Kelelawar di Indonesia

Kelelawar di Indonesia memiliki banyak nama lokal yang berbeda-beda. Di Indonesia terdapat 9 famili kelelawar yang terbagi menjadi 52 genus dan 205 spesies. Spesies kelelawar di Indonesia mencapai 20% dari seluruh spesies kelelawar di dunia. Jenis kelelawar di Indonesia yaitu kelelawar pemakan buah dan kelelawar pemakan serangga. Habitatnya tersebar di gua, karst, pepohonan, dan atap rumah di kepulauan Indonesia. Kelelawar diperdagangkan di Jawa dan Sulawesi sebagai bahan makanan. Pemusnahan kelelawar terjadi pada awal tahun 2020 karena adanya tuduhan bahwa kelelawar merupakan inang alami bagi koronavirus sindrom pernapasan akut berat 2 yang menjadi penyebab Pandemi Covid-2019 yang masih berlangsung pada tahun tersebut.

Nama lokal

sunting

Kelelawar merupakan salah satu jenis hewan yang telah dikenal oleh masyarakat lokal di Indonesia. Sehingga, kelelawar memperoleh penamaan tersendiri di berbagai daerah di Indonesia. Kelelawar disebut paniki, niki atau lawa di Kawasan Indonesia Timur. Kelelawar juga disebut sebagai kampret atau lalai oleh suku Sunda. Suku Jawa sendiri menamakan kelelawar dengan lawa, codot atau kampret. Sementara di Kalimantan, kelelawar disebut dengan nama hawa, prok, cecadu, kusing dan tayo.[1]

Keanekaragaman hayati

sunting

Kelelawar yang ada di Indonesia terdiri dari 9 famili.[2] Famili kelelawar di Indonesia meliputi Pteropodidae, Megadermatidae, Nycteridae, Vespertilionidae, Rhinolophidae, Hipposideridae, Emballonuridae, Rhinopomatidae, dan Molossidae. Kesembilan famili ini terbagi lagi menjadi 52 genus.[3] Frank J. Bonaccorso pada tahun 1998 melaporkan bahwa jumlah spesies kelelawar di Indonesia sebanyak 49 spesies.[4] Kemudian diketahui bahwa jumlah spesies kelelawar di Indonesia sebanyak 205 spesies.[5] Spesies kelelawar yang ada di Indonesia melingkupi 20% spesies kelelawar yang ada di dunia yang telah diketahui.[6]

Rantai makanan

sunting

Berdasarkan jenis makanannya, kelelawar di Indonesia terbagi menjadi kelelawar pemakan buah dan kelelawar pemakan serangga. Keberadaan kedua jenis kelelawar ini menjadi penyeimbang ekosistem. Kelelawar pemakan buah berperan dalam pemencaran biji dari buah yang dimakannya. Sedangkan kelelawar pemakan serangga mengatur keberadaan serangga pengganggu tanaman.[7]

Penyebaran

sunting

Penyebaran kelelawar terjadi di seluruh kepulauan yang ada di Indonesia. Kelelawar di Indonesia memiliki habitat di gua, karst, pohon, dan atap rumah.[8] Kelelawar pemakan buah umumnya hidup di pepohonan yang berbuah sebagai sumber makanannya. Sedangkan kelelawar pemakan serangga umumnya hidup di pepohonan yang menjadi tempat hidup serangga yang merupakan makanannya.[7]

Perdagangan

sunting

Masyarakat di Indonesia khususnya di Jawa Timur, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta, telah mengolah daging kelelawar menjadi abon. Abon ini dibuat untuk dimakan dan diperdagangkan. Masyarakat tertentu di daerah tersebut meyakini bahwa daging kelelawar dapat dijadikan sebagai bahan pangan dan dapat menyembuhkan penyakit. Sementara oleh masyarakat di Sulawesi, jenis kelelawar pemakan buah sudah dijadikan sebagai bahan makanan alternatif. Perdagangan kelelawar sebagai bahan makanan telah dilakukan di pasar-pasar tradisional maupun swalayan.[9]

