Danau Toba

danau vulkanik di Sumatera Utara, Indonesia
(Dialihkan dari Lake Toba)

Danau Toba (Surat Batak: ᯖᯀᯬ ᯖᯬᯅ, translit. Tao Toba) adalah danau alami berukuran besar di Sumatera Utara, Indonesia yang terletak di kaldera gunung supervulkan. Danau ini memiliki panjang 100 kilometer (62 mil), lebar 30 kilometer (19 mi), dan kedalaman 508 meter (1.667 ft). Danau ini terletak di tengah pulau Sumatra bagian utara dengan ketinggian permukaan sekitar 900 meter (2.953 ft). Danau ini membentang dari 2°53′N 98°31′E / 2.88°N 98.52°E / 2.88; 98.52 sampai 2°21′N 99°06′E / 2.35°N 99.1°E / 2.35; 99.1. Danau Toba merupakan adalah danau terbesar di Indonesia sekaligus danau vulkanik terbesar di dunia.[1]

Danau Toba
ᯖᯀᯬ ᯖᯬᯅ
Tao Toba
Pemandangan Danau Toba dari Sipisopiso
LetakSumatera Utara, Indonesia
Koordinat2°41′N 98°53′E / 2.68°N 98.88°E / 2.68; 98.88
Jenis perairanVulkanik/tektonik
Aliran keluar utamaSungai Asahan
Terletak di negaraIndonesia
Panjang maksimal100 km (62 mi)
Lebar maksimal30 km (19 mi)
Area permukaan1.130 km2 (440 sq mi)
Kedalaman maksimal508 m (1.667 ft)[1]
Volume air240 km3 (58 cu mi)
Ketinggian permukaan905 m (2.969 ft)
Suhu tertinggi27 °C (81 °F)
Suhu terendah0 °C (32 °F)
KepulauanSamosir
PermukimanSimanindo, Balige, Muara, Bakkara, Pangururan, Parapat, Tongging, Silalahi
Peta
Peta
Referensi[1]

Danau Toba terbentuk sebagai akibat dari letusan gunung berapi super masif berkekuatan VEI 8 sekitar 69.000 sampai 77.000 tahun yang lalu[2][3][4] yang memicu perubahan iklim global. Metode penanggalan terkini yang berakurat menetapkan letusan tersebut terjadi sekitar 74.000 tahun yang lalu.[5] Letusan ini merupakan letusan eksplosif terbesar di Bumi dalam 25 juta tahun terakhir. Menurut teori bencana Toba, letusan ini berdampak besar bagi populasi manusia di seluruh dunia; dampak letusan menewaskan sebagian besar manusia yang hidup waktu itu dan diyakini menyebabkan penyusutan populasi di Afrika Timur-Tengah dan India sehingga memengaruhi genetika populasi manusia di seluruh dunia sampai sekarang.[6]

Pemandangan Danau Toba dari kecamatan Paranginan, Humbang Hasundutan

Para ilmuwan sepakat bahwa letusan Toba memicu musim dingin vulkanik yang menyebabkan jatuhnya suhu dunia antara 3 hingga 5 °C (5,4 hingga 9,0 °F), dan hingga 15 °C (27 °F) di daerah lintang atas. Penelitian lanjutan di Danau Malawi, Afrika Timur, menemukan endapan debu letusan Toba, tetapi tidak menemukan bukti perubahan iklim besar di Afrika Timur.[7]

Geologi

sunting

Kompleks kaldera Toba di Sumatera Utara merupakan bagian dari Pegunungan Bukit Barisan. Kaldera Toba merupakan kaldera dengan letusan terbaru dari zaman kuarter dengan ukuran panjang 100 km dan lebar 30 km serta merupakan kaldera termuda keempat di dunia. Diperkirakan terdapat 2.800 km3 material piroklastik dense-rock equivalent (DRE) yang dikenal sebagai tuff Toba Termuda (Youngest Toba Tuff, YTT) dan dikeluarkan lewat sebuah letusan yang menjadi salah satu letusan gunung api terbesar dalam sejarah geologi Bumi baru-baru ini. Dua buah setengah kubah kebangkitan muncul setelah letusan yang kini menjadi Pulau Samosir dan Blok Uluan, dipisahkan oleh sebuah graben membujur yang menjadi Selat Latung.[3][8]

