Konflik Portugal-Utsmaniyah

perang

Perang Portugis-Utsmaniyah [6][7] adalah konflik militer antara Kekaisaran Portugis dan Kesultanan Utsmaniyah (Turki Utsmani) yang berlangsung di Samudra Hindia, Afrika, Timur Tengah dan Mediterania sepanjang abad ke-16. Kekuatan Eropa lainnya membantu Portugis pada beberapa pertempuran di mediterania, sedangkan Utsmaniyah bersekutu dengan kekuatan muslim lainnya seperti India, Kesultanan Mamluk (Kairo), Kesultanan Mughal, Kesultanan Adal, Somalia, dan Kesultanan Aceh pada sebagian besar pertempuran di Samudra Hindia, yang merupakan pentas utama perperangan ini.

Perang Portugis-Utsmaniyah

Kerakah Portugis mengungguli kapal-kapal Muslim dari Diu.
Tanggalabad ke 16
LokasiSamudera Hindia/Timur/Afrika
Hasil Kemenangan Portugis [1][2][3][4]
Perubahan
wilayah
Kekaisaran Portugis menguasai Samudera Hindia dan Teluk Persia, membangun benteng di sepanjang pantai Afrika dan India dan mempertahankan dominasi perdagangan rempah-rempah. Utsmaniyah mundur ke tanah air mereka di Laut Merah.[1][2][3][5]
Pihak terlibat

Portugal Kekaisaran Portugis

  • Didukung oleh:

Spanyol Spanyol Habsburg

Liga Suci

 Kesultanan Utsmaniyah

  • Didukung oleh:

Kesultanan Adal
 India (Kerajaan Calicut)
Kesultanan Mughal
Kesultanan Mamluk
Kesultanan Aceh Kesultanan Aceh
Kesultanan Gujarat
Mogadishu Somalia

Kesultanan Ajuran
Tokoh dan pemimpin
  • Hadim Suleiman Pasha
  • Piri Reis
  • Ali Bey Evrenosoglu
  • Mustafa Pasha of Al-Hasa
  • Sefer Reis
  • Murat Reis
  • Latar belakang Portugis

    sunting
     
    Peta Portugis menggambarkan wilayah Samudra Hindia, Afrika dan Arabia

    Pada tahun 1249 Portugis merebut kembali wilayah yang membentuk Kekaisaran Portugal dengan mengusir permukiman Moor terakhir di Algarve. Pada awal abad ke-15, pasukan Portugis merebut kota Ceuta di sepanjang wilayah yang sekarang Maroko.[8] Ini merupakan era dimana para navigator Portugis melakukan penjelajahan ke selatan di sepanjang pantai Afrika.[9] Penjelajahan ini menuntut Portugis untuk menyebarkan kekuatan armada yang tangguh. Menurut profesor John C. Marshman, "selama abad keenam belas kekuatan maritim Portugis menjadi yang paling tangguh di belahan timur, meneror setiap negara di daerah pesisir."[10] Menurut sejarawan kekuatan maritim ini menjadikan Portugis sebagai World Power pertama dalam sejarah dan terdepan dalam Ekonomi Global sejak akhir abad ke-15 hingga ke-16 karena Emas Afrika dan rempah-rempah Asia.[11] Otoritas terkemuka Charles Boxer menyimpulkan mengenai Kekaisaran Portugis: "Pada abad ke-16, Portugis mendominasi sebagian dari Planet ini dan perdagangannya lebih unggul dibanding negara lainnya". "Celakanya bagi negeri Timur, Portugis mewarisi ketangkasan militer abad pertengahan dan mencapai puncaknya sejak fase terakhir abad pertengahan ... kapal-kapal mereka memiliki artileri terbaik yang pernah dihasilkan di Eropa."[12] Sejak tahun 1498, para kapten seperti Vasco da Gama, Pedro Álvares Cabral, Francisco de Almeida, dan Alfonso de Albuquerque turut memecut ambisi yang tumbuh dalam kekaisaran yang kuat ini.

    Latar belakang Utsmaniyah

    sunting

    Bangsa baru yang kuat tersebut juga menebarkan aura "teror" di Samudera Hindia. Satu-satunya kekuatan yang sanggup menghadapinya adalah Kesultanan Utsmaniyah (karena mereka terlibat nyaris di semua pertempuran melawan Portugis pada abad ke-16). Tetapi sejak awal abad ke-16, kekuatan Muslim ini sudah mengalami dampak kemunduran ekonomi akibat kedatangan orang Eropa pertama. Sejarawan India P. Malekandathil mengatakan "Upaya Portugis untuk memonopoli perdagangan di timur dengan menyalurkan komoditas ke Eropa melalui rute Cape dimulai dengan mengorbankan Utsmaniyah serta mengurangi aliran kekayaan ke Utsmaniyah."[13] Sebagai akibatnya, Kesultanan memulai deretan perlawanan untuk menangkal kekuatan Portugis di Samudera Hindia dan di daerah pesisir. Utsmaniyah "mencium marabahaya politik di lingkungan mereka. Hingga 1515, Eropa menjadi musuh utama Turki yang berasal dari barat. Tetapi pada tahun tersebut dengan penaklukkan Hormuz (yang terletak di timur Kesultanan) oleh orang Lusitan, Utsmaniyah menyadari mereka telah dikelilingi oleh orang-orang Eropa, yang sebenarnya adalah sinyal peringatan kepada Utsmaniyah. Tekanan ekonomi yang terus terjadi serta ancaman-ancaman politik yang muncul dari ekspansi Eropa membuat Utsmaniyah mengalihkan perhatian mereka ke wilayah politik Samudra Hindia."[14] Turki menganggap Portugis sebagai ancaman besar terhadap monopoli mereka di daerah tersebut. Profesor G. Casale menyatakan: Utsmaniyah melancarkan "perlawanan ideologis, militer dan perdagangan secara sistematis melawan Kekaisaran Portugis, pesaing utama mereka dalam rangka menguasai rute perdagangan di maritim Asia."[15]

    Perang

    sunting

    Deklarasi perang

    sunting
     
    Edisi klasik "Comentários do Grande Afonso Dalboquerque"

