Alengka
Alengka atau Langka (Dewanagari: लंका; IAST: Laṅkā ), dalam wiracarita Hindu Ramayana dan Mahabharata, adalah nama sebuah kota benteng pada sebuah pulau di selatan India. Benteng tersebut terletak pada suatu dataran tinggi di antara tiga puncak gunung yang bernama Pegunungan Trikuta. Dalam kitab Ramayana, pada masa Tretayuga, Alengka dikuasai oleh raja raksasa bernama Rahwana. Istananya dijaga oleh gajah-gajah bergading empat.[1]
Dalam kitab Ramayana dikisahkan perseteruan antara Rahwana dengan Rama. Di tengah konflik, kota tersebut dibakar oleh seekor wanara bernama Hanoman, abdi Rama. Setelah Rahwana dibunuh oleh Rama, kekuasaan atas Alengka diserahkan kepada adik Rahwana, Wibisana. Setelah itu, takhta kerajaan selalu dipegang oleh keturunannya, sampai pada zaman Dwaparayuga, yang tercatat dalam Mahabharata. Dalam kisah Mahabharata, Sadewa mengunjungi kota tersebut untuk mengambil upeti dalam rangka mendukung upacara Rajasuya yang diselenggarakan oleh Raja Yudistira.
Deskripsi dari kitab
suntingLokasi
suntingLokasi Alengka masih menjadi subjek perdebatan, karena cenderung tercatat dalam kitab-kitab Hindu yang sarat akan unsur legenda. Meskipun demikian, semua sastra Hindu menyatakan bahwa lokasinya di sekitar Samudra Hindia.[3] Menurut kitab-kitab Hindu yang masih terjaga, demikian pula Ramayana sebagai sumber rujukan utama, Alengka diuraikan sebagai negara pulau yang besar, terletak di Samudra Hindia.
Alengka atau Lanka sebagaimana yang dikisahkan dalam Ramayana diduga merupakan pulau Sri Lanka sejak abad ke-10[4] dan ke-12 Masehi.[5] Suatu dugaan menyatakan bahwa Istana Rahwana terletak di tempat yang kini merupakan Sigiriya (di Sri Lanka), yaitu suatu istana di atas bukit yang didirikan oleh Kashyapa I dari Anuradhapura, sebagaimana legenda mengisahkan bahwa ibukota kerajaannya Rahwana terletak di antara dataran tinggi dan hutan.[2]
Sejumlah peneliti menegaskan bahwa titik lokasi Alengka pasti terletak di Sri Lanka karena dinyatakan demikian dalam pustaka Mahavamsa dari Sri Lanka, abad ke-5 M.[6] Namun, kitab Ramayana dengan jelas menyatakan bahwa kotanya Rahwana terletak 100 Yojana (kurang lebih 1213 km atau 753.72 mil) dari India Daratan (lebih jauh daripada jarak India–Sri Lanka.[7][8] Sejumlah peneliti menafsirkan isi teks tersebut untuk menentukan bahwa Alengka terletak di titik saat Meridian Utama India melewati Khatulistiwa.[9][10] Dengan demikian, pulau tersebut terletak pada jarak 160 km (100 mi) sebelah barat daya dari Sri Lanka sekarang. Menurut babon dari sejumlah versi Ramayana yang kini masih bertahan, semuanya menyatakan bahwa lokasi Alengkanya Rahwana terletak di Samudra Hindia sebelah barat. Ini mengindikasikan bahwa Alengka dulu terletak di titik yang kini merupakan rangkaian negara kepulauan, pegunungan bawah laut, dan dataran tinggi dalam laut di sebelah barat Samudra Hindia.[11][12]
Ada spekulasi oleh sejumlah peneliti sejak abad ke-19 bahwa Alengkanya Rahwana mungkin pernah berada di Samudra Hindia, tepatnya di sekitar Maladewa sekarang, yang dulu berupa gunung menjulang, sebelum akhirnya tenggelam ke dalam samudra.[13][14][15][16] Pulau Sumatra dan Madagaskar juga diklaim sebagai lokasi Alengka.[6]
Istana
suntingAlengka sebagaimana yang dikuasai oleh Rahwana dideskripsikan dalam ciri-ciri yang tampaknya sangat luar biasa, bahkan menurut sudut pandang masa kini. Kompleks istana utama Rahwana berupa himpunan sejumlah gedung pencakar langit yang tingginya mencapai lebih dari satu yojana (13 km or 8 mi), panjangnya 1 yojana, dan lebarnya setengah yojana. Istana tersebut terletak di tengah-tengah puncak pegunungan yang disebut Trikuta.[17][18][19]
Penguasa
suntingMenurut kitab Ramayana dan Mahabharata, pada mulanya Alengka dikuasai oleh seorang raksasa bernama Sumali. Kemudian Dewa Kuwera mengambil alih kekuasaan Alengka dan mendirikan kerajaan Yaksha, dengan Alengka sebagai ibukota yang dijaga para raksasa. Saudara seayahnya yang bernama Rahwana, putra Wisrawa dan Sukesi (putri Sumali), berseteru dengannya lalu merampas Alengka. Rahwana menguasai kota Alengka sebagai pusat kerajaan Rakshasa. Setelah kematian Rahwana, Alengka dikuasai oleh adik kandungnya, Wibisana.