Setidaknya terdapat empat kerucut vulkanik, empat gunung api strato, dan tiga kawah yang dapat diamati di dan di sekitar Danau Toba. Salah satu kerucut yaitu Kerucut Tandukbenua terletak di sisi barat laut kaldera dan hanya ditumbuhi oleh vegetasi berkepadatan rendah yang menunjukkan bahwa peristiwa pembentukannya relatif baru. Di sebelah barat danau, terdapat Dolok Pusubukit masih aktif mengeluarkan solfatara.[9]

Erupsi besar

sunting
 
Foto atas penampakkan luas Toba
Erupsi Toba terjadi di atas tempat yang sekarang disebut Danau Toba sekitar 73.700±300 tahun yang lalu.[10] Letusan ini merupakan letusan terakhir dari serangkaian setidaknya empat letusan pembentuk kaldera di lokasi ini, dengan kaldera yang terbentuk sebelumnya diketahui terjadi sekitar 1,2 juta tahun yang lalu.[11] Letusan terakhir ini diperkirakan memiliki VEI 8, menjadikannya letusan gunung berapi eksplosif terbesar yang diketahui pada Periode Kuarter.

Kejadian itu menyebabkan kematian massal dan kepunahan pada beberapa spesies makhluk hidup. Menurut beberapa bukti DNA, letusan ini juga menyusutkan jumlah manusia sampai sekitar 60% dari jumlah populasi manusia bumi saat itu, yaitu sekitar 60 juta manusia. Letusan itu juga ikut menyebabkan terjadinya zaman es, walaupun para ahli masih memperdebatkannya. Setelah letusan tersebut, terbentuk kaldera yang kemudian terisi oleh air dan menjadi yang sekarang dikenal sebagai Danau Toba. Tekanan ke atas oleh magma yang belum keluar menyebabkan munculnya Pulau Samosir.[butuh rujukan]

Tim peneliti multidisiplin internasional, yang dipimpin oleh Dr. Michael Petraglia, mengungkapkan dalam suatu konferensi pers di Oxford, Amerika Serikat bahwa telah ditemukan situs arkeologi baru yang cukup spektakuler oleh para ahli geologi di selatan dan utara India. Di situs itu terungkap bagaimana orang bertahan hidup, sebelum dan sesudah letusan gunung berapi (supervolcano) Toba pada 74.000 tahun yang lalu, dan bukti tentang adanya kehidupan di bawah timbunan abu Gunung Toba. Padahal sumber letusan berjarak 3.000 mil, dari sebaran abunya.[butuh rujukan]

Selama tujuh tahun, para ahli dari universitas Oxford tersebut meneliti proyek ekosistem di India, untuk mencari bukti adanya kehidupan dan peralatan hidup yang mereka tinggalkan di padang yang gundul. Daerah dengan luas ribuan hektare ini ternyata hanya sabana (padang rumput). Sementara tulang belulang hewan berserakan. Tim menyimpulkan, daerah yang cukup luas ini ternyata ditutupi debu dari letusan gunung berapi purba.[butuh rujukan]

Penyebaran debu gunung berapi itu sangat luas, ditemukan hampir di seluruh dunia. Berasal dari sebuah erupsi supervolcano purba, yaitu Gunung Toba. Dugaan mengarah ke Gunung Toba, karena ditemukan bukti bentuk molekul debu vulkanik yang sama di 2100 titik. Sejak kaldera kawah yang kini jadi danau Toba di Indonesia, hingga 3000 mil, dari sumber letusan. Bahkan yang cukup mengejutkan, ternyata penyebaran debu itu sampai terekam hingga Kutub Utara. Hal ini mengingatkan para ahli, betapa dahsyatnya letusan super gunung berapi Toba kala itu.[butuh rujukan]