    Keadaan Perang antara Utsmani dan Portugis dilihat tidak hanya dari banyaknya pertempuran yang mereka lakukan selama abad ke-16, tetapi terutama ketika kita merujuk kembali ke sumber-sumber utama Portugis yang disimpan Arsip Nasional Torre do Tombo di Lisboa. Salah satu sumber paling penting adalah Comentários do Grande Afonso Dalboquerque, yang diterbitkan pada tahun 1576, di Lisboa, oleh gubernur Estado da Índia, Afonso de Albuquerque. Dalam dokumen ini ia menyatakan secara eksplisit bagaimana Portugis menyatakan perang melawan Turki awal 1510 ketika ia memimpin penaklukan Portugis atas Goa: "...lhe daria a governança das terras de Goa, porque fará ali e fizera sempre guerra aos Turcos (di sana dia akan selalu berperang melawan orang-orang Turki) e por duas vezes fora cercada deles, sendo de gentios, a defendêra como muito valente cavaleiro."[16] Kemudian dia mengatakan bahwa orang Turki "eram inimigos capitães dos Portugueses" (musuh utama Portugis).[16] Dia tidak hanya menegaskan Keadaan Perang dengan Turki tetapi juga menambahkan dimensinya: "Além de senhorar os mares da Índia, também as tuas armadas corriam o mar de Levante, e que de uma parte, e da outra fazia guerra ao Turco, e o grande Sultão." (Selain lautan India, armada Anda juga menavigasi Laut Levantine, di satu sisi dan di sisi lainnya, berperang melawan orang Turki, dan Sultan agung).[17]

    Selain tulisan Afonso de Albuquerque, beberapa bukti lain yang dimiliki "Arsip Nasional Torre do Tombo, menyangkut kegiatan-kegiatan Portugis di Asia dan tentunya mengenai perselisihan Utsmaniyah-Portugis...Cartas de Ormuz a D. João de Castro (surat-surat dari Hormuz, benteng Portugis di Teluk Persia, kepada Raja Muda Portugis India, 1545-48)".[18]

     
    Manuskrip Diogo Couto, Da Asia (1611). Salah satu manuskrip yang masih bertahan yang menegaskan perang tersebut.

    Catatan sejarawan kontemporer dan Kesatria Diogo Couto (juga milik Arsip Nasional Torre do Tombo) sangat berguna jika ingin memahami seputar konflik panjang ini. Dia menulis dalam Da Asia, parte II, Bab IX: "Foram chamados os capitães a conselho sobre a guerra que se havia de fazer aos Turcos." [19] (Para kapten dipanggil untuk memberi nasihat mengenai perang yang akan dilakukan melawan Turki.)

    Alasan

    sunting

    Pertikaian militer antara Portugis dan Utsmaniyah pecah terutama karena permasalahan ekonomi. Isu-isu ini menyebabkan serangkaian konflik jangka panjang yang berlangsung hampir sepanjang abad ke-16.[20] Kedatangan Portugis di Samudra Hindia mengusik siklus perdagangan dan monopoli kekuatan timur,[21] terutama Kesultanan Utsmaniyah yang menjadi negara adidaya muslim pada masa itu.

    Portugis membawa perubahan ekonomi dan politik serius yang tidak hanya mempengaruhi para khalifah Muslim, tetapi juga seluruh dunia. Sejak awal abad ini, orang-orang Portugis mampu mengendalikan aliran perdagangan dalam sumbu Timur/Barat. Sehingga Portugis dapat memblokir rute laut ke India melalui Mediterania. Dalam waktu yang singkat, Kekaisaran Portugis merebut pusat-pusat perdagangan yang penting di Afrika Timur (Sofala 1505, Kilwa 1505, Mozambik 1507); Laut Merah (Sokotra 1507); Di muara Teluk Persia (Ormuz 1514, Bahrain 1521); di pantai barat India (Kochi 1503, Kannur 1505, Goa 1510, Diu 1534, Bassein 1534) dan selat Malaka (1511). Kepulauan yang kaya akan rempah-rempah di Maluku, serta Indonesia dan Mauritius juga dikuasai pada 1512. Satu tahun kemudian, menyerang China. Pulau Makau Cina diduduki oleh Portugis pada tahun 1557 (dan tetap menjadi negara Portugis sampai tahun 1999). Orang Portugis adalah orang Eropa pertama yang tiba di Jepang (1543), dan mendirikan pos perdagangan di sana pada 1570.[22]

    Oleh karena itu, tidak mengherankan jika perubahan besar dalam politik di Afrika dan Asia akan berakhir dengan peperangan. Alasan-alasan itulah yang menyebabkan pertempuran besar pertama antara Utsmani dan Portugis. Awal 1506, Utsmani dan sekutunya melawan Portugis dalam Pertempuran Kannur yang terkenal.[23] Pertempuran inilah kelak menciptakan rangkaian skenario konflik di antara kedua kekuatan tersebut. Sejarawan India K. K. N. Kurup menjelaskan dalam pertempuran ini, "Tiga kerakah Portugis dan sebuah karavel membombardir enam puluh kerakah dan ratusan paraus juga zabuqs...Artileri Portugis memainkan peran penting dengan dibantu senjata besar yang dipasang di dinding benteng di Kannur serta menewaskan lebih dari 3.000 orang.. Ini yang menentukan kemenangan Portugis." Juga sejarawan Bailey W. Diffie, mengatakan bahwa kerakah muslim bertabrakan dengan "skuadron Portugis yang diperintahkan oleh putra Vicero'y Lourenço. Di sana diikuti pertempuran yang berkepanjangan di mana berkumpulnya awak kapal Hindu, Arab, dan Turki."[24] Menariknya, pertempuran ini memiliki pola yang terus berulang di setiap pertempuran berikutnya.

    Kekuatan Militer

    sunting

    Kekuatan tentara

    sunting
     
    Sebuah Galai Utsmani yang khas

    Di satu sisi, Utsmani memiliki keunggulan yang luar biasa tidak hanya dari dalam kerajaan saja tetapi juga dari kalifah muslim lainnya yang sangat mendukung mereka, juga sebaliknya. Utsmani mampu mengumpulkan tentara dalam jumlah besar dari luar Kesultanan.[25] Ini terbukti saat Kejatuhan Konstantinopel: "Sultan Mehmed II mengepung kota tersebut pada awal April dengan kekuatan 75.000 dan 100.000 pasukan dan sebuah armada besar.[26] Kekuatan tentara yang besar ini sangat jauh jika dibandingkan dengan jumlah tentara Eropa yang mempertahankan kota tersebut: "Itu merupakan pertahanan garnisun yang buruk, di bawah Kaisar Konstantinus XI Palaiologos, berjumlah sekitar 8.000 orang."[26] Demikian pula, Kekaisaran Portugis memiliki jumlah pasukan yang sangat terbatas dan jarang didukung oleh sekutu-sekutu penting di Timur. Portugal, saat itu memiliki sekitar 1 juta orang, dan dengan ditemukannya Brasil, warganya diberikan peluang baru untuk berimigrasi. Selain itu, banyak orang Portugis yang meninggal karena penyakit di Timur.[27] Sebagai perbandingan, Kesultanan Utsmaniyah pada dekade pertama abad ke-16 memiliki populasi sekitar 13 juta orang,[28] sementara Portugis sekitar 1 juta orang.[29] Oleh sebab itu, tenaga manusia merupakan kekurangan besar di pihak Portugis.

