajaran yang berusaha untuk menemukan tempat yang baru.

Di kampung tarik kolot itulah Raden Wijaya dan Sang Puteri diterima dengan baik, dan di kampung tarik kolot inilah mereka menikah dengan disaksikan oleh seluruh penduduk kampung tarik kolot. Sebagai rasa suka cita masyarakat tarik kolot atas pemikahan itu maka Raden Wijaya diberi hadiah lahan untuk mendirikan rumah di manapun yang Raden Wijaya pilih. Raden Wrjaya mengitari daerah di sekitar tarik kolot untuk mencari tempat yang cocok untuk mendirikan rumah. Akhirnya langkah dia terhenti di depan sebuah pohon beringin besar yang sudah berlumut dan akar udaranya berjuntai sampai ketanah ( dalam bahasa sunda disebut kiara baok ). Disamping pohon beringin tersebut terdapat sumber air yang bisa menjadi sumber kehidupan bagi mereka berdua.

Raden W'rjaya akhimya mendirikan rumah di dekat pohon beringin tersebut dan tempat inilah yang diyakini sebagai tempat awal berdirinya Desa Karangsari. Setelah Raden Wijaya membangun rumah di sana maka berangsur-angsur diikuti oleh masyarakat yang lain dan akhirnya menjadi sebuah desa dengan nama desa kiara baok, karena wibawa dan kebaikan Raden Wijaya tersebar dari mulut ke mulut dan akhirnya nama desa kiara baok terkenal karena tempatnya yang subur dan memiliki pemimpin yang arif dan bijaksana sehingga banyak yang ingin menetap di desa kiara baok. Kepemimpinan Raden Wjaya memang di wariskan dari orang tuanya yang menjadi Bupati Madiun, sehingga dia memimpin desa kiara baok yang kian lama kian bekembang.

Dari pemikahan Raden Wijaya dan Puteri maka terlahirlah dua orang putera yang Sangat berbakti yaitu :

1. Raden Candraprana

2. Raden lmam

Dalam sejarah disebutkan bahwa Raden Candraprana menikah dengan Raden Ayu Sumaentang yang merupakan anak dari Bupati Bandung, dan Raden lmam menikah dengan Puteri Timbanganten dari limbangan. Dari kedua putera Raden Wjaya inilah telah lahir tokoh-tokoh masyarakat yangdikenal bukan hanya di daerah Garut tapijuga untuk daerah di luar kabupaten Garut. Adapun kedua putera Raden Wijaya ini memiliki keahlian yang berbeda, untuk Raden Candraprana dia lebih cenderung menguasai bidang politik dan tata pemerintahan sedangkan Raden lmam lebih cenderung memiliki kemampuan dalam penguasaan bidang agama.

NAMA KIARA BAOK MENJADI KARANGSARI

Pada tahun 1895 ketika itu yang memangku jabatan kuwu atau kepala desa kiarabaok adalah Raden Abdulah Sobandi,di tingkat kewedanaan dan di tingkat kabupaten nama kiara baok selalu menjadi guyonan. Untuk menghilangkan guyonan tersebut maka atas prakarsa Raden Abdullah Sobandi maka nama kiara baok diubah menjadi kiara sari dan pada akhimya menjadi karangsari dengan harapan semoga desa ini menjadi desa yang indah ( dalam bahasa sunda disebut desa anunyari) Raden Abdulah Sobandi sendiri merupakan salah satu Kepala Desa yang Sangat beryeran dalam perubahan tatanan Desa Karangsari dari desa yang tradisional menjadi desa yang maju,oleh karena itu dia juga dikenal dengan sebutan lurah bintang.

TOKOH YANG PERNAH MENJABAT MENJADI KEPALA DESA KARANGSARI

1. Rd. Abdulah Sobandi ( 1895 - )

2. M. Eyib

3. Mama Runawijaya

4. Rd. Palawira

5. Rd. Oto Kartawijaya

6. Bpk Ruhiyat

7. Rd. Eman Sulaeman

8. Bpk. lding lskandar ( 1960 - 1964 ) Kepala Desa Definitif

9. Bpk. Ejang Rohendi ( 1964 - 1965 )

10. Bpk. Maskin ( 1965 - 1968 ) pejabat sementara

1 1. Bpk. Aceng Hadin ( 1968 - 1980 ) Kepala Desa Definitif

12. Bpk. M. Olib ( 1980 - 1982 ) pejabat sementara

13. Bpk. Eutik Lukman ( 1982 - 1990 ) Kepala Desa Definitif

14. Bpk. Endang Wahyudin ( 1990 - 1991 ) pejabat sementara

1 5. Bpk. Baya Sunarya ( 1991 - 1998 ) Kepala Desa Definitif

16. Bpk. Mimin Sudarmin ( 1998 - 1999 ) pejabat sementara

17. Bpk. Endang Wahyudin ( 1999 - 2000) pejabat sementara

18. Bpk. Ase Rusbandi ( 2000 - 2008 ) Kepala Desa Definitif

19. Bpk. Hendi Rohendi Partamihafla ( 2008 - 2014 ) Kepala Desa Definitif

20. Bpk. Wawan Gunawan ( 2014 – 2015 ) Pejabat sementara

21. Bpk. Cepi Umarsidan ( 2015 – 2016 ) Kepala Desa Depinitif

22. Bpk. Wawan Gunawan ( 2016– 2016 ) pejabat sementara

23. Bpk. Ade Lukman, SP.n. Ro ( 2016 – Sekarang ) Kepala Desa Depinitif