Kerusakan lingkungan

sunting

Pada bulan Mei 2012, Pemkab Samosir menerbitkan surat keputusan (SK) Bupati Samosir No. 89 tanggal 1 Mei 2012 tentang Pemberian Izin Lokasi Usaha Perkebunan Hortikultura dan Peternakan seluas 800 hektare di Hutan Tele, di desa Partungko Naginjang dan Hariara Pintu, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara kepada PT Gorga Duma Sari (GDS) yang dimiliki seorang anggota DPRD Kabupaten Samosir, Jonni Sitohang.[12][13] Kemudian dilanjutkan dengan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) yang diberikan oleh Kepala Dinas Provinsi Sumatera Utara melalui SK Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Samosir Nomor 005 Tahun 2013.[12] Ketua Pengurus Forum Peduli Samosir Nauli (Pesona), Rohani Manalu menyatakan bahwa izin yang didapatkan ini membuat PT GDS melakukan penebangan atas kayu-kayu alam di dalam hutan tanpa memiliki AMDAL.[12] Rohani juga menyatakan bahwa akibat lain adalah terjadinya longsor dan banjir yang menimbulkan korban jiwa.[14][15] Akibat penebangan hutan Tele, lumpur hasil erosi di atas tanah bekas penebangan tersebut telah menyebabkan pendangkalan sungai-sungai di sekitar Danau Toba.[16] Program penanaman sejuta pohon yang digerakkan pemerintah Provinsi Sumatera Utara pun dikatakan tidak efektif karena banyak pohon yang mati karena tidak dirawat. Hal ini menyebabkan tiga aktivis lingkungan Sumatera Utara, Marandus Sirait, Hasoloan Manik (Kalpataru), dan Wilmar Eliaser Simandjorang (Satya Lencana Karya Satya, Toba Award, Wana Lestari) mengembalikan semua piagam penghargaan yang pernah diberikan pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Kementerian Kehutanan, dan Istana Negara.[16][17]

Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya telah melayangkan dua surat rekomendasi agar Bupati Samosir Mangindar Simbolon sebagai pemberi izin usaha dan penanggung jawab agar memberikan sanksi administratif berupa penutupan aktivitas usaha.[17] Setelah surat pertama tidak digubris, Bupati Samosir menjawab surat kedua dengan menyatakan bahwa perusahaan tidak melanggar sehingga tidak layak ditutup.[17][18] Karena Bupati tidak melaksanakan rekomendasi, Kementerian Lingkungan Hidup pun memberlakukan Pengambil Alihan Wewenang (Second Line Enforcement) dan menutup sementara aktivitas PT GDS.[17] Setelah Kementerian Lingkungan Hidup turun langsung ke lokasi berdasarkan temuan bahwa keputusan tidak digubris,[19][20] lalu Pemkab menyurati PT GDS untuk menaati surat keputusan. PT GDS pun menghentikan semua kegiatan operasional dan menarik alat-alat berat di kawasan tersebut berdasarkan pengakuan Direktur GDS Jonni Sitohang.[13]

Penduduk

sunting
 
Kano Batak di dekat Haranggaol di Danau Toba (sekitar tahun 1920).

Sebagian besar penduduk yang tinggal di sekitar Danau Toba adalah suku Batak. Rumah tradisional Batak dapat dikenali dari bentuk atapnya (ujungnya melengkung ke atas seperti perahu) dan warna cerah.[21]

Penduduk sekitar juga banyak menggantungkan hidup dengan mengembangkan perikanan air tawar. Dulu, wajah Desa Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horison yang dikenal sebagai tujuan wisata di Simalungun menjadi sentra ikan air tawar. Di sana, menurut sebuah laporan, belasan truk yang mengangkut puluhan ton ikan mas dan nila mondar-mandir di jalan desa.[22]

