Krisis ekonomi Sri Lanka (2019-sekarang)
Krisis ekonomi Sri Lanka adalah krisis ekonomi yang berlangsung dari tahun 2019 sampai kepada hari ini.[1][2] Krisis ini adalah krisis yang terburuk bagi Sri Lanka sejak negara ini merdeka pada tahun 1948. Krisis ini membuat meningkatnya inflasi, habisnya cadangan mata uang asing, habisnya peralatan medis, dan mahalnya kebutuhan-kebutuhan dasar bagi warga Sri Lanka. Angka inflasi mencapai 50 persen, dan inflasi untuk bahan pangan mencapai 80 persen. Nilai tukar mata uang rupee pun mengalami pelemahan, dimana dari 179 rupee terhadap satu dollar AS menjadi 360 rupee.[3]
Penyebab
suntingPenyebab utama dari krisis ekonomi Sri Lanka adalah tingginya beban hutang selama pemerintahan Gotabaya Rajapaksa yang sangat memberatkan negara tersebut.[4]
Pemotongan pajak
suntingBerbagai pemotongan pajak dilakukan oleh pemerintah Sri Lanka, yang pada ujungnya menurunkan pendapatan negara secara signifikan. Pemotongan pajak dilakukan pada pajak pertambahan nilai, pajak untuk pembangunan infrastruktur, dan pajak perusahaan. Berbagai pengurangan pajak ini tidak membawa dampak yang positif, melainkan membawa dampak yang negatif, karena pengurangan pajak ini meningkatkan defisit negara.[2] Berbagai aturan pengecualian pajak juga diterapkan, mengurangi jumlah pembayar pajak mencapai 33.5%.[5] Pemerintah Rajapaksa menolak untuk meningkatkan pajak selama 5 tahun.[6]
Sektor agrikultura
suntingPada tahun 2021, pemerintahan Gotabaya Rajapaksa berniat untuk mengubah sektor agrikultura di seluruh negara menjadi agrikultura organik, dengan melarang pupuk untuk digunakan.[7] Pada tahun 2021, Sri Lanka adalah negara yang berswasembada pangan, yang dapat memenuhi kebutuhan beras negaranya sendiri. Namun dengan adanya peraturan untuk melarang pupuk, Sri Lanka tidak bisa lagi memenuhi kebutuhannya sendiri, dan terpaksa melakukan impor.[2] Sri Lanka kehilangan statusnya sebagai negara dengan swasembada pangan karena dengan tidak adanya pupuk, maka produksi beras dari Sri Lanka mengalami penurunan sebanyak 20 persen.[8] Selain itu, ekspor teh juga terdampak keras dengan tidak adanya pupuk, dimana harga untuk melakukan penanaman mengalami kenaikan sedangkan produksi mengalami penurunan.[8]
Jebakan hutang RRT
sunting10 persen daripada pinjaman Sri Lanka berasal dari RRT (Republik Rakyat Tiongkok).[7] Para analis ekonomi dari negara Barat berpendapat bahwa berbagai hutang ke Sri Lanka dari RRT untuk membangun berbagai proyek yang berskala besar namun tidak digunakan adalah bentuk-bentuk dari diplomasi jebakan hutang RRT.[9][10][11] Dalam pemerintahan Rajapaksa, RRT meningkatkan kekuatan diplomasinya karena RRT bersedia meminjamkan pinjaman tanpa melakukan evaluasi daripada kemampuan pembayaran.[12] Pemerintahan Sri Lanka menolak hal ini, dan menyatakan bahwa bekerjasama dengan RRT adalah keputusan yang terbaik bagi Sri Lanka, karena tidak banyak negara lain yang mau menolong Sri Lanka.[13]
Rendahnya penerimaan uang dari luar negeri
suntingDengan melemahnya ekonomi global, maka warga Sri Lanka yang berada di luar Sri Lanka pun semakin jarang mengirimkan uang ke negara tersebut, dan jumlahnya pun mengalami penurunan, dari 7.7 triliun rupiah pada tahun 2019 menjadi 3,7 triliun rupiah pada April 2022.[3] Selain itu, banyak juga aksi daripada black market yang lebih dinamis daripada bank sentral, membuat banyak warga Sri Lanka lebih memilih menggunakan black market daripada bank sentral, mengurangi kekuatan daripada bank sentral.[14]