Pemusnahan

sunting

Pada awal tahun 2020, beberapa daerah di Indonesia mengadakan pemusnahan kelelawar. Tindakan ini merupakan akibat adanya tuduhan bahwa kelelawar merupakan satwa pembawa virus jenis baru yaitu koronavirus sindrom pernapasan akut berat 2. Virus ini merupakan salah satu jenis virus penyebab Pandemi Covid-2019 yang ditemukan di Wuhan, Tiongkok. Dalam tuduhan ini, kelelawar diduga sebagai inang alami bagi viirus tersebut. Tindakan pemusnahan juga dilakukan karena adanya dugaan bahwa kelelawar Rhinophlus affinis dari famili Rhinolophidae membawa virus BatCoVRaTG13 yang mirip dengan koronavirus sindrom pernapasan akut berat 2. Kebenaran atas tuduhan tersebut belum diketahui dengan pasti karena proses infeksi virus tersebut dari kelelawar ke manusia belum diketahui hingga November 2021.[10]

Referensi

sunting
  1. ^ Yuliadi, B., Sari, T. F., dan Handayani, F. D. (2018). Kelelawar Sulawesi: Jenis dan Peranannya dalam Kesehatan. Jakarta: Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. hlm. 1. 
  2. ^ Fahlevi, M. R., Dharmono dan Kaspul (2017). "Spesies Kelelawar pada Kawasan lahan Basah di Desa Simpang Arja, Kecamatan Rantau Badauh, Kabupaten Barito Kuala" (PDF). Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 1: 45. ISBN 978-602-6483-33-1. 
  3. ^ Saputra, Y., Sukandar, P., dan Suryanda, A. (2016). "Studi Keanekaragaman Jenis Kelelawar (Chiroptera) pada Beberapa Tipe Ekosistem di Camp Leakey Kawasan Taman Nasional tanjung Puting (TNTP), Kalimantan Tengah". Bioma. Biologi UNJ Press. 12 (1): 53. ISSN 0126-3552. 
  4. ^ Pattiselanno, F., dan Bumbut, P. I. (Mei 2011). "Jenis Kelelawar Pemakan Buah (Pteropodidae) di Taman Wisata Alam Gunung Meja Manokwari". Biosfera. 29 (1): 79. 
  5. ^ Kartono, A. P., Prayogi, K. D., dan Maryanto, I. (2017). "Keanekaragaman jenis kelelawar di hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi Jawa Barat". Zoo Indonesia. 26 (1): 33. 
  6. ^ Maulina, F., dkk. (2018). "Identifikasi Jenis Kelelawar (Chiroptera) di Kawasan Deudap Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar". Prosiding Seminar Nasional Biotik 2018: 41. ISBN 978-602-60401-9-0. 
  7. ^ a b Prasetyo, P. N., Noerfahmy, S., dan Tata, H. L. (2011). Jenis-Jenis Kelelawar Khas Agroforest Sumatera. Bogor: World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia. hlm. 1. ISBN 978-979-3198-67-5. 
  8. ^ Nurfitrianto, H., Budijastuti, W., dan Faizah, U. (Mei 2013). "Kekayaan Jenis Kelelawar (Chiroptera) di Kawasan Gua Lawa Karst Dander Kabupaten Bojonegoro" (PDF). LenteraBio. 2 (2): 143. ISSN 2252-3979. 
  9. ^ Ransaleleh, T. A., dkk. (Desember 2013). "Identifikasi Kelelawar Pemakan Buah Asal Sulawesi Berdasarkan Morfometri". Jurnal Veteriner. 14 (4): 486. 
  10. ^ Ransaleleh, T. A., Wahyuni, I., dan Kawatu, M. (November 2021). Laporan Akhir Riset Dasar Unggulan Unsrat: Karakteristik Tingkah Laku Kelelawar (Pteropus alecto) dalam Kandang Budidaya (PDF). Universitas Sam Ratulangi. hlm. 2.