Khubaib bin Adi adalah salah seorang sahabat Nabi yang berasal dari kaum Anshar. Ia menjadi Muslim sebelum peristiwa Hijrah. Pada bulan Safar 4 H, Khubaib bin Adi diutus untuk Bani Salim bersama dengan empat orang sahabat Nabi yang lainnya. Namun, ia dan rombongannya dikepung oleh utusan Bani Salim di Mata Air Ar-Raji di daerah pinggiran Hijaz dan akhirnya ia dijual sebagai budak di Makkah. Khubaib bin Adi dibeli oleh Hujair bin Abu Ihab dan diserahkan kepada Uqbah bin Al-Harits. Ia meninggal setelah mengalami penyiksaan oleh suku Quraisy di Makkah.

Khubaib bin Adi berasal dari kabilah Bani Aus yang menetap di Madinah.[1]

Keislaman

sunting

Khubaib bin Adi telah menjadi muslim sebelum Muhammad hijrah dan menetap di Madinah. Ia menjadi salah satu sahabat dari kalangan Anshar. Setelah Muhammad menetap di Madinah, Khubaib bin Adi selalu menghadiri majelis ilmu yang diadakan Muhammad untuk para sahabat.[1]

Akhir hayat

sunting

Menjadi utusan ke Bani Salim

sunting

Pada bulan Safar 4 H setelah Perang Uhud, Bani Salim yang sebelumnya memusuhi Muhammad, datang mengirim utusan untuk menyatakan keislaman. Muhammad menerima keislaman para utusan dari Bani Salim. Setelah itu, para utusan meminta kepada Muhammad untuk mengutus beberapa sahabat untuk mengajarkan tentang agama Islam.[2] Muhammad kemudian mengutus enam orang sahabat yang salah satunya adalah Khubaib bin Adi. Sementara lima sahabat lainnya ialah Martsad bin Martsad, Ashim bin Tsabit, Khalid bin Bukair, Zaid bin Ad-Datsinah, dan Abdullah bin Tariq. Muhammad menetapkan rombongan ini dipimpin oleh Martsad bin Martsad.[3]

Pengepungan dan penawanan

sunting

Ketika rombongan ini mencapai Mata Air Ar-Raji di perkampungan suku Hudzail yang berada di pinggiran Hijaz, para utusan Bani Salim mengepung keenam sahabat. Suku Hudzail dimintai pertolongan oleh keenam sahabat tetapi mereka tidak memberikan pertolongan sama sekali. Para utusan Bani Salim menyatakan bahwa pengepungan ini mereka lakukan untuk memperoleh imbalan dengan menjadikan para sahabat sebagai tawanan untuk dijual di Makkah. Martsad bin Martsad, Ashim bin Tsabit, dan Khalid bin Bukair menolak menjadi tawanan dari utusan Bani Salim dan bertarung hingga mati.[4] Sedangkan Khubaib bin Adi, Zaid bin Ad-Datsinah, dan Abdullah bin Tariq memilih menjadi tawanan. Ketika berada di Zahran dalam kondisi ditawan menuju Makkah, Abdullah bin Tariq meloloskan diri dan mengambil pedang milik penawan sambil berusaha melawan. Namun tindakannya diketahui dan ia dilempari batu besar hingga mati.[5]

Perbudakan dan penyiksaan

sunting

Akhirnya hanya Khubaib bin Adi dan Zaid bin Ad-Datsinah yang berhasil dijual. Khubaib bin Adi dibeli oleh Hujair bin Abu Ihab, sedangkan Zaid bin Ad-Datsinah dibeli oleh Shafwan bin Umayyah.[6] Shafwan bin Umayyah membeli Zaid bin Ad-Datsinah dengan tujuan untuk membunuhnya sebagai bentuk balas dendam atas kematian ayahnya dalam Perang Badar, yakni Umayyah bin Khalaf. Sedangkan Khubaib bin Adi dibeli oleh Hujair bin Abu Ihab untuk diserahkan kepada Uqbah bin Al-Harits. Tujuannya juga untuk membunuh Khubaib bin Adi sebagai balas dendam atas kematian ayahnya dalam Perang Badar, yakni Al-Harits.[7]

Kematian

sunting

Khubaib bin Adi meninggal setelah mengalami penyiksaan oleh kaum Quraisy di Makkah.[8]

Referensi

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ a b Kunnas 2012, hlm. 515.
  2. ^ Kunnas 2012, hlm. 515–516.
  3. ^ Kunnas 2012, hlm. 288.
  4. ^ Kunnas 2012, hlm. 516.
  5. ^ Kunnas 2012, hlm. 288-289.
  6. ^ Kunnas 2012, hlm. 289.
  7. ^ Kunnas 2012, hlm. 517.
  8. ^ Asy-Sya'rawi, Muhammad Mutawalli (2007). Anda Bertanya Islam Menjawab. Jakarta: Gema Insani. hlm. 121. ISBN 979-561-234-4. 

Daftar pustaka

sunting