Pariwisata
suntingSektor pariwisata Sri Lanka mengalami dampak yang besar saat pengeboman pada Paskah 2019, dan adanya pandemi COVID-19 mempersulit pulihnya ekonomi dari Sri Lanka.[15] Pada tahun 2021 World Bank memperkirakan sektor pariwisata akan berhasil kembali, namun saat ini perkiraan tersebut tidak mencapai kenyataan.[16]
Perang Ukraina dan Rusia
suntingPerang Ukraina dan Rusia membawa dampak negatif bagi ekonomi Sri Lanka.[17] Perang membuat harga pangan dan harga bahan bakar meningkat tajam, meningkatkan pengeluaran negara Sri Lanka dan melambatkan sektor ekonomi negara.[3] Perang Ukraina dan Rusia juga membawa dampak negatif bagi sektor pariwisata, karena pengunjung Sri Lanka terbanyak adalah dari Rusia dan Ukraina, dua negara yang sedang bertikai.[2][18]
Dampak
suntingUtilitas dan listrik
suntingUntuk menghemat pengeluaran negara dalam sektor energi, pemerintah melakukan pemadaman listrik setiap hari.[19] Pemadaman awalnya hanya berlangsung selama 7 jam, namun kemudian ditingkatkan menjadi 10 jam, lalu ditingkatkan kembali menjadi 13 jam.[7][20]
Bahan bakar
suntingUntuk melakukan penghematan bahan bakar, maka penjualan bahan bakar hanya diberikan untuk bus, kereta api, truk yang mengangkut bahan makanan, dan kendaraan yang berkaitan dengan kebutuhan medis.[2][21]
Sektor medis
suntingBerbagai rumah sakit di Sri Lanka terpaksa menghentikan banyak tes laboratorium maupun menghentikan berbagai tindakan operasi, akibat kekurangan obat-obatan.[22] Para dokter di Sri Lanka terpaksa menggunakan peralatan-peralatan yang sudah lebih tua karena tidak adanya impor untuk peralatan-peralatan medis yang baru. Dokter di beberapa daerah terpaksa menerangi tindakan operasi dengan cahaya senter dari telepon seluler, dan beberapa terpaksa menjahit luka dalam kegelapan karena tidak adanya listrik akibat banyaknya pemadaman listrik.[23][24]
Pendidikan
suntingBerbagai ujian ditunda sampai waktu yang belum ditentukan karena tidak adanya kertas di negara tersebut, sehingga soal untuk ujian tidak bisa dicetak. Ketiadaan cadangan mata uang asing membuat Sri Lanka tidak bisa membeli kertas dari luar negeri.[2][25]
Reaksi
suntingBerbagai masalah ekonomi ini memicu terjadinya berbagai aksi unjuk rasa, yang pada akhirnya memaksa Presiden Rajapaksa untuk mengundurkan diri pada tanggal 14 Juli.[26]
Referensi
sunting- ^ "Everything to Know About Sri Lanka's Economic Crisis". BORGEN (dalam bahasa Inggris). 2022-04-23. Diarsipkan dari versi asli tanggal 19 May 2022. Diakses tanggal 2022-05-15.
- ^ a b c d e f Sumbayak, Daniel (2022-07-15). "Krisis Ekonomi Sri Lanka dan Jatuhnya Pemerintahannya - Vibizmedia.com" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-07-15.
- ^ a b c Indonesia, BBC. "Mulai dari Biaya Hidup-Utang, Ini 7 Pemicu Kekacauan Sri Lanka". detikcom. Diakses tanggal 2022-07-15.
- ^ Arini, Shafira Cendra. "Krisis yang Membelit 9 Negara hingga Terancam Bangkrut Seperti Sri Lanka". detikcom. Diakses tanggal 2022-07-15.
- ^ "Erosion of the Tax Base: A 33.5% decline in registered Taxpayers from 2019 to 2020". publicfinance.lk (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 13 April 2022. Diakses tanggal 7 April 2022.