    Dalam konteks ini, Pertempuran Diu (1509) adalah contoh bagus yang mengarahkan kita pada skenario tersebut. K. K. N. Kurup memberitahukan bahwa dalam pertempuran ini "Armada Turki yang terdiri dari 2.000 orang di bawah Amir Husain dari Laut Merah berlayar menuju Diu untuk bergabung dengan pasukan Malik Ayyaz dan para penguasa pantai India lainnya.. Di sisi India, Malik memimpin armada yang terdiri dari orang-orang Gujarat, Bijapur Ahmednagar dan Calicut. Rombongan Amir Husain terdiri dari orang Mesir, Venesia, dan lainnya yang bekerja sama dengan armada India...menghadapi Armada Portugis di Diu dan berjuang mati-matian. Sekitar 6.000 tentara gabungan tersebut berjuang melawan Portugis dalam pertempuran ini. Kemudian sejarawan beralih ke pasukan Portugis, yang terdiri dari "sembilan belas kapal dan 1.200 orang."[30] Sejarawan Willian Weir menegaskan kembali angka-angka ini: "Husain kembali dengan lebih banyak kapal. Kebanyakan adalah galai-galai yang memasang tiga meriam di atas paruh perunggu besar yang digunakan untuk menyeruduk. Ada 200 kapal, ribuan pendayung, dan 1.500 tentara menaiki kapal musuh. Selain pedang dan tombak, para prajurit membawa busur atau pemantik api. Mereka memiliki jepitan besi untuk merampas kapal musuh dan belanga api untuk dijatuhkan di dek mereka...Ketika orang-orang Muslim kembali, Almeida memiliki 17 kapal."[31]

     
    Sebuah kerakah Portugis pada abad ke-16

    Kekuatan armada

    sunting
     
    Meriam perunggu Portugis

    Dalam Pertempuran Diu (1509) "sekitar 1.500 prajurit dari pasukan gabungan terbunuh" memperlihatkan contoh bagaimana Portugis mampu mengatasi kelemahannya dari segi jumlah selama perang tersebut: kekuatan armada yang ulung. Meskipun Utsmaniyah dan sekutunya lebih unggul dalam jumlah pasukan maupun kapal, mereka secara militer tidak seefisien Portugis. Kesimpulan ini dijelaskan oleh profesor Geoffrey Parker: "Untuk masalah strategi armada laut yang dihadapi kekuatan Iberia pada abad keenam belas sama sekali berbeda dengan mereka yang menghadapi Inggris. Negara-negara yang berbatasan dengan Laut Utara dan Saluran, di mana banyak pelabuhan air yang dalam dengan teater operasi yang relatif kecil, bisa mengandalkan senjata-senjata besar dan berat untuk pertahanan. Tetapi Portugal dan Spanyol mengharuskan orang-orang yang berperang mampu berlayar ke lautan yang jauh, melewati lautan yang ganas untuk berdagang dan menghancurkan kapal-kapal musuh yang beroperasi tanpa izin mereka. Sehingga memerlukan kapal yang serbaguna, dan butuh waktu bertahun-tahun sebelum 'jalur kecil' Columbus dan Vasco da Gama membuka jalan bagi kapal laut perang yang dikenal sebagai galiung."[32] Dia menjelaskan bahwa "kapal perang yang paling modern adalah skuadron galiung Portugis, yang dalam waktu normal, berhasil mengawasi kerajaan dimana matahari tak pernah tenggelam."

    Dengan demikian, Kekaisaran Portugis memperkenalkan pola baru dalam peperangan laut ke dunia, khususnya Asia. Portugis adalah pionir dalam pengembangan teknologi militer armada laut yang canggih. Sejarawan K.M Mathew mengatakan "Pada abad ke-15, para pembuat kapal Portugis membuat kemajuan besar khususnya dalam pembuatan karavel. Kapal perang baru mengandalkan kualitas pelayarannya, kemampuan manuver dan kekuatan senjatanya. Bahkan, pembuatan kapal dan peralatannya untuk pelayaran India merupakan minat khusus bagi penguasa Portugis...Mereka melakukan banyak hal untuk memperhebat senjata api dan beberapa armada jenis baru ke India untuk berbagai tujuan." Penulis Muslim Syed Ramsey juga mengakui bahwa kekuatan armada Portugis adalah "keunggulan Portugis atas lawan mereka di Samudra Hindia, hingga pada tingkat yang cukup besar (dari segi kuantitas dan kualitas), pada pesaing Eropa mereka di Atlantik - melebihi sebagian besar armada laut di dunia - dan raja Portugis terhindar dari biaya pengadaan dan produksi senjata armada laut terbaik yang diizinkan teknologi Eropa." Penulis tersebut mengatakan bahwa Raja John II dari Portugal "Pada 1489 memperkenalkan tim-tim artileri terlatih pertama yang terstandardisasi pada setiap kapal." Dia menyimpulkan: "Raja Portugis memanfaatkan teknologi meriam terbaik yang tersedia di Eropa, khususnya meriam perunggu terbaru, lebih tahan lama dan lebih akurat, yang dikembangkan di Eropa Tengah."[33] Juga menurut sarjana Jeremy Black, "Peperangan armada Abad Pertengahan awalnya didominasi pertempuran jarak dekat (mendatangi dan menaiki kapal musuh). Lahirnya senjata api, menyebabkan pergeseran ke arah taktik di mana kapal tidak lagi bersentuhan langsung dan menaikinya pun menjadi mustahil. Portugis adalah yang pertama secara sistematis mendayagunakan meriam berat untuk aksi-aksi mengelak melawan musuh-musuh yang lebih unggul, sebuah perkembangan yang sering salah diklaim bagi Inggris." [34]

    Secara umum, galiung Portugis memiliki 35 meriam.[35] Tapi salah satu Galiung portugis yang dikenal dengan sebutan Botafogo, "dikatakan dilengkapi dengan 366 senjata" [36][37] dan berperan penting dalam Penaklukan Tunis (1535). Batofogo, yang awalnya dibaptis oleh São João Baptista, merupakan Galiung terbesar di Eropa.[38] Selain itu, Portugis juga memiliki kapal terbesar di dunia yang disebut Padre Eterno (Bapa Kekal) yang mampu membawa kargo seberat 2.000 ton.[38] Ekspresi kekuatan armada laut ini mempengaruhi tempat lain di Afrika atau Asia dan tentu saja membantu meningkatkan "teror" Portugis atas wilayah Timur yang mereka dekati, khususnya karena banyak kapal dari Timur yang tidak memiliki senjata.[39][40]

    Hanya dengan melihat gambar-gambar klasik kapal Portugis dan Utsmaniyah saat itu (disajikan di atas) dan membandingkannya, dapat dipahami bagaimana keunggulan militer Portugis di lautan. Jadi, sekali lagi, alasan utama keberhasilan Portugis melawan Utsmaniyah, menurut profesor G. Modelski, adalah Keuatan Armada mereka.[41]

     
    Benteng Jesus di Mombasa, 1593.

