Karasahr atau Karashar atau Karashahr (Hanzi: 焉耆; Pinyin: Yānqí; Wade–Giles: Yen-ch’i; bahasa Tokharia: Ārśi (atau Arshi), Sanskerta: अग्निदेश , Agnideśa) adalah sebuah kota kuno di Jalur Sutra serta merupkana ibu kot dari Kabupaten Otonom Hui Yanqi di Prefektur Otonom Mongol Bayin'gholin di Xinjiang, China.

Karasahr
Yanqi; Ārśi; Agnideśa;
Kota
Masjiid di pusat kota Karasahr.
Masjiid di pusat kota Karasahr.
Negara China
ProvinsiXinjiang
PrefekturPrefektur Otonom Mongol Bayin'gholin
KabupatenKabupaten Otonom Hui Yanqi
Populasi
 (2000)
29.000

Berdsasarkan sensus penduduk tahun 2000 terdapat 29,000 jiwa yang berdomisili di Karasahr.[1] Angka tersebut tumbuh menjadi 31.773 jiwa pada tahun 2006 dengan 16.032 jiwa penduduk berasal dari etnis Han, 7.781 jiwa dari etnis Hui, 7.154 etnis Uighur, 628 orang Mongol, dan 178 orang berasal dari etnis lainnya.

Karasahr memiliki jaringan transportasi yang baik dari lokasinya di sepanjang Sungai Kaidu yang dikenal di masa lampau sebagai "Liusha". Jalan Raya 314 dan jalur kereta api Xinjiang Selatan juga melewati kota ini sebagai pusat kegiatan ekonomi lokal. Karasahr memiliki 10 komunitas administratif.[1] Kota Karasahr modern terletak sekitar 24 kilometer (15 mi) di sebelah barat Danau Bosten yang merupakan salah satu danau terbesar di Xinjiang.

Peta dari abad ke-17 pada gambar menunjukkan Cialis (Karashar) sebagai salah satu kota di rangkaian antara Hiarcan dan Sucieu

.

Sejarah

sunting

Penduduk awal yang menghuni wilayah Karasahr adalah masyarakat Indo-Eropa yang menyebut diri mereka serta Karasahr sebagai Ārśi (diucapkan Arshi). Bahasa mereka yang peninggalannya ditemukan pada abad ke-20 disebut sebagai "Tokharia A", yang merupakan sebuah kesalahan penamaan karena terdapatnya asumsi mengenai hubungan masyarakat di Karasahr dengan Tokharoi di Baktria. Kota Karasahr dan penduduknya juga diketahui dengan nama Agni, yang dapat merupakan eksonim dari kata untuk "api" dalam sebuah bahasa Indo-Iran. Pada abad ke-7, biksu Buddha Xuanzang menerjemahkan Agni ke bahasa Tionghoa menjadi O-ki-ni.[2]

Ārśi berbatasan dengan wilayah budaya Tokharia seperti Kuča (atau Kucha) dan Gumo (Aksu) di sebelah barat, Turfan (Turpan) di sebelah timur dan Loulan (Krorän /Korla) di sebelah selatan.

Sumber-sumber dari masa Dinasti Han menggambarkan Yanqi (Ārśi/Agni) sebagai sebuah kerajaan yang relatif besar dan memiliki peran penting di wilayahnya. Menurut Buku Han, berbagai negara di "Wilayah Barat" termasuk Yanqi dikendalikan oleh bangsa nomaden Xiongnu, namun kemudian masuk di bawah pengaruh Dinasti Han setelah Han menunjukkan kekuatan militernya di Dayuan (Fergana) pada akhir abad ke-2 SM.[3]

Sejak abad pertama SM, banyak masyarakat di wilayah Cekungan Tarim termasuk Ārśi mulai menganut agama Buddha serta dengan demikian mendapatkan pengaru bahasa dari India. Kota Ārśi menjadi dikenal sebagai Agnideśa (अग्निदेश "Kota Api" dalam bahasa Sanskerta).

 
Cekungan Tarim pada abad ke-3, menunjukkan wilayah Karaxahr berwarna kuning di bagian atas.

Menurut Buku Han Akhir, Jenderal Ban Chao menyerbu Yanqi pada tahun 94 setelah diserang dan dibunuhnya Protektor Jenderal Chen Mu dan Wakil Komandan Guo Xun pada tahun 75. Raja Yanqi pun dipenggal dan kepalanya dipajang di pusat kota. Peberontakan yang muncul pada tahun 127 ditekan oleh putra Ban Chao bernama Ban Yong. Yanqi dilaporkan memiliki 15.000 keluarga dan 52.000 jiwa dengan 20.000 lebih pria dapat mengangkat senjata.[4]

Agnideśa kemudian menjadi sebuah negara di bawah Dinasti Tang China pada tahun 632. Pada tahun 644 di masa perluasan Dinasti Tang di wilayah Cekungan Tarim, Kaisar Taizong dari Tang melancarkan sebuah penyerbuan terhadap Yanqi setelah Yanqi bersekutu dengan bangsa Turk. Empat Garnisun Anxi kemudian didirikan yang salah satunya terletak di Yanqi.

Menurut Buku Zhou dari tahun 636, Kerajaan Yanqi (Karashahr) adalah sebuah negara kecil dengan rakyatnya yang miskin. Yanqi memiliki sembilan kota berdinding.[5] Yanqi digambarkan beriklim dingin namun memiliki tanah yang bagus dan subur.[6]

Pada akhir abad ke-9, wilayah Yanqi dikuasai oleh Kekhaganan Uyghur dan bahasa Tokharia pun semakin sedikit digunakan. Agnideśa kemdian dikenal melalui nama Turk Uighurnya yaitu Karasahr (atau Karashar) yang berarti "Kota Hitam". Pengaruh dari Islam tumbuh sementara agama lainnya yang telah ada seperti agama Buddha dan Maniisme meredup.

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b www.xzqh.org (Tionghoa)
  2. ^ Saran (2005), p. 61.
  3. ^ Hulsewé, A. F. P. (1979). China in Central Asia: The Early Stage 125 BC – AD 23: an annotated translation of chapters 61 and 96 of the History of the Former Han Dynasty. E. Brill, Leiden. hlm. 73–80. ISBN 90-04-05884-2. 
  4. ^ Hill 2009, hlm. 45; 427-431.
  5. ^ Zhoushu
  6. ^ Roy Andrew Miller (1959). Accounts of Western Nations in the History of the Northern Chou Dynasty. University of California Press. hlm. 9–10. 
  • Hill, John E. (2009) Through the Jade Gate to Rome: A Study of the Silk Routes during the Later Han Dynasty, 1st to 2nd Centuries CE. BookSurge, Charleston, South Carolina. ISBN 978-1-4392-2134-1.
  • Saran, Mishi (2005). Chasing the Monk’s Shadow: A Journey in the Footsteps of Xuanzang. Penguin/Viking, New Delhi. ISBN 0-670-05823-8.

Pranala luar

sunting

42°01′N 86°33′E / 42.017°N 86.550°E / 42.017; 86.550