Langgam Korintus (Yunani: Κορινθιακός ρυθμός, Korintiakos ritmos; bahasa Latin: Ordo Corinthius) adalah langgam termuda di antara tiga langgam utama arsitektur Yunani dan Romawi Kuno. Dua langgam lainnya adalah langgam Doria (langgam tertua) dan langgam Yonia. Di dalam ruang lingkup arsitektur Yunani Kuno, langgam Korintus merupakan langgam yang meniru semua unsur langgam Yonia kecuali ganjanya. Tatkala arsitektur klasik dihidupkan kembali pada era Renaisans, tercipta dua langgam tambahan, yakni langgam Toskana dan langgam campuran. Langgam Korintus, berikut turunannya, langgam campuran, merupakan langgam yang paling banyak corak hiasnya. Ciri khas langgam Korintus adalah pilarnya yang ramping beralur serta kerumitan ganjanya yang dihiasi ukiran daun dan sulur batang jeruju. Variasi hiasannya cukup beragam.[1]

Ganja pilar langgam Korintus di Pantheum, Roma, yang banyak ditiru para arsitek pada era Renaisans maupun sesudahnya
Peripteros dengan pilar-pilar langgam Korintus pada kuil Bakhus di Balabak, Libanon
Dua pilar semu langgam Korintus di Gereja Saint-Sulpice, Paris

Kata Korintus pada nama langgam ini berasal dari nama kota Yunani Kuno Korintus, sekalipun langgam Korintus Romawi memiliki ciri khas tersendiri, lantaran berpatokan kepada bentuk pilar kuil Mars Ultor di pinggir alun-alun Agustus (dibangun sekitar tahun 2 Masehi).[2] Di kawasan selatan Galia, langgam Korintus tampak pada bangunan Maison Carrée di Nîmes, dan pada bangunan kuil Agustus dan Livia di Vienne. Contoh menonjol lainnya menurut Mark Wilson Jones adalah pilar langgam Korintus dengan ukuran lebih pendek pada bangunan Basilika Ulpia dan Gapura Trayanus di Ancona (kedua-duanya dibangun pada masa pemerintahan Kaisar Trayanus, 98–117 Masehi), Tugu Fokas (dibangun ulang pada Abad Kuno Akhir, tugu aslinya dibangun pada abad ke-2 Masehi), dan pilar-pilar kuil Bakhus di Balabak (dibangun sekitar tahun 150 Masehi).[3]

Deskripsi sunting

Langgam Korintus Yunani sunting

Langgam Korintus dinamakan demikian lantaran dipercaya sebagai hasil reka cipta negara kota Korintus. Meskipun demikian, sejarawan arsitektur Vitruvius berpendapat bahwa langgam Korintus adalah ciptaan Kalimakhus, perupa Yunani Kuno (diduga asal Atena) yang menggambar daun-daun jeruju bertumbuh di sekeliling sebuah bakul persembahan nazar. Penerapan terawal langgam Korintus dapat dirunut sampai kurun waktu Abad Klasik Akhir (430–323 Pramasehi). Ganja langgam Korintus tertua ditemukan di Basai, dan dipertanggal tahun 427 Pramasehi.

Langgam Korintus Romawi sunting

 
Jajaran bukranion berselang-seling dengan festun menghiasi kuil Vesta di situs Vila Hadrianus, Tivoli
 
Pilar-pilar langgam Korintus pada Gapura Septimius Severus di ujung timur laut alun-alun Romawi
 
Pilar-pilar langgam Korintus pada Gapura Septimius Severus di Leptis Magna

Proporsi merupakan ciri khas utama langgam Korintus. "Integrasi koheren matra dan rasio yang selaras dengan asas-asas simetria" pada langgam Korintus diketahui Mark Wilson Jones sesudah mendapati bahwa perbandingan tinggi keseluruhan pilar dengan tinggi poros pilar adalah 6 banding 5, dengan demikian tinggi keseluruhan pilar berikut ganjanya sering kali merupakan kelipatan 6 kaki Romawi, sedangkan tinggi pilar itu sendiri merupakan kelipatan 5 kaki Romawi. Proporsi pilar langgam Korintus sama dengan proporsi pilar langgam Yonia, kendati lebih ramping dan tampil menonjol berkat ganjanya yang berukir. Sisi abakus (lempengan mercu tiang) di atas ganja sengaja dibuat berlekuk agar selaras dengan bentuk ukiran sulur batang pada sudut-sudut ganja. Abakus dapat pula dihiasi corak bunga mekar di tengah masing-masing sisi tegaknya. Pilar-pilar langgam Korintus dipasang pada lantai paling atas bangunan Koloseum, menopang beban yang paling ringan, dan merupakan pilar-pilar yang paling tipis perbandingan ketebalan dengan tingginya. Perbandingan tinggi dengan lebarnya kira-kira 10 banding 1.[4]

Salah satu varian langgam Korintus Romawi adalah langgam Tivoli, yang terdapat pada kuil Vesta di Tivoli. Ganja-ganja Korintus pada langgam Tivoli dihiasi dua susun ukiran daun jeruju, dan sisi-sisi tegak abakusnya dihiasi ukiran kuntum-kuntum kembang sepatu yang kelewat besar dengan putik mencuat menyerupai spiral. Ujung-ujung alur pilar dibuat rata. Fris (area tengah yang lebar) pada balok ambang dihiasi festun (ukiran malai) buah-buahan yang menggelantung di antara jajaran bukranion (ukiran tengkorak lembu jantan). Di atas tiap-tiap gelantungan festun terukir corak hias bunga mekar. Lis pada balok ambangnya tidak dilengkapi siku-siku penyangga.