Flora dan fauna

sunting

Flora di danau ini meliputi berbagai jenis fitoplankton, makrofita kecil, makrofita mengambang, dan makrofita terbenam, sedangkan daratan sekitarnya ditutupi hutan hujan, termasuk jenis hutan pinus tropis Sumatra di daerah pegunungan yang lebih tinggi.[23]

Fauna di danau ini meliputi beberapa spesies zooplankton dan hewan bentos. Karena danau ini oligotrof (tidak kaya nutrien), ikan aslinya tergolong langka. Hanya ada dua ikan endemik di danau ini, yaitu Rasbora tobana (bisa disebut hampir endemik karena juga ditemukan di sungai-sungai yang bermuara di danau ini)[24] dan Neolissochilus thienemanni, biasa disebut ikan Batak.[25] Spesies yang disebutkan terakhir itu terancam oleh deforestasi (penyebab siltasi), polusi, perubahan ketinggian air, dan spesies ikan baru yang didatangkan ke danau ini.[25] Spesies ikan asli lainnya adalah Aplocheilus panchax, Nemacheilus pfeifferae, Homaloptera gymnogaster, Channa gachua, Channa striata, Clarias batrachus, Barbonymus gonionotus, Barbonymus schwanenfeldii, Danio albolineatus, Osteochilus vittatus, Puntius binotatus, Rasbora jacobsoni, Tor tambra, Betta imbellis, Betta taeniata, dan Monopterus albus.[26] Spesies ikan pendatang meliputi Anabas testudineus, Oreochromis mossambicus, Oreochromis niloticus, Ctenopharyngodon idella, Cyprinus carpio, Osphronemus goramy, Trichogaster pectoralis, Trichopodus trichopterus, Poecilia reticulata, dan Xiphophorus hellerii.[26][27]

Pemandangan panorama Danau Toba.

Insiden

sunting

Pada tanggal 18 Juni 2018, musibah tenggelamnya kapal feri terjadi di Danau Toba dan menenggelamkan lebih dari 190 orang.[28]

Dalam budaya populer

sunting

Legenda Danau Toba adalah sebuah cerita rakyat tentang danau ini, di mana pada suatu hari ada seorang nelayan yang menangkap seekor ikan mas. Pulau Samosir dipercaya sebagai jelmaan anak ikan mas tersebut.[29]