    Benteng: Senjata Amfibi

    sunting

    Pembangunan benteng adalah elemen kunci lain dalam keberhasilan Portugis di Samudera Hindia. Benteng-benteng ini adalah senjata yang serbaguna yang mampu melindungi dan mengamankan lautan maupun daratan yang dikendalikan oleh Portugis. Penulis Roger Crowley, mengatakan "keahlian teknologi dalam pembangunan benteng .... memfasilitasi bentuk baru kekaisaran samudra jarak jauh, yang mampu mengendalikan perdagangan dan sumber daya melintasi jarak yang sangat jauh." Liam Matthew Brockey berpendapat sama, mengatakan bahwa "Orang-orang Portugis merencanakan benteng mereka dengan baik ... mengadopsi ide-ide terbaru untuk benteng pertahanan....Mereka sangat sulit ditumpas dan memberikan Portugis kekuatan pertahanan yang hebat."[42] Portugis mampu mengendalikan situs-situs penting dan kemudian melaksanakan "penguasaan atas benteng-benteng utama Samudra Hindia."[43]

    Tanah Timur yang berbatasan dengan Samudra Hindia dan Afrika melihat lanskap mereka diubah sepenuhnya oleh pembangunan kastil batu Eropa yang dilengkapi dengan meriam perunggu yang sangat efisien dan pasukan artileri yang berpatroli di pantai tersebut. Benteng Jesus di Mombasa adalah salah satu yang paling menonjol dari jenisnya selain benteng-benteng di Goa dan Diu yang masih berdiri sampai saat ini. Benteng-benteng itu tidak hanya mengesankan dalam hal konstruksi militer tetapi juga mampu menahan pengepungan panjang dan daya tahannya yang luar biasa. Kemenangan Portugis atas kekuatan besar Utsmaniyah-Gujarat dalam Pengepungan Pertama dan Kedua Diu (1538 dan 1546) dianggap sebagai salah satu yang paling penting, terutama karena benteng tersebut dirancang secara militer dan kastel yang kuat yang dibangun oleh Orang Eropa.

    Utsmaniyah mampu melakukan pengepungan terhadap Portugis dalam berbagai kesempatan selama abad ke-16. Misalnya, jumlah pasukan Utsmaniyah/Arab yang mengepung Mazagão (1562) di Maroko sangat banyak: 100.000 prajurit yang didukung oleh 50.000 kavaleri, menurut sumber utama Portugis yang diceritakan oleh Agostinho Gavy de Mendonça, seorang prajurit dan kroni yang selamat dari pengepungan tersebut.[44] Sekali lagi, kualitas militer benteng tersebut sangat penting bagi kemenangan Portugis. Si kroni mengatakan "25.000 musuh terbunuh selama pengepungan tersebut."[45] Pengepungan terkenal lainnya dengan hasil sama adalah Pengepungan Malaka (1568), Pengepungan Hormuz (1552), Pengepungan Bahrain (1559) dan lainnya.

    Perbandingan Kemiliteran

    sunting
     
    Senapan lontak Portugis pada abad ke-16

    Dengan kekuatan militernya yang dominan, khususnya pada abad ke-14, Utsmaniyah mampu mengendalikan wilayah yang luas, membangun hubungan diplomatik dengan rakyatnya dan mengumpulkan pasukan untuk pertempuran mereka. Di Timur, khususnya, mereka mendekati masyarakat dan mempersilahkan mereka untuk membangun aliansi yang kuat untuk berjuang dalam perang. Sebenarnya, "Dinasti Utsmaniyah pada abad ke-15 dan ke-16 mampu mengumpulkan tentara yang lebih banyak daripada negara-negara Eropa Barat lainnya."[46] Selain itu, Eropa pada abad ke-14 masih dalam tahap awal kekuatan militer mereka, dan Utsmaniyah melihat kesempatan ini untuk menyerang Eropa Timur dengan tentara yang jumlahnya luar biasa.[47] Jatuhnya Konstantinopel merupakan tanda dari marabahaya yang diwakili Utsmaniyah ke Eropa.

     
    Baju zirah Kesultanan Utsmani
     
    Baju zirah Kerajaan Portugis

    Namun, skenario bahaya ini bagi Eropa mulai berubah drastis pada dekade pertama abad ke-15, lebih tepatnya pada 1415, dengan Penaklukan Portugis atas Ceuta, serta bangkitnya Kekaisaran Portugis. Zaman Penjelajahan, yang dipelopori oleh Portugal, menciptakan revolusi teknologi, militer dan politik yang belum pernah ada di dunia sebelumnya. Bukti-bukti tersebut menegaskan bagaimana periode inovasi militer membuat kekuatan militer Portugal mampu menghadapi Utsmaniyah dan sekutunya di tanah air mereka pada abad ke-16. Portugis mampu mengembangkan dan menggunakan senjata militer yang paling kuat pada waktu itu dalam bentuk galiung, meriam perunggu, senjata api, dan benteng-bentengnya.[48] Utsmaniyah, meskipun masih memiliki jangkauan militer yang sama dan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan jumlah tentara, pada abad ke-16 mereka mulai menunjukkan kemunduran dalam pertempuran. Profesor Fatma Gocek menjelaskan: "Selama abad keenam belas dan ketujuh belas, dengan meningkatnya konsolidasi kekuatan militer, kekayaan materi, dan kemajuan ilmiah di negara-negara Eropa, Utsmaniyah mulai kehilangan keunggulan militer mereka atas Barat."[49] Yang menarik, kroni persia kontemporer, Monajjem Yazni menuliskan "selama pengepungan Bahrain pada 1603, meriam-meriam Portugis jatuh ke tangan Safavid, tetapi para ahlinya tidak mampu memproduksi bola meriam dengan ukuran besar yang digunakan oleh senjata-senjata tersebut."[50]

