Sukasada, Buleleng

kecamatan di Kabupaten Buleleng, Bali
(Dialihkan dari Kecamatan Sukasada)

8°08′23″S 115°06′14″E / 8.139757°S 115.103964°E / -8.139757; 115.103964

Sukasada
Peta lokasi Kecamatan Sukasada
Negara Indonesia
ProvinsiBali
KabupatenBuleleng
Pemerintahan
 • CamatDrs. I Gusti Ngurah Suradnyana
Populasi
 • Total76,490 jiwa (2.016)[1]
72,050 jiwa (2.010)[2] jiwa
Kode pos
81161
Kode Kemendagri51.08.05 Edit nilai pada Wikidata
Kode BPS5108050 Edit nilai pada Wikidata
Luas172,93 km²[1]
Kepadatan416 jiwa/km²(2010)
Desa/kelurahan14 desa
1 Kelurahan[1]
Situs websukasada.bulelengkab.go.id
Peta
PetaKoordinat: 8°12′33.12″S 115°7′26.40″E / 8.2092000°S 115.1240000°E / -8.2092000; 115.1240000


Air terjun Gitgit
Danau Buyan

Sukasada adalah sebuah kecamatan di kabupaten Buleleng, provinsi Bali, Indonesia.[3] Kecamatan ini berjarak sekitar 4 Km dari Singaraja, ibu kota Kabupaten Buleleng ke arah selatan. Pusat pemerintahannya berada di Sukasada.[4] Sebagian besar, wilayah kecamatan Sukasada berada pada dataran tinggi namun pusat pemerintahannya berada pada dataran rendah. Di Kecamatan Sukasada, terdapat titik tertinggi di Kabupaten Buleleng, yaitu puncak Bukit Tapak (1903 m) dan juga danau Buyan (360 hektare).

Geografi

sunting

Batas Wilayah

sunting
Utara Kecamatan Buleleng,
Timur Kecamatan Buleleng, Kecamatan Sawan, Kabupaten Badung
Selatan Kabupaten Tabanan
Barat Kecamatan Banjar

Sejarah

sunting

Sejarah Sukasada berawal dari Istana Gelgel pada sekitar tahun 1568, di mana Raja Sri Aji Dalem Sagening menitahkán putranya Ki Barak Panji, supaya kembali ke tempat tumpah darah Bundanya di Den Bukit (Bali Utara). Ki Baräk Panji bersama Bunda Si Luh Pasek, memohon izin kehadapan Sri Aji Dalem lalu berangkat menuju Den Bukit diantar oleh empat puluh orang pengiring Baginda yang dipelopori oleh Ki Kadosot. Perjalanan mereka memasuki hutan lebat sangat mengerikan, udara dingin menusuk, perjalanan menembus celah-celah bukit, mendaki gunung-gunung, menuruni jurang-jurang curam, dan akhirnya mereka tiba pada suatu tempat yang agak mendatar. Pada tempat itulah mereka melepas lelah seraya membuka bekal mereka. Selesai mereka makan ketupat, mereka sembahyang. Kemudian mereka diperciki air/tirta oleh Si Luh Pasek, demi keselamatan perjalanannya, belakangan tempat itu diberi nama “Yeh Ketipat’.

Rombongan Ki Barak Panji akhirnya tiba di Desa Gendis/Panji dengan selamat. Tersebutlah Ki Pungakan Gendis, pemimpin desa yang sering kali tidak menghiraukan keluh kesah para penduduknya. Ia memerintah hanya semata-mata untuk memenuhi nafsu buruknya. Kesenangannya hanyalah bermain judi, terutama sabung ayam. Karena sikap pemimpin Desa Gendis itu, maka makin lama makin dibenci rakyatnya, dan pada saat terjadi peperangan, ia dibunuh oleh Ki Barak Panji.