Catatan dalam Mahabharata
suntingRujukan tentang Alengka juga tercatat dalam kitab Mahabharata, berupa cerita berbingkai tentang penggalan kisah Rama dan Sinta yang dinarasikan oleh Resi Markandeya, kepada Raja Yudistira. Narasi Markandeya dimulai pada Mahabharata jilid III (Wanaparwa), bagian 271.
Ekspedisi Sadewa
suntingKitab Mahabharata jilid II mengisahkan suatu ekspedisi menaklukkan kerajaan-kerajaan di India dalam rangka persiapan upacara Rajasuya yang akan dilaksanakan oleh Yudistira dari kerajaan Kuru. Pangeran Sadewa, adik bungsu Yudistira mendapat titah untuk melakukan ekspedisi ke daerah India Selatan. Ia menaklukkan kota Sanjayanti, negeri bangsa Pashanda, dan Karnata, dengan hanya mengerahkan utusan saja, dan mereka menyerahkan upeti kepadanya. Kemudian sang pangeran menaklukkan dan menarik upeti dari bangsa Paundraya dan kerajaan Dravida, serta Udrakerala, Andhra, Talawana, Kalinga, dan Ustrakarnika. Kota gemilang Atawi dan kota kaum Yawana juga ditaklukkan. Kemudian Sadewa mencapai tepi pantai, dan mengirim utusannya kepada Wibisana yang Agung, cucu Pulastya, penguasa Alengka (Mahabharata, Sabhaparwa:30).
Kehadiran orang Alengka saat Rajasuya
suntingOrang Alengka disebutkan sebagai salah satu tamu undangan dalam upacara Rajasuya yang diselenggarakan oleh Raja Yudistira di Indraprastha:
[…] Raja dari Wangga, Angga, Paundra, Odra, Chola, Dravida, Chera, Pandya, Mushika, Andhaka, dan pemimpin negeri kepulau dan negeri perbatasan, termasuk penguasa Sinhala, suku mleccha yang biadab, penduduk asli Alengka, dan ratusan raja dari negeri-negeri barat, para ketua suku daerah pesisir, dan para raja dari Pahlawa, Darada, dan sejumlah suku dari Kirata, Yawana, Sakra, Harahuna, China, Tushara, Sindhu, Jaguda, Ramatha, Munda, dan penduduk kerajaan wanita, Tangana, Kekaya, Malawa, dan penduduk Kasmira […] (Mahabharata, 3:51).
Deskripsi lainnya
suntingDalam beberapa bagian Mahabharata terdapat sejumlah deskripsi tentang hal-hal yang berkaitan dengan Alengka, contohnya:
- Pasukan, kavaleri, gajah perang, dan kereta perang dari Alengka (Mahabharata, 3:149).
- Suasana Alengka dengan menara-menara, benteng, dan gerbang kota (Mahabharata, 3:147)
- Tembok pertahanan kota Alengka (Mahabharata, 3:282).
Pewayangan Jawa
suntingWiracarita Ramayana yang memuat tentang Alengka juga diterjemahkan dari bahasa Sanskerta ke bahasa Jawa Kuno selama penyebaran dan perkembangan agama Hindu dan Buddha di Nusantara.[20] Kisah Ramayana juga diadaptasi menjadi lakon pertunjukan wayang, dengan perubahan-perubahan yang menyesuaikan latar waktu dan tempat, termasuk sejumlah penamaan dan penokohan. Dalam pewayangan Jawa, kerajaan Alengka sering dieja dengan nama Ngalengkadiraja. Kerajaan ini identik dengan Rahwana, tokoh antagonis dalam Ramayana.
