Kartikeya

(Dialihkan dari Kumara)

Kartikeya (Dewanagari: कार्तिकेय; ,IASTKārtikeya, कार्तिकेय) (Tamil: முருகன) (disebut juga Skanda, Murugan, dan Kumara) adalah Dewa Hindu yang terkenal di kalangan orang Tamil di negara bagian Tamil Nadu di India, dan Sri Lanka. Dia juga dikenal dengan berbagai nama, seperti misalnya Murugan, Kumara, Shanmukha, Skanda dan Subramaniam. Dia merupakan Dewa perang dan pelindung negeri Tamil.

Kartikeya
Dewa Hindu
Dewa kejayaan, dewa pelindung negeri Tamil, panglima para dewa
Ejaan Dewanagariकार्तिकेय
Ejaan IASTKārtikeya
Nama lainMurugan; Kumara; Skanda
GolonganDewa
SenjataTombak
WahanaMerak
PasanganDewi Valli dan Deivayanai
KeturunanUpsalokā (anak lelaki)
MantraOm Kartikeya Vidmahe

Kartikeya digambarkan sebagai dewa berparas muda, mengendarai burung merak dan bersenjata tombak. Mitologi Hindu mengatakan bahwa ia adalah putra dari Dewa Agni karena disebut Agnibhuh. Satapatha Brahmana menyatakan ia sebagai putra dari Rudra dan ia merupakan wujud kesembilan dari Agni. Beberapa legenda menyebutkan bahwa ia adalah putra Dewa Siwa.

Kartikeya memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Ganesa dan Dewi Parwati.

Versi Bali dan Pewayangan

sunting

Di Indonesia, khususnya di Bali dan kisah pewayangan, Kartikeya lebih dikenal dengan nama Rare Kumara. Menurut kitab Lontar Kala Purana dan Dharma Pewayangan, Rare Kumara merupakan putra Bhatara Guru yang tak lain adalah Dewa Siwa. Kisahnya yang terkenal yakni di kisah Mawija. Dikisahkan, Bharata Siwa sedang bertamasya dengan permaisurinya, Bhatari Uma. Naiklah birahi sang dewa namun sang Dewi menolak untuk melakukan itu. Akhirnya kama Bhatara Siwa jatuh ke laut dan berubah menjadi dewa berparas raksasa. Karena lahir dari kama miliknya dan lahir di saat hari Respati Pon wuku Wayang ketika sandikala, raksasa itu diakui sebagai putra Siwa dan diberi nama Bhatara Kala. Beberapa waktu kemudian, Bhatara Siwa mempunyai seorang anak lelaki lagi. Anak itu lahir dari wuku yang sama dengan Bhatara Kala hanya berbeda hari, yakni pada hari Saniscara Kliwon. Anak itu diberi nama Kumara. Setelah lama Bhatara Kala bertapa besarlah Ia. Sang Bhatara mendapat panugrahan dari tapa itu yakni ia diperbolehkan memakan orang-orang yang lahir pada wuku Wayang, memakan orang yang berjalan pada kalitepet (pertengahan hari) dan sandikala (waktu peralihan antara sore dan malam hari).[1]

Bhatara Kala teringat dengan anaknya yang lahir pada waktu Wayang itu, yang tentunya dapat menjadi makanannya. Ia teringat pada adiknya, Kumara yang juga lahir saat wuku Wayang. Bhatara Kala meminta pada ayahnya untuk memakannya. Bhatara Siwa menghalangi niatnya dan mengatakan bahwa Bhatara Kala boleh memakan Kumara kalau ia sudah besar. Bhatara Siwa segera memberikan anugerah kepada Kumara agar selalu muda dan tetap berwujud kanak-kanak. Karena wujudnya seperti itu maka namanya menjadi Rare Kumara (rare : kanak-kanak). Merasa dibohongi, Bhatara Kala mengejar Bhatara Kumara. Pengejaran itu berakhir ketika Bhatara Rare Kumara sembunyi di sebuah rumah yang mengadakan pertunjukan wayang. Bhatara Kala yang lapar memakan banten dan sesaji yang terhidang. Sang Dalang (versi Jawa disebut Dalang Kondobuono) meminta ganti rugi. Bhatara Kala yang tak mau repot memberikan kompensasi yakni setiap anak yang lahir di hari yang sama dengan dirinya (Tumpek Wayang) atau anak yang kena naas akan dimangsa dirinya akan selamat jika diadakan lakon wayang Sapuh Leger. Di Jawa, pertunjukan wayang Sapuh Leger disebut Lakon Murwakala. Biasanya lakon ini digelar untuk acara meruwat sukerta (orang yang mendapat kemalangan karena kondisi tertentu saat kelahirannya). ak.

Lihat pula

sunting


  1. ^ "Sang Hyang Kumara [2]". phdi.or.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-06-23.