Kyai Abdul Basyar
Kyai Abul Basyar, pendiri pesantren pertama di Banyuwangi
suntingBiografi
suntingKyai Abdul Basyar adalah pendiri pondok pesantren Al- Ashriyah yang terletak di Desa Jalen, Kecamatan Genteng Kab. Banyuwangi, beliau merupakan salah satu tokoh penting dalam perkembangan islam khususya di Banyuwangi. Tidak ada keterangan pasti kapan beliau di lahirkan atau asal usul beliau. Akan tetapi dari cerita yang di sampaikan oleh masyarakat yang dulu orang tuanya atau kakeknya pernah menjadi santri beliau, Kyai Abdul Basyar berasal dari Banten dan masih keturunan dari Syarif Hidayatullah, Sunan Gunung Jati, dan di perkirakan Lahir pada awal abad 18. Peran beliau bagi berkembangan islam di Nusantara khususnya di Banyuwangi dapat di ketahui dengan adanya pesantren yang beliau dirikan tersebut telah banyak melahirkan sosok-sosok besar di masyarakat yang pada ahirnya juga mendirikan pesantren di indonesia diantaranya ada Kyai Ibrahim atau Mbah Brahim Jalen, Kyai Abdul Manan Muncar, Kyai Abdullah Faqih Cemoro, Kyai Muhtar Syafa'at Blokagung, dan konon Syaikhona Khalil Bangkalan, Guru dari Para Kyai Nusantara juga pernah menimba ilmu pada Kyai Abdul Basyar.
Sekitar tahun 1831, Kyai Abdul Basyar, seorang yang dikenal alim dan ahli riyadhoh, melakukan rihlah menuju Banyuwangi dari tanah kelahirannya di Banten, sebelumnya beliau sempatkan diri singgah untuk menuntut ilmu di desa Jalen, Ponorogo. sampainya di banyuwangi tersebut Kh Abdul basyar membuka wilayah baru yang dikenal dengan istilah Mbabat di sebuah daerah yang banyak di tumbuhi pohon menjalen (rotan), daerah yang juga terkenal angker dan tidak terjamah oleh manusia, yang pada ahirnya desa itu juga dinamai dengan desa Jalen. dalam upaya membuka lahan baru tersebut kyai Abdul Basyar masihlah haus akan ilmu, sehingga beliau menyempatkan diri untuk pulang pergi menuntut ilmu pada seorang ulama di kediri yaitu Kyai Nawawi Ringin Agung. dari kyai Nawawi itulah beliau mendapatkan Ijazah Sholawat yang sampai saat ini masih di amalkan di pesantren Al- Ashriyah Jalen.
Setelah menuntut Ilmu pada Kyai Nawawi, kyai Abdul Basyar berpindah ke desa Wlingi, Blitar dan berguru kepada ulama setempat yang juga berasal dari Banten yaitu Kyai Yunus atau biasa disebut Mbah Unus. Selang beberapa waktu disana Kyai Yunus yang melihat kelebihan pada diri Kyai Abdul Basyar berencana menikahkan putri hasil pernikahanya dengan Nyai Rukinah RA, yang bernama Nyai Hasanah dengan Kyai Abdul Basyar. Setelah menikah Kyai Abdul Basyar tetap pulang pergi dari Blitar ke Banyuwangi untuk membuka lahan. Setelah dirasa cukup Kyai Abdul Basyar lantas memboyong istrinya untuk pindah ke Banyuwangi di ikuti oleh delapan orang yang ikut membantu beliau dalam membuka lahan, diantara delapan orang santri tersebut bernama Syekh Maka' dan Syekh Gawi (Baghowi) yang keduanya juga dari Banten.
Mendirikan Pesantren
suntingSetelah Kyai Abdul Basyar pindah ke Banyuwangi banyak santri yang datang dan tinggal di sekitar beliau, ahirnya oleh Kyai Abdul Basyar di berikanlah lahan yang telah ia buka untuk di tinggali, dan di dirikanlah Surau sebagai pusat da'wah. pada awalnya pendidikannya tidaklah sistematis. hingga pada sekitaran tahun 1882 di gunakanlah istilah pesantren yang lebih sistematis dan di bangunlah asrama yang pertama. Nama pesantren pada mulanya adalah Al- Falah. Nama ini masih di gunakan hingga pada tahun 1970-an nama Al Falah di ganti menjadi Al- Ashriyah.
KH Abdul Basyar memiliki 5 keturunan. Dan hanya satu laki-laki yaitu Kyai Mawardi. Pada 1915 Kyai Abdul Basyar wafat. Kyai Mawardi satu-satunya lelaki dari keturunan Kyai Abdul Basyar masih seorang anak. Sehingga tidak mungkin untuk menyerahkan tampuk kepemimpinan kepada beliau. Ahirnya salah seorang santri asal Banten, Kyai Gawi, (nama asli beliau adalah Baghowi) melakukan ijtihad untuk menikahi Bu Nyai Hasanah yang sebelumnya adalah Istri dari Kyai Abdul Basyar, demi melanjutkan estafet Pesantren. Untuk sementara waktu Pesantren Al- Ashriyyah dipimpin oleh Kyai Gawi. Dimasa itu, salah satu putri Kyai Abdul Basyar yaitu Siti Amisyatun dinikahi oleh seorang lelaki asal Kediri Kyai Abdul Mannan. Kyai Abdul Mannan lah yang pada ahirnya melanjutkan estafet dari Kyai Gowi. Pada masa Al Ashriyyah dalam kepemimpinan Kyai Abdul Mannan, yang tak lain adalah suami dari kakak perempuan Kyai Mawardi, dimasa ini Kyai Mawardi masih menuntut ilmu di beberapa Kyai besar di Jawa.