    Meskipun Utsmaniyah, Arab dan khalifah muslim lainnya berusaha membangun aliansi untuk mengusir invasi Portugis, keunggulan militer orang-orang Eropa terbukti terlalu besar. Penulis Timur, Al-Khalifa dalam bukunya First Light mengatakan: "Perlawanan Arab dan Utsmaniyah terhadap Portugis semakin intensif di Laut Merah, Teluk Arab dan Samudera Hindia. Namun, perlawanan ini tidak berpengaruh karena keunggulan senjata Portugis. Tidak ada sarana untuk memperlengkapi pasukan armada laut yang setara dengan musuh. Portugis terus menjadi penguasa yang tak terbantahkan di perairan ini. Mereka dilengkapi dengan senjata yang unggul, memiliki keterampilan organisasi yang lebih baik dan tentara yang berdedikasi." [51] Sebaliknya, sejarawan Karen Hasler dan William Thompson menjelaskan "tentara Utsmaniyah... mewakili kelompok besar orang-orang yang berperang yang sering kali kurang dipersenjatai dan tidak terorganisir." [52]

    Akhirnya, penulis India Shankarlal C. Bhatt merangkum seluruh keunggulan militer Portugis dengan mengatakan bahwa mereka "dipersenjatai dan perlengkapannya lebih baik (baju zirah, arqualius dan sejenis granat yang terbuat dari tanah liat dengan mesiu di dalamnya)" dan "karena umumnya pasukan Portugis adalah pelaut profesional berpengalaman, kebanyakan prajurit bangsawan yang berkuasa atas Turki." [53] Hal lain yang menarik yang disebutkan oleh penulis ini adalah bahwa Portugis lebih unggul "tidak hanya dalam kekuatan fisik dan ukuran, tetapi juga dalam keterampilan tempur." [54]

    Pertempuran

    sunting

    Dalam daftar di bawah ini, diperlihatkan pertempuran yang paling dikenal serta sumber akademis yang mengakui pemenang, dalam urutan kronologis:

    Tabel Pertempuran
    Kemenangan Portugis Kemenangan Utsmaniyah
    Pertempuran Kannur (1506) Pengepungan Diu (1531) [55]
    Pertempuran Diu (1509) [56][57][58] Pertempuran Preveza (1538) [59]
    Penaklukan Goa (1510) [60][61] Pertempuran Sahar [Aljir] (1541) [62]
    Penaklukan Tunis (1535) [63][64] Perebutan Aden (1548) [65]
    Pengepungan Pertama Diu (1538) [66][67][68][69] Perebutan Muskat (1552) [70]
    Pertempuran Wayna Daga (1543) [71][72] Pertempuran Alcazar Quibir (1579) [73]
    Pengepungan Kedua Diu (1546) [74][75][76]
    Pengepungan Hormuz (1552) [77][78]
    Pertempuran 1553 (Kampanye Hormuz) [79][80]
    Pertempuran 1554 (Kampanye Hormuz) [81]
    Pengepungan Bahrain (1559) [82][83]
    Pengepungan Mazagao (1562) [84][85][86]
    Pengepungan Malaka (1568) [87][88]
    Pertempuran Lepanto (1571) [89][90][91][92]
    Pertempuran Mombasa (1589) [93][94][95]

    Sebagaimana penelaahan atas literatur-literatur di atas, pada akhir abad ke-16, Portugis terbukti lebih unggul secara militer daripada Kesultanan Utsmaniyah, Portugis mengalahkan mereka pada sebagian besar pertempuran dan mengamankan kekuasaannya atas arus perdagangan rempah-rempah di Samudera Hindia dan Teluk Persia, sementara Utsmaniyah terpaksa melepaskan operasi mereka di Samudra Hindia dan mundur ke tanah air mereka di Laut Merah yang berhasil mereka lindungi.[96] Di samping itu, setelah Pertempuran Lepanto Kesultanan Utsmani juga kehilangan pengaruh mereka atas perairan meditarania. Berikut adalah beberapa penulis akademis yang berbeda, dari Timur dan Barat yang menetapkan hasil peperangan ini:

    • G. Modelski: "orang-orang Turki tidak pernah menang di samudra. Galai-galai Mediterania yang mereka pergunakan terbukti tidak cocok melawan kapal-kapal besar Portugis." [97]
    • Palmira Brummett: "Di Samudra Hindia, Kesultanan Utsmaniyah gagal menyingkirkan Portugis sebagai kekuatan yang dominan." "jelas bahwa Utsmaniyah telah kandas dalam upaya melawan Portugis di Samudra Hindia." [98][99]
    • Pius Malekandathil: "Meskipun Portugis dan Utsmaniyah bergerak ke wilayah Samudera Hindia hampir bersamaan, Portugis berhasil beradaptasi. Rantai benteng Portugis yang didirikan di sepanjang pantai India barat mampu mencegah Utsmaniyah menyatukan kegiatan ekonomi India ke dalam rancangan mereka, yang mereka pelihara dari pertengahan abad ke-15 dan seterusnya." [100]
    • M.A Cook: "Ali Beg pada tahun 1584 bergerak ke pantai Afrika Timur sampai Malindi. Dia mengulangi lagi pada 1589, kali ini mencapai Mombasa, di mana skuadronnya menyerah oleh serangan armada Portugis dari Goa di India barat. Dengan demikian mengakhiri upaya Utsmaniyah untuk melawan dominasi Portugal atas perairan India." [101]
    • Lincoln Payne: "Perang resmi Utsmaniyah melawan Portugis berakhir dengan pembunuhan Sokullu pada 1579, tetapi satu dekade kemudian lima armada kapal dikirim untuk merebut Mombasa ... Utsmaniyah menyerah kepada Portugis, sehingga mengakhiri upaya Utsmaniyah untuk mempengaruhi hal ihwal di Samudra Hindia." [102]
    • G.A Ballard: "saat itu merupakan era tekanan dan perselisihan yang terjadi berulang kali, tetapi dalam kondisi-kondisi yang stasioner; meskipun terus-menerus diserang, Portugis tidak pernah terusir ke mana pun, bahkan ketika mengalami kemunduran sementara selalu bisa memulihkan supremasi mereka cepat atau lambat." [103]
    • Svat Soucek: "Dengan demikian nasib Piri Reis merepresentasikan argumen yang kuat terhadap citra Kesultanan Utsmaniyah yang sepenuhnya terlibat dalam eksplorasi dan penemuan dunia oleh para pelopor Barat, dari konfrontasi antara Turki Utsmani dan Portugis di Samudra Hindia, perjuangan global untuk dominasi yang dimenangkan Turki. Jika itu yang terjadi, kita akan bicara bukan tentang Estado da India Portugis tetapi dari kerajaan samudera Utsmaniyah yang menguasai Samudera Hindia dari Mombasa di pantai Afrika timur ke Melaka di Malaysia, sebuah segi empat raksasa yang sudut lainnya adalah Hormuz dan Aden. Jauh dari melihat Porte yang melancarkan kampanye gencar untuk menguasai kekaisaran samudera semacam itu, namun kami melihat tindakan itu bahkan tidak berhasil membuat Teluk Persia di bawah kendalinya: upaya oleh skuadron kecil di bawah komando Piri Reis untuk menaklukkan Hormuz telah direncanakan dengan buruk dan terlalu kecil untuk usaha semacam itu, selain secara nyata disabotase oleh gubernur Basra Kubad Pasha; lebih penting lagi, tidak dilakukan kampanye lain yang lebih baik yang seharusnya diluncurkan dari Basra. Emporium besar, yang kepemilikannya oleh orang-orang kafir sangat disesalkan oleh Piri Reis di Kitabı Bahriye, sehingga penguasaan Portugis bukan menjadi landasan kampanye Utsmaniyah untuk menaklukkan Samudera Hindia." [104]