- ^ "Sri Lanka President knew revenues will be lost, VAT cut to remain for 5-years: Jayasundera". publicfinance.lk. Diarsipkan dari versi asli tanggal 6 July 2022. Diakses tanggal 2022-04-07.
- ^ a b c Nugroho, Kristanto (2022-07-13). "Beberapa Fakta Mengapa Sri Lanka Mengalami Krisis Ekonomi ?". Vibiznews.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-07-15.
- ^ a b Nordhaus, Ted; Shah, Saloni (5 March 2022). "In Sri Lanka, Organic Farming Went Catastrophically Wrong". Foreign Policy. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 April 2022. Diakses tanggal 3 April 2022.
- ^ Moramudali, Umesh (1 January 2020). "The Hambantota Port Deal: Myths and Realities". The Diplomat (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 15 January 2021.
- ^ "China's 'debt-trap diplomacy' behind Sri Lanka crisis: Report - Times of India". The Times of India. Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 May 2022. Diakses tanggal 30 May 2022.
- ^ Pollard, Ruth (17 March 2022). "How Four Powerful Brothers Broke an Island Nation". Bloomberg News (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 May 2022. Diakses tanggal 21 June 2022.
- ^ Carrai, Maria Adele (2019), "China's Malleable Sovereignty along the Belt and Road Initiative: The Case of the 99-Year Chinese Lease of Hambantota Port", N.Y.U. Journal of International Law and Politics, 51 (4): 1061–1100 – via Hein Online
- ^ "Cambodia's Hun Sen: 'If I don't rely on China, who will I rely on?'".
- ^ "Cabraalnomics 2.0: Better to avoid ominous pitfalls". www.ft.lk (dalam bahasa English). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 May 2022. Diakses tanggal 2 May 2022.
- ^ Dupuy, Lisa (2 April 2022). "In Sri Lanka wordt de stroom dagelijks afgesloten" [In Sri Lanka, the power is cut daily]. NRC (dalam bahasa Belanda). Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 April 2022. Diakses tanggal 2022-04-04.
- ^ "As Sri Lankan Economy Recovers, Focus on Competitiveness and Debt Sustainability Will Ensure a Resilient Rebound". World Bank. April 9, 2021. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-11-24. Diakses tanggal 2021-06-19.
- ^ Weerasooriya, Sahan. "Russia-Ukraine conflict: Economic implications for Sri Lanka" (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 March 2022. Diakses tanggal 2022-03-09.
- ^ "Ukraine war worsens Sri Lanka economic crisis". Deutsche Welle. 3 April 2022. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 March 2022. Diakses tanggal 7 April 2022.
- ^ "Sri Lanka imposes rolling power cuts as economic crisis worsens". Al Jazeera. 23 February 2022. Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 March 2022. Diakses tanggal 2022-03-09.
- ^ "Sri Lanka goes dark due to nationwide power outage". Deccan Herald (dalam bahasa Inggris). 2022-03-30. Diarsipkan dari versi asli tanggal 31 March 2022. Diakses tanggal 2022-04-07.
- ^ "Non-essential petrol sales halted for two weeks in Sri Lanka". BBC News. 28 June 2022. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 June 2022. Diakses tanggal 2022-06-29.
- ^ Farzan, Zulfick (29 March 2022). "All scheduled surgeries at the Peradeniya Teaching Hospital were suspended due to a shortage of medicines". News First. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 April 2022. Diakses tanggal 2 April 2022.
- ^ Hollingsworth, Rukshana Rizwie,Julia (2022-04-16). "Surgery by mobile phone light and reusing catheters: Sri Lanka's economic woes push hospitals to the brink of disaster". CNN (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 April 2022. Diakses tanggal 2022-04-17.
- ^ Kuruwita, Zaheena Rasheed,Rathindra. "Sri Lanka doctors warn of 'catastrophe' as medicines run low". www.aljazeera.com (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 April 2022. Diakses tanggal 2022-04-17.
- ^ "Cash-strapped Sri Lanka cancels school exams over paper shortage". Al Jazeera. 19 March 2022. Diarsipkan dari versi asli tanggal 20 March 2022. Diakses tanggal 2022-03-20.
- ^ "Sri Lanka President Gotabaya Rajapaksa has resigned – source". Newswire. 15 July 2022. Diakses tanggal 15 July 2022.