Konstitusi Republik Indonesia Serikat

Undang-Undang atau Konstitusi Negara Republik Indonesia Serikat
(Dialihkan dari Konstitusi RIS)

'Undang-Undang Republik Indonesia Serikat, 'Konstitusi Republik Indonesia Serikat atau lebih dikenal dengan sebutan Konstitusi RIS adalah konstitusi yang berlaku di Republik Indonesia Serikat sejak tanggal 27 Desember 1949 (yakni tanggal diakuinya kedaulatan Indonesia dalam bentuk RIS) hingga diubahnya kembali bentuk negara federal RIS menjadi negara kesatuan RI pada tanggal 17 Agustus 1950.

Sejak tanggal 17 Agustus 1950, konstitusi yang berlaku di Indonesia adalah Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, atau dikenal dengan sebutan UUDS 1950.

Sejarah

sunting

Konstitusi Republik Indonesia Serikat disahkan sebagai undang-undang dasar negara berkaitan dengan pembentukan Republik Indonesia Serikat oleh hasil Konfrensi Meja Bundar, sejak 27 Desember 1949 berdasarkan poin pertama dan kedua. Naskah konstitusi ini dirumuskan oleh Panitia Urusan Ketatanegaraan dan Hukum Tatanegara yang terdiri dari anggota orang Indonesia maupun Belanda.[1] Pemberlakuan Konstitusi Republik Indonesia Serikat tidak serta merta mencabut Undang-Undang Dasar Tahun 1945 karena perbedaan ruang lingkup penerapan. Konstitusi Republik Indonesia Serikat berlaku sampai dengan tanggal 17 Agustus 1950 di Indonesia berlaku UUDS 1950 berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 pada Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, Sidang Pertama Babak ke-3 Rapat ke-71 DPR RIS tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta.

Isi Konstitusi

sunting

Konstitusi Republik Indonesia Serikat terdiri atas mukadimah, isi dan piagam persetujuan. Isi Konsitusi Republik Indonesia Serikat terdiri enam bab dan seratus sembilan puluh tujuh pasal.

Mukadimah

sunting

Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat berisi secara ringkas pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yang menekankan aspek kesatuan, kedaulatan, ketuhanan dan filosofi negara (Pancasila).

Bab 1: Negara Indonesia Serikat

sunting

Bab 1 Konstitusi Republik Indonesia Serikat ini terdiri atas enam bagian. Empat bagian pertama merupakan bagian mengenai Bentuk Negara dan Kedaulatan, Daerah Negara, Lambang dan Bahasa Negara serta Kewarganegaraan dan Penduduk Negara. Empat bagian pertama dalam bab 1 Konstitusi Republik Indonesia Serikat menyatakan bahwa:

  1. Negara Indonesia Serikat merupakan negara hukum yang berlandaskan demokrasi dan berbentuk federasi (pasal 1a), yang kedaulatannya dilaksanakan oleh Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat (pasal 1b).
  2. Negara Indonesia Serikat meliputi Negara Republik Indonesia berdasarkan Perjanjian Renville, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, Distrik Federal Jakarta, Negara Jawa Timur, Negara Madura dan Negara Sumatra Timur dan Daerah-Daerah Otonom (Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat (Daerah istimewa), Dajak Besar; Daerah Bandjar, Kalimantan Tenggara, dan Kalimantan Timur) (pasal 2).
  3. Bendera kebangsaan Republik Indonesia Serikat adalah bendera Sang Merah Putih (pasal 3 ayat 1), Lagu kebangsaan adalah lagu "Indonesia Raya" (pasal 3, ayat 2) dan Bahasa resmi Negara Republik Indonesia Serikat adalah Bahasa Indonesia (pasal 4).
  4. Pemerintah menetapkan meterai dan lambang negara (pasal 3 ayat 3).
  5. Kewarganegaraan dan pewarganegaraan (naturalisasi) serta Penduduk diatur oleh undang-undang federal (pasal 5, ayat 1 dan 2 dan pasal 6).

Sedangkan, bagian lima dari bab 1 Konstitusi Republik Indonesia Serikat mengatur mengenai Hak dan Kebebasan Dasar Manusia (dengan kata lain Hak Asasi Manusia). Hal-hal yang diatur dalam bagian ini antara lain:

  1. pengakuan sebagai pribadi terhadap undang-undang (7(1)).
  2. perlakuan dan perlindungan yang sama atas hukum (equality before the law) (7(2), 7(3) dan 13).
  3. mendapat bantuan hukum (7(4))
  4. hak membela diri (7(4))
  5. perlindungan atas harta benda (8)
  6. mobilitas (9)
  7. larangan perbudakan dan aktivitas terkait (10)
  8. memperoleh perlakuan yang layak (11)
  9. penahanan dan hukuman, harus dilakukan sesuai aturan-aturan yang berlaku (12 dan 14(b))
  10. praduga tak bersalah (14(a))

Referensi

sunting
  1. ^ Butt, Simon; Lindsey, Timothy (2018). Indonesian Law. Oxford: Oxford University Press. hlm. 5. ISBN 978-0-19-166556-1. OCLC 1048402397.