    Catatan

    sunting
    1. ^ a b Lee, Wayne, 2016, Waging War: Conflict, Culture, and Innovation in World History, p. 261
    2. ^ a b G. Modelski, 1988, Seapower on Global Politics, p. 157.
    3. ^ a b Pius Malekandathil, 2010, MARITIME INDIA Trade, Religion and Polity in the Indian Ocean, p.122 and 123
    4. ^ Svat Soucek, 2014: PIRI REIS His uniqueness among cartographers and hydrographers of the Renaissance, p. 144.
    5. ^ Lincoln Paine, 2013, The Sea and Civilization: A Maritime History of the World, p. 430.
    6. ^ Grant, R. G. (2011-01-03). Battle at Sea: 3,000 Years of Naval Warfare. Penguin. ISBN 9780756657017. 
    7. ^ Rogerson, Barnaby (2011-03-29). The Last Crusaders: East, West, and the Battle for the Center of the World. The Overlook Press. ISBN 9781468302882. 
    8. ^ Crowley, Roger (2015-12-01). Conquerors: How Portugal Forged the First Global Empire. Random House Publishing Group. ISBN 9780812994018. 
    9. ^ Modelski, George; Thompson, William R. (1988-06-18). Seapower in Global Politics, 1494–1993. Springer. ISBN 9781349091546. 
    10. ^ Marshman, John Clark (2010-11-18). History of India from the Earliest Period to the Close of the East India Company's Government. Cambridge University Press. ISBN 9781108021043. 
    11. ^ Midlarsky, Manus (2000). Handbook of War Studies II. EUA: University of Michigan. hlm. 315. ISBN 978-0-472-06724-4. 
    12. ^ Boxer, Charles (1973). The Portuguese Seaborne Empire 1415-1825. England: Penguin. hlm. 11, 13. ISBN 978-0140216479. 
    13. ^ Malekandathil, Pius (2010). Maritime India - Trade, Religion and Polity in the Indian Ocean. Delhi: Primus Books. hlm. 110. ISBN 978-93-80607-01-6. 
    14. ^ Malekandathil, Pius (2010). Maritime India - Trade, Religion and Polity in the Indian Ocean. Delhi: Primus Books. hlm. 113. ISBN 978-93-80607-01-6. 
    15. ^ Casale, Giancarlo (2010-02-25). The Ottoman Age of Exploration. Oxford University Press. ISBN 9780199798797. 
    16. ^ a b Albuquerque, Afonso de (1774). Commentarios do grande Afonso Dalboquerque, Capitâo Geral... das Indias Orientaes... (dalam bahasa Portugis). na Regia Officina Typographica. 
    17. ^ Albuquerque, Afonso de (1774). Commentarios do grande Afonso Dalboquerque: capitão geral que foi das Indias Orientaes em tempo do muito poderoso rey D. Manuel, o primeiro deste nome (dalam bahasa Portugis). Na Regia Officina Typografica. 
    18. ^ Faroqhi, Suraiya (1999-12-09). Approaching Ottoman History: An Introduction to the Sources (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. ISBN 9780521666480. 
    19. ^ Barros, João de; Couto, Diogo do; Faria, Manoel Severim de (1783). Da Asia: De Diogo De Couto (dalam bahasa Portugis). Regia Officina Typografica. 
    20. ^ Lee, Wayne E. (2016). Waging War: Conflict, Culture, and Innovation in World History. Oxford University Press. ISBN 9780199797455. 
    21. ^ Black, Jeremy (1996-03-28). The Cambridge Illustrated Atlas of Warfare: Renaissance to Revolution, 1492-1792 (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. ISBN 9780521470339. 
    22. ^ Black, Jeremy (1996-03-28). The Cambridge Illustrated Atlas of Warfare: Renaissance to Revolution, 1492-1792 (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. ISBN 9780521470339. 
    23. ^ Kurup, K. K. N. (1997). India's Naval Traditions: The Role of Kunhali Marakkars. Northern Book Centre. ISBN 9788172110833. 
    24. ^ Diffie, Bailey Wallys (1977). Foundations of the Portuguese Empire, 1415-1580. U of Minnesota Press. ISBN 9780816607822. 
    25. ^ Rasler, Karen A.; Thompson, William R. (2015-01-13). The Great Powers and Global Struggle, 1490-1990 (dalam bahasa Inggris). University Press of Kentucky. ISBN 9780813149929. 
    26. ^ a b "Fall of Constantinople | Summary". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-04-27. 
    27. ^ Black, Jeremy (1996-03-28). The Cambridge Illustrated Atlas of Warfare: Renaissance to Revolution, 1492-1792 (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. ISBN 9780521470339. 
    28. ^ Ágoston, Gábor; Masters, Bruce Alan (2010-05-21). Encyclopedia of the Ottoman Empire (dalam bahasa Inggris). Infobase Publishing. ISBN 9781438110257. 
    29. ^ Black, Jeremy (1996-03-28). The Cambridge Illustrated Atlas of Warfare: Renaissance to Revolution, 1492-1792 (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. ISBN 9780521470339. 
    30. ^ Kurup, K. K. N. (1997). India's Naval Traditions: The Role of Kunhali Marakkars. Northern Book Centre. ISBN 9788172110833. 
    31. ^ Weir, William (2009-03-30). 50 Battles That Changed the World: The Conflicts That Most Influenced the Course of History: Easyread Comfort Edition. ReadHowYouWant.com. ISBN 9781442976863. 
    32. ^ Parker, Geoffrey (1996-04-18). The Military Revolution: Military Innovation and the Rise of the West, 1500-1800. Cambridge University Press. ISBN 9780521479585. 
    33. ^ Ramsey, Syed (2016-05-12). Tools of War: History of Weapons in Early Modern Times (dalam bahasa Inggris). Vij Books India Pvt Ltd. ISBN 9789386019820. 
    34. ^ Black, Jeremy (2005-07-05). European Warfare, 1494-1660 (dalam bahasa Inggris). Routledge. ISBN 9781134477098. 
    35. ^ Black, Jeremy (1996-03-28). The Cambridge Illustrated Atlas of Warfare: Renaissance to Revolution, 1492-1792 (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. ISBN 9780521470339. 
