Kertosari, Ulujami, Pemalang

desa di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah

Kertosari adalah desa di kecamatan Ulujami, Pemalang, Jawa Tengah, Indonesia.

Kertosari
Peta lokasi Desa Kertosari
Peta lokasi Desa Kertosari
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
KabupatenPemalang
KecamatanUlujami
Kode pos
52371
Kode Kemendagri33.27.13.2011 Edit nilai pada Wikidata
Luas1,2 km²
Jumlah penduduk4.000 jiwa (2012)
Kepadatan... jiwa/km²
Peta
PetaKoordinat: 6°50′31″S 109°33′43″E / 6.84194°S 109.56194°E / -6.84194; 109.56194

Pemerintahan

sunting

Tokoh yang pernah menjabat sebagai Kepala Desa Kertosari:

  1. Kertojoyo/Warmin ( 1925 - 1939 )
  2. Ranyan/Wonotirto
  3. M.Ali (Th.1943-1948)
  4. Masdan >>> sementara(Th.1948-1949)
  5. M.Ali (Th.1949-1952)
  6. Azhari (Th.1952-1975)
  7. Aris Munandar (Th.1975-1988)
  8. Subechi (Th.1988-1998)
  9. Budi Karsan (Th.1998-2006)
  10. Hasanudin (Th.2006-2009)
  11. Joko Triyono (Th.2009-2015)
  12. Najib pj ( 2016 )
  13. Abdul Hamid (Th 2016 - 2022)
  14. supriyanto ( 2023 sampai sekarang

Pranala luar

sunting

     Asal Mula Nama Dukuh Selumbung

sunting

Selumbung berasal dari kata ‘Lumbung”

Seperti dijelaskan di atas bahwa tanah di Desa Selumbung sangat subur tidak hanya sawahnya saja tanah daratnyapun sangat subur dan sebagai penghasil padi sehingga banyak didatangi berbagai macam burung pemakan padi. Karena tanahnya subur hingga pepohonan yang tumbuh di desa itu juga rimbun dan besar-besar. Konon waktu itu di tengah-tengah desa tumbuh pohon Kecacil yang besar da rimbun, karena besar dan umurnya sudah tua maka pohon itupun rapuk dan berlubang bagaikan gua kecil, pohon itu tumbuh di tanah yang jauh dari pemukiman dan memang waktu itu pendudunya masih sangat jarang, sampai pada suatu hari ada sekelompok burung Betet sejenis kakak tua mengumpulkan gabah (buliran padi ) di lubang pohon itu sampai penuh hingga menyeruapi lumbung (tempat penyimpanan padi). Penduduk di sekitar pohon itu berdatangan untuk melihatnya. Setiap orang yang melihat tercengang melihanya keanehan sekelompok burung Betet yang bisa mengumpulkan padi sampai menyerupai lumbung. Akhirnya sejak saat itu penduduk sekitar menyebutnya daerah Selumbung. Lain halnya dengan Desa Opok.

       Asal mula Nama Dukuh Opok

sunting

Opok berasal dari kata opok-opok, opok-opok, opok-opok, bunyi dari ikan yang berlari di permukaan air. Mulanya Pada tahun 1628 Pasukan Sultan Agung Hanyokrokusumo Raja Kerajaan Mataram hendak menyerang penjajah Belanda di Batavia yang telah menguasai bangsa Indonesia sejak tahu 1596. Penyerangan dipimpin oleh Baurekso, namun penyerangan yang pertama gagal karena terjadi wabah penyakit. Pada tahun 1629, Sultan Agung kembali memerintahkan Pasukan Mataran untuk menyerang Batavia. Penyerangan ini dipimpin oleh Dipati Puger dan Dipati Purbaya. Sebelum penyerangan dilaksanakan persiapan dilakukan dengan baik, termasuk membangun lumbung-lumbung padi di sekitar perjalanan pasukan.


Semua prajuri diberangkatkan baik melalui jalur darat maupun jalur laut. Perjalanan darat ditempuh dengan berjalan kaki dan sebagian berkuda dengan menelusuri desa dan hutan serta memakan waktu yang cukup lama. Sepanjang perjalanan dari Mataram (Surakarta ) sampai Batavia banyak rintangan baik jalan yang dilalui maupun penduduk. Penduduk yang patuh dan tunduk dengan Belanda akan menghadang dan menghalau agar Pasukan Sultan Agung mengurungkan penyerangan ke Batavia, sedangkan bagi penduduk yang anti Belanda selalu memberi dukungan dan bantuan kepada prajurit di sepanjang jalan yang dilaluinya. Di samping itu rakyat yang loyal terhadap Sultan Agung menyiapkan gudang-gudang logistik di daerah Pemalang, Tegal dan perbatasan Jawa Barat. Namun rencana ini bocor ke tangan VOC dan akhirnya lumbung-lumbung padi tersebut dibakar oleh Belanda.


Perjalanan laut dilakukan dengan menggunakan perahu yang dikenal dengan nama perahu Kaladita. Perahu Kaladita dan perahu pengawalnya yang ditumpangi para prajurit itu melewati jalur laut kadang bersandar dari pantai satu ke pantai yang lain di sepanjang pantai Laut Jawa sambil meminta bantuan dan dukungan dari penduduk sekitar. Ketika sampai di pantai Kertosari, perahu Kaladita mengalami kerusakan akhirnya bersandar berhari-hari di pantai Kertosari dan sekitarnya. Setiap bersandar di pantai Kertosari, perahu selalu ditambatkan ( diikatkan) pada sebatang pohon Kepuh besar yang ada di tepi pantai ( letak sekarang di tanah sebelah barat makam petiran dan pangkal pohon itu sekarang masiha ada). Sambil memperbaiki perahu sebagian dari prajurit memancing ikan di laut untuk keperluan makan, akhirnya ikan besarpun didapat lalu dibakar, sebagian prajurit juga ada yang menyiapkan sambal untuk bumbu ikan. Setelah semuanya siap ikan dipecak di atas layah Besar / Sambelan (piring yang terbuat dari tanah liat), para prajurit beramai-ramai menikmati makan dengan lauk-pauk ikan bakar. Konon ketika mereka sedang asyik menikmati hidangan, tiba-tiba ombak menghantam perahu, sontak mereka terkejut karena Sambelan yang berisi ikanpun ikut terseret ke laut, namun anehnya ikan yang tinggal kepala dan duri itu hidup kembali dan berenang sambil mengeluarkan suara opok-opok,opok-opok,opok-opok. Kejadian aneh ini lansung dilaporkan kepada para penasehat, akhirnya mereka hanya berharap muda-mudahan ikan dan sisa sambal yang terjebur ke laut kelak bisa menjadikan bumbu ikan di sekitar laut ini. Atas do’a dan harapan para prajurit, sejak saat itu muncul sebutan daerah Opok yang ikanya memiliki rasa lebih gurih dibanding dengan ikan di desa lain. Sampai sekarang sebutan itu masih tetap melekat digunakan. Sedangkan sungai yang bermuara di tempat kejadian sekarang masih ada dengan nama Muara Sembilangan ( berasal dari Bahasa Jawa sambelan ilang ) atau Sambelan hilang.

Sebelah Utara       : Laut Jawa

Sebelah Timur      : Desa  Kaliprau

Sebelah Selatan    : Desa  Bumirejo & Desa Pamutih

Sebelah Barat       : Desa  Blendung