Evolusi Jangka Panjang

(Dialihkan dari LTE)

3GPP Long Term Evolution atau yang biasa disingkat LTE adalah sebuah standar komunikasi akses data nirkabel tingkat tinggi yang berbasis pada jaringan GSM/EDGE dan UMTS/HSPA. Jaringan antarmukanya tidak cocok dengan jaringan 2G dan 3G, sehingga harus dioperasikan melalui spektrum nirkabel yang terpisah. Teknologi ini mampu mengunduh sampai dengan kecepatan 300 mbps dan upload 75 mbps. Layanan LTE pertama kali dibuka oleh perusahaan TeliaSonera di Stockholm dan Oslo pada tanggal 14 desember 2009.

3GPP Long Term Evolution, atau lebih dikenal dengan sebutan LTE dan dipasarkan dengan nama 4G LTE adalah sebuah standard komunikasi nirkabel berbasis jaringan GSM/EDGE dan UMTS/HSDPA untuk aksess data kecepatan tinggi menggunakan telepon seluler mau pun perangkat mobile lainnya.

LTE pertama kali diluncurkan oleh TeliaSonera di Oslo dan Srockholm pada 14 Desember 2009. LTE adalah teknologi yang didaulat akan menggantikan UMTS/HSDPA. LTE diperkirakan akan menjadi standardisasi telepon seluler secara global yang pertama.

Walaupun dipasarkan sebagai teknologi 4G, LTE yang dipasarkan sekarang belum dapat disebut sebagai teknologi 4G sepenuhnya. LTE yang di tetapkan 3GPP pada release 8 dan 9 belum memenuhi standardisasi organisasi ITU-R. Teknologi LTE Advanced yang dipastikan akan memenuhi persyaratan untuk disebut sebagai teknologi 4G.

Sekilas tentang LTE sunting

LTE sudah mulai dikembangkan oleh 3GPP sejak tahun 2004. Faktor-faktor yang menyebabkan 3GPP mengembangakan teknologi LTE antara lain adalah permintaan dari para pengguna untuk peningkatan kecepatan akses data dan kualitas servis serta memastikan berlanjutnya daya saing sistem 3G pada masa depan.

3GPP LTE mewakili kemajuan besar di dalam teknologi seluler. LTE di rancang untuk memenuhi kebutuhan operator akan akses data dan media angkut yang berkecepatan tinggi serta menyokong kapasitas teknologi suara untuk beberapa dekade mendatang. LTE meliputi data berkecepatan tinggi, multimedia unicast dan servis penyiaraan multimedia. Selain itu LTE diperkirakan dapat membawa komunikas pada tahap yang lebih tinggi, tidak hanya menghubungkan manusia saja tetapi dapat juga menyambungkan mesin.

Teknologi LTE dan layanannya sunting

  • Teknologi LTE secara teoretis menawarka kecepatan downlink hingga 300 Mbps dan Uplink 75 Mbps.
  • LTE menggunakan Orthogonal Frequency Division Mutiplexing (OFDM) yang mentransmisikan data melaului banyak operator spektrum radio yang masing-masing nya sebesar 180 kHz. OFDM melakukan transmisi dengan cara membagi aliran data menjadi banyak aliran-aliran yang lebih lambat yang ditransmisikan secra serentak. Dengan menggunakan OFDM memperekecil kemungkinan terjadinya efek multi path.
  • Meningkatakan kecepatan transmisi secara keseluruhan, channel transmisi yang digunakan LTE diperbesar dengan cara meningkatan kuantitas jumlah operator spectrum radio tanpa mengganti parameter channel spectrum radio itu sendiri. LTE harus bisa beradaptasi sesuai jumlah bandwith yang tersedia.
  • LTE mengadopsi pendekatan all-IP. Menggunakan arsitektur jaringan all-IP ini menyederhanakan rancangan dan implementasi dari antar muka LTE, jaringan radio dan jaringan inti, hingga memungkinkan industri wireless untuk beroprasi layaknya fixed-line network.
  • Agar menjadi universal, perangkat mobile yang berbasis LTE harus juga mampu menyokong GSM, GPRS, EDGE dan UMTS. Jika dilihat dari sisi jaringan, antar muka dan protocol ditempatkan di tempat yang memungkinkan terjadinya perpindahan data selancar mungkin jika pengguna berpindah tempat ke daerah yang memiliki teknologi antar muka yang berbeda.

Arsitektur Jaringan dan Antarmuka dari Teknologi LTE sunting

Secara keseluruhan jaringan arsitektur LTE sama dengan teknologi GSM dan UMTS. Ada 3 komponen utama dalam arsitektur LTE yaitu User Equipment (UE), Evolved Universal Terrestrial Radio (E-UTRAN) dan Evolved Packet Core (EPC)[1]

Pengaturan teknologi LTE sunting

Transmisi data dalam LTE baik dalam arah uplink maupun downlink dikontrol oleh jaringan. Proses ini sama seperti teknologi GSM maupun UMTS. Di dalam sistem LTE, pengaturan sepenuhnya dikontrol oleh eNode-B.

Pengaturan Downlink sunting

Pada arah downlink, eNode-B bertanggung jawab untuk menyampaikan data yang diterima dari jaringan kepada para pengguna, melalui antar muka udara.

Pengaturan Uplink sunting

Untuk mendapatkan informasi, perangkat mobil harus mengirimkan permintaan penugasaan kepada eNode-B.

Prosedur Dasar sunting

Perangkat LTE yang cenderung lebih data sentris akan memulai pencarian jaringan yang sesuai terdahulu. Jika perangkat tidak menemukan cell LTE maka perangkat akan menggunakan teknologi cell UMTS dan GSM.