    36. ^ Diffie, Bailey Wallys (1977). Foundations of the Portuguese Empire, 1415-1580 (dalam bahasa Inggris). U of Minnesota Press. ISBN 9780816607822. 
    37. ^ Ramsey, Syed (2016-05-12). Tools of War: History of Weapons in Early Modern Times (dalam bahasa Inggris). Vij Books India Pvt Ltd. ISBN 9789386019820. 
    38. ^ a b Hatton, Barry (2016-01-06). The Portuguese: A Portrait of a People (dalam bahasa Inggris). Andrews UK Limited. ISBN 9781908493392. 
    39. ^ Marshman, John Clark (2010-11-18). History of India from the Earliest Period to the Close of the East India Company's Government (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. ISBN 9781108021043. 
    40. ^ Kurup, K. K. N. (1997). India's Naval Traditions: The Role of Kunhali Marakkars (dalam bahasa Inggris). Northern Book Centre. ISBN 9788172110833. 
    41. ^ Modelski, George; Thompson, William R. (1988-06-18). Seapower in Global Politics, 1494–1993. Springer. ISBN 9781349091546. 
    42. ^ Brockey, Liam Matthew (2016-12-05). Portuguese Colonial Cities in the Early Modern World. Routledge. ISBN 9781351909822. 
    43. ^ Lincoln, Payne (2013). The sea and civilization : a maritime history of the world. USA: Penguin Random House Companies. hlm. 412. ISBN 978-1-4000-4409-2. 
    44. ^ Mendonça, Agostinho de Gavy de (1890). Historia do cerco de Mazagão (dalam bahasa Portugis). Impresso na Typ. do commercio de Portugal. 
    45. ^ Mendonça, Agostinho de Gavy de (1890). Historia do cerco de Mazagão (dalam bahasa Portugis). Impresso na Typ. do commercio de Portugal. 
    46. ^ Rasler, Karen A.; Thompson, William R. (2015-01-13). The Great Powers and Global Struggle, 1490-1990 (dalam bahasa Inggris). University Press of Kentucky. ISBN 9780813149929. 
    47. ^ Gocek, Fatma Muge (1987-12-03). East Encounters West: France and the Ottoman Empire in the Eighteenth Century (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press. ISBN 9780195364330. 
    48. ^ Vickers, Daniel (2008-04-15). A Companion to Colonial America (dalam bahasa Inggris). John Wiley & Sons. ISBN 9780470998489. 
    49. ^ Gocek, Fatma Muge (1987-12-03). East Encounters West: France and the Ottoman Empire in the Eighteenth Century (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press. ISBN 9780195364330. 
    50. ^ electricpulp.com. "FIREARMS i. HISTORY – Encyclopaedia Iranica". www.iranicaonline.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-04-28. 
    51. ^ Al_Khalifa (2013-10-28). First Light (dalam bahasa Inggris). Routledge. ISBN 9781136161490. 
    52. ^ Rasler, Karen A.; Thompson, William R. (2015-01-13). The Great Powers and Global Struggle, 1490-1990 (dalam bahasa Inggris). University Press of Kentucky. ISBN 9780813149929. 
    53. ^ Bhatt, Shankarlal C. (2006). Land and People of Indian States and Union Territories: In 36 Volumes. Daman & Diu (dalam bahasa Inggris). Gyan Publishing House. ISBN 9788178353890. 
    54. ^ Bhatt, Shankarlal C. (2006). Land and People of Indian States and Union Territories: In 36 Volumes. Daman & Diu (dalam bahasa Inggris). Gyan Publishing House. ISBN 9788178353890. 
    55. ^ Emiralioglu, Pinar (2016-12-05). Geographical Knowledge and Imperial Culture in the Early Modern Ottoman Empire. Routledge. ISBN 9781351934213. 
    56. ^ Adas, Michael (1993). Islamic & European Expansion: The Forging of a Global Order. Temple University Press. ISBN 9781566390682. 
    57. ^ Grant, R. G. (2017-10-24). 1001 Battles That Changed the Course of History. Book Sales. ISBN 9780785835530. 
    58. ^ Paine, Lincoln (2014-02-06). The Sea and Civilization: A Maritime History of the World. Atlantic Books. ISBN 9781782393573. 
    59. ^ Goldstein, Jack (2014-01-22). 101 Amazing Facts about Pirates. Andrews UK Limited. ISBN 9781783335299. 
    60. ^ Crowley, Roger (2015-09-15). Conquerors: How Portugal seized the Indian Ocean and forged the First Global Empire. Faber & Faber. ISBN 9780571290918. 
    61. ^ Mathew, K. M. (1988). History of the Portuguese Navigation in India, 1497-1600. Mittal Publications. ISBN 9788170990468. 
    62. ^ Mikaberidze, Alexander (2011-07-31). Conflict and Conquest in the Islamic World: A Historical Encyclopedia. ABC-CLIO. ISBN 9781598843361. 
    63. ^ Crowley, Roger (2009-06-04). Empires of the Sea: The Final Battle for the Mediterranean, 1521-1580. Faber & Faber. ISBN 9780571250806. 
    64. ^ Diffie, Bailey Wallys (1977). Foundations of the Portuguese Empire, 1415-1580. U of Minnesota Press. ISBN 9780816607822. 
    65. ^ King, Joe (1986-12-01). Süleyman the Magnificent. Marine Publishing. 
    66. ^ Adas, Michael (1993). Islamic & European Expansion: The Forging of a Global Order. Temple University Press. ISBN 9781566390682. 
    67. ^ Mathew, K. M. (1988). History of the Portuguese Navigation in India, 1497-1600. Mittal Publications. ISBN 9788170990468. 
    68. ^ Clodfelter, Micheal (2017-05-09). Warfare and Armed Conflicts: A Statistical Encyclopedia of Casualty and Other Figures, 1492–2015, 4th ed. McFarland. ISBN 9781476625850. 
    69. ^ Journal of the Asiatic Society of Bombay. Asiatic Society of Bombay. 1922. 