Galeri

sunting

Lihat juga

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b c "LakeNet – Lakes". 
  2. ^ "Global Volcanism Program – Toba". 
  3. ^ a b Chesner, C. A.; Westgate, J. A.; Rose, W. I.; Drake, R.; Deino, A. (1991). "Eruptive history of Earth's largest Quaternary caldera (Toba, Indonesia) clarified" (PDF). Geology. Michigan Technological University. 19 (3): 200–203. Bibcode:1991Geo....19..200C. doi:10.1130/0091-7613(1991)019<0200:EHOESL>2.3.CO;2. Diakses tanggal 2019-03-22. 
  4. ^ Ninkovich, D.; N.J. Shackleton; A.A. Abdel-Monem; J.D. Obradovich; G. Izett (7 December 1978). "K−Ar age of the late Pleistocene eruption of Toba, north Sumatra". Nature. Nature Publishing Group. 276 (5688): 574–577. Bibcode:1978Natur.276..574N. doi:10.1038/276574a0. ISSN 0028-0836. 
  5. ^ Vogel, Gretchen, How ancient humans survived global ‘volcanic winter’ from massive eruption, Science, 12 March 2018
  6. ^ "When humans faced extinction". BBC. 9 June 2003. Diakses tanggal 5 January 2007. 
  7. ^ Lane, Christine S.; Ben T. Chorn; Thomas C. Johnson (29 April 2013). "Ash from the Toba supereruption in Lake Malawi shows no volcanic winter in East Africa at 75 ka". Proceedings of the National Academy of Sciences. 110 (20): 8025–8029. Bibcode:2013PNAS..110.8025L. doi:10.1073/pnas.1301474110. PMC 3657767 . PMID 23630269. 
  8. ^ Chesner, C. A. (1988). The Toba Tuffs and Caldera Complex, Sumatra, Indonesia: Insights into Magma Bodies and Eruptions (Tesis Disertasi Ph.D.). Houghton: Michigan Technological University. https://search.proquest.com/docview/303679617. 
  9. ^ "Synonyms and Subfeatures: Toba". Global Volcanism Program. Smithsonian Institution. Diakses tanggal 2017-06-07. 
  10. ^ Mark, Darren F.; Renne, Paul R.; Dymock, Ross C.; Smith, Victoria C.; Simon, Justin I.; Morgan, Leah E.; Staff, Richard A.; Ellis, Ben S.; Pearce, Nicholas J. G. (2017-04-01). "High-precision 40Ar/39Ar dating of pleistocene tuffs and temporal anchoring of the Matuyama-Brunhes boundary". Quaternary Geochronology (dalam bahasa Inggris). 39: 1–23. doi:10.1016/j.quageo.2017.01.002 . hdl:10023/10236 . ISSN 1871-1014. 
  11. ^ Stratigraphy of the Toba Tuffs and the evolution of the Toba Caldera Complex, Sumatra, Indonesia
  12. ^ a b c Berita Satu.com: Masyarakat Serukan Setop Pengrusakan Hutan di Sekitar Danau Toba Publikasi: 15 Mei 2013
  13. ^ a b Mongabay: Hutan Samosir Rusak Parah, Pemberi dan Penerima Izin Belum Terjamah Hukum.17 Maret 2014
  14. ^ Beritasatu.com: Bencana Longsor Makin Sering Terjadi di Sekitar Danau Toba. Publikasi 15 Mei 2013
  15. ^ Situs Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat: Selamatkan Hutan Tele dari Kehancuran[pranala nonaktif permanen]
  16. ^ a b Konservasi Lingkungan: Aktivis Kembalikan Piagam Penghargaan. KOMPAS. Sabtu, 3 Agustus 2013. Hal 12.
  17. ^ a b c d Penegakan Hukum Lingkungan: Ujian Pertama Kementrian LH. KOMPAS. Kamis, 20 Februari 2014
  18. ^ Metro TV: Pengakuan Mangindar Simbolon
  19. ^ Kompas: Hutan Tele Terus Ditebangi, Bupati Samosir Tak Dianggap
  20. ^ "Sinar Indonesia Baru: Pemkab Samosir Surati PT GDS Agar Taati SK". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-04-14. Diakses tanggal 2014-04-13. 
  21. ^ "Batak People". IndonesianMusic.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 13 August 2008. 
  22. ^ Wiguna, Imam. "Danau Toba Melawan Ancaman" dalam Trubus, XLI (Februari 2010), no.483:78 – 83. ISSN 0128-0057
  23. ^ "Danau Toba (Lake Toba)". International Lake Environment Committee. Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 March 2009. 
  24. ^ Lumbantobing, Daniel N (2010). "Four New Species of the Rasbora trifasciata-Group (Teleostei: Cyprinidae) from Northwestern Sumatra, Indonesia". Copeia. 2010 (4): 644–70. doi:10.1643/CI-09-155. 
  25. ^ a b Saragih, Bungaran; Sunito, Satyawan (2001). "Lake Toba: Need for an integrated management system". Lakes and Reservoirs: Research and Management. 6 (3): 247–51. doi:10.1046/j.1440-1770.2001.00155.x. 
  26. ^ a b FishBase (2012). Species in Toba. Accessed 25 January 2012
  27. ^ Tsania (2022-10-07). "9 Ikan yang Ada di Danau Toba, dari Endemik Sampai yang Pendatang". Nakama Aquatics (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-01-21. 
  28. ^ "Indonesia ferry disaster: Lake Toba captain detained". BBC. 21 June 2018. Diakses tanggal 25 June 2018. 
  29. ^ Kaltsum, Honest Ummi; Utami, Ratnasari Diah (2015-11-07). "Folklores as English Teaching Media for The Young Learners" (dalam bahasa Inggris). ISSN 2477-3328. 

Bacaan lanjutan

sunting

Pranala luar

sunting