Setelah perangkat mobile informasi untuk untuk bisa mengakses jaringan terpenuhi, maka perangkat akan melakukan prosedur attach. Prosedur attach memberikan alamat IP dan perangkat mobile mulai bisa mengirim dan menerima data dari jaringan.

Pada teknologi GSM dan UMTS perangkat bisa tersambung dengan jaringan tanpa alamat IP ( internet protocol ), namun pada teknologi LTE ( long term evolution ) perangkat harus memiliki alamat IP agar tersambung dengan jaringan.

Jaringan telepon sunting

Seperti yang sudah diungkapkan sebelumnya LTE menggunakan jaringan all-IP. Sedangkan telepon pada GSM dan UMTS menggunakan circuit switching. Dengan pengadopsian teknologi LTE, maka para operator harus merencanakan ulang jaringan telepon mereka. Muncullah empat pendekatan yang dapat digunakan:

  • CSFB (Circuit Switched Fallback): Pada pendekatan ini, LTE hanya menyediakan servis data dan ketika telepon dilakukan atau diterima maka akan kembali menggunakan circuit switching. Kerugian yang didapatkan adalah pengaturan telepon mengambil waktu yang lebih lama. Solusi ini digunakan untuk ponsel yang belum mendukung VoLTE.
  • SVLTE (Simultaneous Voice and LTE): Pada pendekatan ini ponsel bekerja sebagai LTE dan circuit switching secara bersamaan. Kekurangan pada pendekatan ini adalah ponsel cenderung memiliki harga mahal dan menggunakan konsumsi tenaga yang tinggi.
  • VoLTE (Voice over LTE): Pendekatan ini berbasis pada IP multimedia subsistem, yang bertujuan menyokong akses telepon dan multimedia melalui terminal nirkabel.
  • SRVCC (Single Radio Voice Call Continuity): Pendekatan ini mengambil kelebihan dari CSFB dan VoLTE, dimana fungsi handover yang memungkinkan panggilan telepon LTE secara terus menerus dengan menggunakan jaringan 2G/3G tanpa gangguan. kelebihannya operator hanya menghubungkan MSC pada jaringan 2G/3G ke IMS.

Selain keempat pendekatan di atas, terdapat alternatif lain yang tidak diinisiasikan oleh operator yaitu , Over-the-top-content servis , menggunakan aplikasi seperti skype dan google talk untuk menyediakan servis telepon bagi LTE. Walupun begitu sekarang dan beberapa masa kedapan, servis telepon masih menjadi pemasukan utama bagi operator mobile. Maka menggantungkan servis telepon LTE sepenuhnya pada OTT, merupakan suatu tindakan yang tidak akan menerima banyak dukungan dari industri telekomunikasi.

Hak Cipta LTE sunting

Menurut database milik European Telecommunications Standart Institute (ETSI), terdapat 50 perusahaan yang memiliki hak paten dari LTE.

Kekurangan Teknologi LTE sunting

Kekurangan yang dimiliki oleh teknologi LTE antara lain adalah biaya untuk infrastruktur jaringan baru relatif mahal. Selain itu jika jaringan harus diperbaharui maka peralatan baru harus diinstal.

Selain itu teknologi LTE menggunakan MIMO (Multiple Input Multiple Output), teknologi yang memerlukan antena tambahan pada pancaran pangakalan jaringan untuk transmisi data. Sebagai akibatnya jika terjadi pembaharuan jaringan maka pengguna perlu membeli perangkat baru agar dapat menggunakan infrastruktur jaringan yang baru.

LTE di Indonesia sunting

Teknologi LTE yang telah diuji coba oleh beberapa operator di Indonesia bukanlah merupakan teknologi 4G yang sebenarnya. Teknologi yang telah diuji coba di Indonesia merupakan LTE release – 8 yang baru memenuhi spesifikasi 3GPP tetapi belum memenuhi spesifikasi IMT-advanced.

Percobaan jaringan LTE ini sudah diupayakan oleh operator, tercatat Telkomsel dan Indosat sudah menguji coba jaringan ini pada tahun 2013, dan kemudian disusul oleh XL. Peluncuran jaringan LTE kepada publik dilakukan oleh operator internet BOLT pada awal 2014 dengan meng-cover daerah ibu kota Jakarta, pada akhir 2014 Telkomsel sudah meluncurkan layanan internet 4G LTE dengan mencakup wilayah Jakarta dan Bali. Tercatat hingga akhir 2015, ada lima operator yang sudah menyelenggarakan 4G LTE, yakni Telkomsel dengan layanan 4G LTE, XL dengan HotRod 4G LTE, Indosat Ooredoo dengan 4GPlus, BOLT 4G LTE, dan Smartfren dengan layanan 4G LTE Advanced dengan jangkauan Pulau Jawa, Madura, Bali dan beberapa kota besar di luar Jawa.

Referensi sunting

  • Sauter, Martin (24 Maret 2012). From GSM to LTE: an introduction to mobile networks and mobile broadband. A John Wiley and Sons.hlm.205-274.ISBN 978-0-470-97824-5
  • Dahlman, Erik; Parkvall, Stefan; Skold, Johan (24 Maret 2012). 4G LTE/LTE-Advance for Mobile Broadband. Elsevier.ISBN 978-0-12-385489-6
  • Dwi Cahyadi, Agung (Maret 2012). “Saatnya Beralih ke LTE?”, CHIP 3: 48-49.

Pranala luar sunting

  1. ^ Melenia, Usman dan Satrya (Desember, 2022). "Analisis Perbandingan Throughput Open RAN 4G LTE Arah Downlink Secara Real Dan Berdasarkan 3GPP". e-Proceeding of Engineering, Universitas Telkom. 8 (6): 2716–2722.