    70. ^ Imber, Colin (2009-08-26). The Ottoman Empire, 1300-1650: The Structure of Power. Macmillan International Higher Education. ISBN 9781137014061. [pranala nonaktif permanen]
    71. ^ Stapleton, Timothy J. (2016-11-07). Encyclopedia of African Colonial Conflicts [2 volumes]. ABC-CLIO. ISBN 9781598848373. 
    72. ^ Shinn, David H.; Ofcansky, Thomas P. (2013-04-11). Historical Dictionary of Ethiopia. Scarecrow Press. ISBN 9780810874572. 
    73. ^ Saramago, José (2010-09-07). The Elephant's Journey. Random House. ISBN 9781407092348. 
    74. ^ Mathew, K. M. (1988). History of the Portuguese Navigation in India, 1497-1600. Mittal Publications. ISBN 9788170990468. 
    75. ^ Casale, Giancarlo (2010-02-25). The Ottoman Age of Exploration. Oxford University Press. ISBN 9780199703388. 
    76. ^ Malekandathil, Pius (2010). Maritime India: Trade, Religion and Polity in the Indian Ocean. Primus Books. ISBN 9789380607016. 
    77. ^ Black, Jeremy (2011-09-28). War in the World: A Comparative History, 1450-1600. Macmillan International Higher Education. ISBN 9780230344266. [pranala nonaktif permanen]
    78. ^ Çiçek, Kemal; Kuran, Ercüment; Göyünç, Nejat; Ortaylı, İlber (2000). Great Ottoman Turkish civilization. Yeni Türkiye. 
    79. ^ Casale, Giancarlo (2010-02-25). The Ottoman Age of Exploration. Oxford University Press. ISBN 9780199703388. 
    80. ^ Imber, Colin (2009-08-26). The Ottoman Empire, 1300-1650: The Structure of Power. Macmillan International Higher Education. ISBN 9781137014061. [pranala nonaktif permanen]
    81. ^ Alpers, Edward A. (2013-10-31). The Indian Ocean in World History. Oxford University Press. ISBN 9780199929948. 
    82. ^ Fuccaro, Nelida (2009-09-03). Histories of City and State in the Persian Gulf: Manama Since 1800. Cambridge University Press. ISBN 9780521514354. 
    83. ^ Larsen, Curtis E. (1983). Life and Land Use on the Bahrain Islands: The Geoarchaeology of an Ancient Society. University of Chicago Press. ISBN 9780226469065. 
    84. ^ Martyn, John R. C. (1994). The Siege of Mazagão: A Perilous Moment in the Defence of Christendom Against Islam. Peter Lang. ISBN 9780820422107. 
    85. ^ Lowe, K. J. P. (January 2000). Cultural Links Between Portugal and Italy in the Renaissance. Oxford University Press. ISBN 9780198174288. 
    86. ^ Alden, Dauril (1996). The Making of an Enterprise: The Society of Jesus in Portugal, Its Empire, and Beyond, 1540-1750. Stanford University Press. ISBN 9780804722711. 
    87. ^ Truxillo, Charles A. (2012). Crusaders in the Far East: The Moro Wars in the Philippines in the Context of the Ibero-Islamic World War. Jain Publishing Company. ISBN 9780895818645. 
    88. ^ Clodfelter, Micheal (2017-05-09). Warfare and Armed Conflicts: A Statistical Encyclopedia of Casualty and Other Figures, 1492–2015, 4th ed. McFarland. ISBN 9781476625850. 
    89. ^ Horowitz, Irving (2018-02-06). Culture and Civilization. Routledge. ISBN 9781351524438. 
    90. ^ Horowitz, Irving (2018-02-06). Culture and Civilization. Routledge. ISBN 9781351524438. 
    91. ^ Chesterton, G. K. (2012-06-06). Lepanto. Ignatius Press. ISBN 9781681492926. 
    92. ^ Santarém.), Manuel Francisco de Barros e Sousa de Mesquita de Macedo Leitão e Carvalhosa (visconde de (1827). Noticia dos manuscriptos pertencentes ao direito publico externo diplomatico de Portugal, e á historia, e litteratura do mesmo paiz, que existem na Bibliotheca r. de Paris, e outras, da mesma capital, e nos archivos de França (dalam bahasa Portugis). Academia real das Sciencias. 
    93. ^ Alpers, Edward A. (2013-10-31). The Indian Ocean in World History. Oxford University Press. ISBN 9780199929948. 
    94. ^ Olson, James Stuart (1991). Historical Dictionary of European Imperialism. Greenwood Publishing Group. ISBN 9780313262579. 
    95. ^ A History of the Ottoman Empire to 1730. CUP Archive. 
    96. ^ Couto, Dejanirah; Loureiro, Rui Manuel; Loureiro, Rui (2008). Revisiting Hormuz: Portuguese Interactions in the Persian Gulf Region in the Early Modern Period (dalam bahasa Inggris). Otto Harrassowitz Verlag. ISBN 9783447057318. 
    97. ^ Modelski, George (1988). Seapower in Global Politics, 1494-1993. London: THE MACMILLAN PRESS LTD. hlm. 157. ISBN 978-1-349-09156-0. 
    98. ^ Brummett, Palmira Johnson (1994). Ottoman Seapower and Levantine Diplomacy in the Age of Discovery. SUNY Press. ISBN 9780791417027. 
    99. ^ Brummett, Palmira Johnson (1994). Ottoman Seapower and Levantine Diplomacy in the Age of Discovery (dalam bahasa Inggris). SUNY Press. ISBN 9780791417027. 
    100. ^ Malekandathil, Pius (2010). Maritime India: Trade, Religion and Polity in the Indian Ocean. Delhi: Primus Books. hlm. 122, 123. ISBN 978-93-80607-01-6. 
    101. ^ Cook, M.A. (1976). A History of the Ottoman Empire to 1730. New York, Melbourne: Cambridge University Press. hlm. 122. ISBN 0521208912. 
    102. ^ Paine, Lincoln (2014-02-06). The Sea and Civilization: A Maritime History of the World. Atlantic Books. ISBN 9781782393573. 
    103. ^ Ballard, G.A (1928). Rulers of the Indian Ocean. Boston, Houghton Mifflin Company,: University of Michigan. hlm. 130. 
    104. ^ Soucek, Svat (2013). "Piri Reis: His uniqueness among cartographers and hydrographers of the Renaissance" (PDF). CFC (N°216- Juin 2013): 143, 144 – via Comite Francais de Cartographie - Accueil.