Desa Gendis kemudian diperintah oleh Ki Barak Panji. Ki Barak Panji mendengar adanya kapal layar Tionghoa terdampar, kemudian timbullah rasa belas kasihan untuk menolong pemilik kapal tersebut. Baginda, bersama-sama dengan Ki Dumpyung dan Ki Kadosot dapat membantu menyelamatkan kapal layar yang terdampar itu di pantai Segara Penimbangan. Setelah bantuannya berhasil, Baginda mendapat hadiah seluruh isi kapal tersebut berupa barang-barang tembikar seperti piring, mangkuk dan uang kepeng yang jumlahnya sangat besar. Kepemimpinan Ki Barak Panji makin lama makin terkenal, dia selalu memperhatikan keadaan rakyatnya, melaksanakan pembangunan di segala bidang baik fisik maupun spiritual. Oleh karena demikian maka penduduk Desa Gendis dan sekitarnya, secara bulat mendaulat Baginda supaya menjadi Raja, yang kemudian dinobatkan dengan gelar “Ki Gusti Ngurah Panji Sakti". Untuk mencari tempat yang agak datar, maka Kota Gendis serta Kahyangan Pura Bale Agung-nya dipindahkan ke Utara Desa Panji. Pada tempat yang baru inilah Baginda mendirikan istana lengkap dengan Kahyangan Pura Bale Agung-nya.

Guna memenuhi kepentingan masyarakat desanya untuk menghantar persembahyangan di dalam Pura maupun upacara di luar pura, serta untuk hiburan-hiburan lainnya, maka Baginda membuat seperangkat gamelan gong yang masing-masing diberi nama sebagai berikut:

  1. Dua buah gongnya diberi nama Bentar Kedaton.
  2. Sebuah bende diberi nama Ki Gagak Ora.
  3. Sebuah kenuk bernama Ki Tudung Musuh.
  4. Terompong bernama Glagah Ketunon.
  5. Gendang bernama Gelap Kesanga.

Keseluruhannya bernama Juruh Satukad.

Karena perbawa dan keunggulan Ki Gusti Ngurah Panji Sakti, maka Kyai Alit Mandala, Lurah Kawasan Bondalem tunduk kepada Baginda. Kemudian atas kebijaksanaannya maka Kyai Alit Mandala diangkat kembali menjadi Lurah yang memerintah di kawasan Bondalem, Buleleng bagian Timur. Pada tahun 1584 Masehi, untuk mencari tempat yang lebih strategis maka Kota Panji dipindahkan ke sebelah Utara Desa Sangket. Pada tempat yang baru inilah, Baginda selalu bersuka ria bersama rakyatnya sambil membangun dan kemudian tempat yang baru diberi nama “SUKASADA’’ yang artinya selalu bersukaria.[butuh rujukan]

Pemerintahan

sunting

Pembagian administratif

sunting

Kecamatan Sukasada terdiri dari 14 desa dan 1 Kelurahan, sebagai berikut;

Demografi

sunting

Penduduk Kecamatan Sukasada, Buleleng pada proyeksi tahun 2016 berjumlah 76.490 jiwa terdiri dari 38.060 laki-laki dan 38.430 perempuan dengan nilai sex rasio 99,04.[1]

Pariwisata

sunting

Tempat wisata

sunting
  • Air Terjun Gitgit: Salah satu destinasi wisata yang terletak di kecamatan Sukasada berupa air terjun kembar sekaligus bertingkat yang berlokasi di desa Gitgit (15 km dari pusat Kota).
  • Monumen Tri Yudha Sakti: Monumen yang didirikan untuk menghargai tiga sosok pahlawan dari Buleleng ini berlokasi di lingkungan Bantangbanua, kelurahan Sukasada.
  • Desa Wisata Sambangan: Desa yang masih asri dengan pemandangan alam yang mempesona hasil perpaduan antara hamparan sawah, sungai jernih dengan air terjun Aling-alingnya.
  • Danau Buyan: Satu dari tiga danau yang ada di bagian tengah pulau Bali terletak di kawasan Sukasada.

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d "Kecamatan Sukasada dalam Angka 2017". Badan Pusat Statistik Indonesia. 2018. Diakses tanggal 4 Oktober 2019. 
  2. ^ "Penduduk Indonesia Menurut Desa 2010" (PDF). Badan Pusat Statistik. 2010. Diakses tanggal 14 Juni 2019. 
  3. ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 Desember 2018. Diakses tanggal 3 Oktober 2019. 
  4. ^ Ibu kota Kecamatan Dan Jarak ke Ibu kota Kabupaten Menurut Kecamatan, 2017

Pranala luar

sunting