Menurut kisah pewayangan Jawa, raja pertama Alengka adalah Prabu Hiranyakasipu (namanya sama dengan asura yang disebutkan dalam sejumlah kitab-kitab Purana, tetapi dengan kisah yang berbeda).[21] Ia terlibat peperangan melawan Sri Maharaja Sunda, yaitu raja penjelmaan Batara Brahma. Hiranyakasipu akhirnya mati di tangan Sri Maharaja Suman, penjelmaan Batara Wisnu. Hiranyakasipu kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Banjaranjali, yang menyerah kepada Brahma dan Wisnu.[22]
Raja terakhir Alengka adalah Rahwana. Karena ulahnya melakukan penculikan Sinta istri Rama, ia pun mengalami kehancuran. Sepeninggal Rahwana, takhta Raja Alengka jatuh ke tangan adiknya, yaitu Wibisana.[23] Sesuai tradisi Jawa bahwa istana lama yang telah dirusak musuh pantang untuk ditempati, maka ia pun membangun istana baru bernama Singgelapura.[22] Sejak pemerintahan Wibisana, kerajaan Alengka pun berganti nama menjadi Kerajaan Singgelapura.
Referensi
sunting- ^ Valmiki Ramayan, Sundar Kanda [4.27. 12]
- ^ a b Incredible History Wonders of the World: The Past Brought Back to Life, London: Dorling Kindersley, 2023, ISBN 9780241640470}
- ^ J.P. Mittal (2006), History of Ancient India (A New Version): From 7300 BB to 4250 BC, Atlantic, ISBN 9788126906154
- ^ Dr. Deborah de Koning, PhD (2022), "Ravanisation": The Revitalisation of Ravana among Sinhalese Buddhists in Post-War Sri Lanka, LIT Verlag, Münster, hlm. 108–110
- ^ J. Dodiya (2001), Critical Perspectives on the Rāmāyaṇa, hlm. 166–181
- ^ a b Braddell, Roland (December 1937). "An Introduction to the Study of Ancient Times in the Malay Peninsula and the Straits of Malacca". Journal of the Malayan Branch of the Royal Asiatic Society. 15 (3 (129)): 64–126. JSTOR 41559897.
- ^ Valmiki Ramayana 4.58.20
- ^ Valmiki Ramayana 4.58.24
- ^ Sewell, Robert; Dikshit, S. B. (31 May 1995). The Indian calendar, with tables for ... – Google Books. ISBN 9788120812079. Diakses tanggal 26 January 2011.
- ^ "Bharath Gyan". Bharath Gyan. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 March 2011. Diakses tanggal 26 January 2011.
- ^ "Valmiki's Ramayana". Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 March 2022. Diakses tanggal 24 December 2012.
- ^ Vālmīki; Venkatesananda, Swami (1988-01-01). The Concise R_m_ya_a of V_lm_ki (dalam bahasa Inggris). SUNY Press. ISBN 9780887068621.
- ^ Moor, Edward (1999). The Hindu Pantheon – Edward Moor – Google Books. ISBN 9788120602373. Diakses tanggal 2012-11-07.
- ^ Bell, Harry Charles Purvis (1998). Excerpta Máldiviana - H.C.P. Bell, Harry Charles Purvis Bell - Google Books. ISBN 9788120612211. Diakses tanggal 2012-11-07.
- ^ Purnalingam Pillai, M. S. (1993). Ravana - The Great King of Lanka - M.S. Purnalingam Pillai - Google Books. ISBN 9788120605473. Diakses tanggal 2012-11-07.
- ^ "Situation of Ravana's Lamka on the Equator". The Quarterly Journal of the Mythic Society. XVII (1). 1926.
- ^ "Valmiki Ramayana – Sundara Kanda – Sarga 9". Sanskritdocuments.org. 2008-12-07. Diakses tanggal 2012-11-07.
- ^ Guruge, Ananda W. P. (1991). The Society of the Rāmāyaṇa – Ananda W. P. Guruge – Google Books. ISBN 9788170172659. Diakses tanggal 2012-11-07.
- ^ Vālmīki (1976). Srimad Valmiki-Ramayana - Vālmīki - Google Books. Diakses tanggal 2012-11-07.
- ^ Henri ChambertLoir (2021), =Sadur: Sejarah Terjemahan di Indonesia dan Malaysia (Paket 2021), Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia
- ^ The Divine Edits (2023), Brahma Purana - A Concise Guide, Mocktime Publication
- ^ a b RAMAYANA fakta Sejarah Nusantara, 2020
- ^ Purwadi (2007), Seni Pedhalangan Wayang Purwa, Panji Pustaka