Reformasi agraria di Indonesia

(Dialihkan dari Landreform)

Landreform atau reformasi agraria di Indonesia terdapat dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Boedi Harsono membagi menjad dua pengertian landreform. Dalam arti luas,[1] reformasi agraria di Indonesia meliputi 5 program atau Panca Program sebagai berikut.

  1. Pembaharuan hukum agraria.
  2. Penghapusan hak-hak asing dan konsesi-konsesi kolenial atas tanah.
  3. Mengakhiri penghisapan feodal secara berangsur-angsur.
  4. Perombakan pemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan hukum bersangktan dengan penguasaan tanah untuk mewujudkan pemerataan kemakmuran dan keadilan.
  5. Perencanaan persedian dan peruntukan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta penggunaannya secara terencana, sesuai dengan daya dukung dan kemampuannya.

Dalam arti sempit, landreform meliputi perombakan pemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan hukum bersangktan dengan penguasaan tanah untuk mewujudkan pemerataan kemakmuran dan keadilan.[1]

Tujuan

sunting

Tujuan landreform di Indonesia di antaranya:[1]

  1. Dalam pembagian yang adil terhadap sumber penghidupan rakyat tani berupa tanah, agar terdapat pembagian hasil yang adil pula, terkait merombak struktur pertanahan sama sekali secara revolusioner, guna merealisir keadilan sosial.
  2. Dalam prinsip; tanah untuk tani, agar tidak terjadi lagi tanah sebagai objek spekulasi dan objek.
  3. Dalam memperkuat dan memperluas hak milik atas tanah bagi setiap warga negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita, terkait berfungsi sosial. Suatu pengakuan dan perlindungan pada privaat bezit, adalah hak milik sebagai hak yang terkuat, bersifat perseorangan dan turun-menurun, tetapi berfungsi sosial;
  4. Mengakhiri adanya sistem tuan tanah serta menghapuskan pemilikan dan penguasaaan tanah secara besar-besaran dengan hak terbatas, terkait melaksanakan batas maksimum dan batas minimum untuk setiap keluarga.
  5. Dalam mendorong terselenggaranya pertanian yang intensif dan mempertinggi produksi nasional secara gotong royong dengan intensif dalam bentuk koperasi dan gotong royong lainnya, untuk mencapai kesejahteraan yang adil, bersamaan dengan sistem perkreditan yang khusus ditunjukkan pada golongan tani.
  1. Tanah terdapat kelebihan dan batas maksimum.
  2. Tanah-tanah absentee guntai.
  3. Tanah swapraja dan bekas swapraja yang telah beralih kepada negara.
  4. Tanah lain yang dikuasai oleh negara.[2]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c Harsono, Boedi (2013). Hukum Agraria Indonesia. Jakarta: Univeritas Trisakti. 
  2. ^ Dewi, Ariska (2008). Peran Kantor Pertanahan Dalam Mengatasu Kepemilikan Tanah "Absentee/Guntai" di Kabupaten Banyumas.