Konvensi Istanbul
Konvensi Majelis Eropa tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kekerasan terhadap Wanita dan Kekerasan Rumah Tangga, lebih dikenal dengan sebutan Konvensi Istanbul, adalah sebuah perjanjian hak asasi manusia internasional di bawah naungan Majelis Eropa. Perjanjian ini disahkan pada 10 Mei 2011. Tujuan konvensi ini adalah mencegah kekerasan terhadap wanita dan kekerasan dalam rumah tangga, melindungi korban, dan mengakhiri impunitas para pelaku.[1] Pada Maret 2019, perjanjian ini telah ditandatangani oleh 45 negara dan Uni Eropa.[2] Negara pertama yang meratifikasi perjanjian ini adalah Turki pada 12 Maret 2012.
Nama panjang:
| |
---|---|
Dirancang | 7 April 2011 |
Ditandatangani | 11 Mei 2011 |
Lokasi | Istanbul, Turki |
Efektif | 1 Agustus 2014 |
Syarat | 10 ratifikasi, dengan 8 ratifikasi dari negara anggota Majelis Eropa |
Penanda tangan | 45 negara + Uni Eropa |
Ratifikasi | 34 |
Penyimpan | Sekretaris Jenderal Majelis Eropa |
Kutipan | CETS No. 210 |
Bahasa | Bahasa Inggris dan Prancis |
Penolakan oleh Mahkamah Konstitusi Bulgaria
suntingPada 27 Juli 2018, Mahkamah Konstitusi Bulgaria mengeluarkan Resolusi No 13 mengenai Perkara Konstitusional No. 3/2018 yang menyatakan bahwa Konvensi Istanbul tidak sejalan dengan Undang-Undang Dasar Bulgaria. Dalam putusannya ini, mahkamah melihat adanya keterkaitan antara dokumen-dokumen Majelis Eropa sebelumnya mengenai Konvensi Istanbul dengan perlindungan hak transgender. Menurut penafsiran Mahkamah Konstitusi, Konvensi Istanbul melihat gender secara biner sebagai suatu kategori biologis dan sosial. Hal ini dianggap bertentangan dengan Konstitusi Bulgaria karena menurut penafsiran mahkamah, Konstitusi Bulgaria hanya memberi ruang bagi definisi jenis kelamin secara biologis. Oleh sebab itu, Mahkamah Konstitusi Bulgaria merasa khawatir bahwa konvensi ini akan membuka jalan untuk definisi gender yang tidak biologis, yang dianggap tidak konstitusional.[3][4]
Kontroversi
suntingKonvensi Istanbul telah menuai kontroversi di Eropa Tengah dan Timur, terutama di kalangan konservatif dan kanan jauh. Mereka merasa khawatir bahwa konvensi ini akan mengancam nilai-nilai keluarga tradisional.[5]
Dalam sebuah rilis pers pada November 2018, Majelis Eropa menyatakan "beberapa kelompok religius dan ultrakonservatif telah menyebarkan narasi yang salah tentang Konvensi Istanbul". Rilis pers ini menjelaskan bahwa Konvensi Istanbul tidak mencoba memaksakan gaya hidup tertentu dan hanya ingin mencegah kekerasan terhadap wanita dan kekerasan dalam rumah tangga. Majelis Eropa menyatakan bahwa Konvensi Istanbul "jelas-jelas bukan untuk mengakhiri perbedaan seksual antara wanita dan pria. Tidak ada satu pun pasal dalam konvensi ini yang menyiratkan bahwa wanita dan pria itu memang atau sepatutnya menjadi 'sama'". Majelis Eropa juga menjelaskan bahwa Konvensi Istanbul "tidak mencoba mengatur kehidupan keluarga dan/atau struktur keluarga: konvensi ini tidak mengandung definisi "keluarga" dan juga tidak mempromosikan jenis keluarga tertentu."[6]
Keterangan
suntingReferensi
sunting- ^ Council of Europe (2011). "Explanatory Report to the Council of Europe Convention on preventing and combating violence against women and domestic violence". Council of Europe. Diakses tanggal 31 Juli 2020.
- ^ "Full list: Chart of signatures and ratifications of Treaty 210". Council of Europe.
- ^ "The complete decision of the Constitutional Court on the Istanbul convention". 24 Chasa. 27 Juli 2018. Diakses tanggal 12 Februari 2019.
- ^ "Bulgaria's Constitutional Troubles with the Istanbul Convention". Verfassungsblog (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-02-11.
- ^ "Domestic Violence Treaty Falling Victim to Political Obtuseness". Balkan Insight. 4 August 2020. Diakses tanggal 5 August 2020.
- ^ "Ending misconceptions about the Convention on Preventing and Combating Violence against Women and Domestic Violence" (Siaran pers). Council of Europe. 22 November 2018. Diakses tanggal 21 Februari 2019.