Ganja-ganja Gandara sunting

 
Ukiran sosok Sang Budha pada ganja langgam Korintus buatan Gandara, abad ke-3 sampai ke–4 Masehi, koleksi Museum Guimet
 
Ganja Tugu Fokas
 
Vincenzo Scamozzi dan versi ganja langgam Korintus yang diciptakannya, lukisan potret karya Paolo Cagliari, koleksi Museum Seni Rupa Denver

Ganja India-Korintus adalah ganja pada mercu pilar-pilar maupun pilar-pilar semu yang ditemukan di kawasan barat laut Anak Benua India, dan yang lazimnya memadukan unsur-unsur Helenistis dengan unsur-unsur India. Ganja-ganja India-Korintus biasanya dipertanggal abad pertama Masehi, dan merupakan unsur-unsur penting seni rupa Yunani-Buddhawi di Gandara.

Desain klasik kerap diadaptasi, biasanya menjadi bentuk yang lebih memanjang, kadang-kadang dipadukan dengan ukiran sulur batang, dan pada umumnya tampak pada bangunan-bangunan stupa dan rumah ibadat agama Buddha. Ganja-ganja India-Korintus juga dihiasi ukiran sosok Sang Buddha atau para Bodhisatwa, biasanya sebagai hiasan paling tengah, yang dikelilingi dan sering kali ditudungi ukiran dedaunan khas langgam Korintus.

Langgam Korintus Renaisans sunting

Ketika Italia tengah dilanda Renaisans gelombang pertama, pakar teori arsitektur Firenze, Francesco di Giorgio, mengejawantahkan analogi-analogi manusiawi, yakni pengibaratan bentuk bangunan dengan bentuk tubuh manusia, yang kerap dipakai para penulis penganut pandangan Vitruvius. Pada gambar-gambar persegi, ia menumpangtindihkan citra ganja langgam Korintus dengan citra kepala manusia guna memperlihatkan proporsi-proporsi umum yang terdapat pada keduanya.[5]

Arkitraf langgam Korintus terdiri atas dua atau tiga bagian yang dapat saja sebangun atau memiliki keterkaitan proporsi yang mengesankan. Di atas arkitraf yang polos tanpa hiasan, bertengger fris, yang dapat saja diperindah dengan ukiran corak hias tak terputus dan dapat pula dibiarkan polos, seperti yang tampak pada bangunan baru hasil perluasan Gedung Kapitol. Proporsi arkitraf dengan fris di Gedung Kapitol adalah 1 banding 1. Profil lis pada balok ambangnya serupa dengan profil lis pada langgam Yonia. Jika sangat menjorok, lisnya dapat ditopang siku-siku penyangga, yakni serangkaian siku-siku hias yang dipakai di bawah lis.

Pilar langgam Korintus hampir selalu beralur, dan alur tersebut dapat saja diperindah lebih lanjut dengan hiasan tambahan. Alur dapat ditambahi isian, yakni ukiran galah yang mengisi cekungan alur tanpa ujung maupun alur berujung. Ukiran galah dibuat setinggi satu pertiga tinggi pilar, yakni sampai ke pangkal entasis. Dalam bahasa prancis, hiasan semacam ini disebut chandelles, dan ujungnya kadang-kadang ditambahi ukiran nyala api atau bunga lonceng. Isian dapat pula diganti ukiran manik-manik atau rangkaian cula. Karena merupakan langgam yang paling luwes, langgam Korintus membuka lebih banyak kesempatan untuk menciptakan variasi.

Dari penjelasan serampangan Vitruvius ketika meriwayatkan asal-usul hiasan daun jeruju pada ganja langgam Korintus, timbul kelaziman untuk mengibaratkan pilar langgam Korintus dengan perawakan semampai seorang anak dara. Dengan sudut pandang semacam inilah pelukis Prancis, Nicolas Poussin, mengungkapkan di dalam surat kepada sahabatnya, Fréart de Chantelou, pada tahun 1642 sebagai berikut:

Gadis-gadis jelita yang nanti kau lihat di Nîmes, saya yakin tidaklah kurang mengusik batinmu dibanding pilar-pilar elok Maison Carrée, karena yang satu tidak lain daripada duplikat lama dari yang satunya lagi.[6]

Sir William Chambers mengungkapkan perbandingan konvensional langgam Korintus dengan langgam Doria sebagai berikut:

Proporsi-proporsi dari langgam-langgam tersebut direka orang-orang dulu mengikuti perawakan manusia, dan oleh sebab itu tidak terbersit di dalam benak mereka untuk membuat sebatang pilar Korintus, yang menurut Vitruvius melambangkan keanggunan seorang anak dara, sama tebal dan lebih tinggi daripada sebatang pilar Doria, yang dicipta sebagai lambang kegagahan dan ketangguhan seorang pria dewasa berbadan kekar.[7]

Sejarah sunting

 
Ganja Yunani Kuno dari Tarentum dihiasi ukiran sepasang sfinks yang saling berhadapan, antara abad ke-4 sampai abad ke– Pramasehi, berbahan baku batu gamping, koleksi Museum Seni Rupa Metropolitan (Kota New York)
 
Ilustrasi detail sebuah ganja langgam Korintus, sekitar tahun 1540 sampai 1560, koleksi Museum Seni Rupa Metropolitan

Sejauh yang sudah diketahui, pilar langgam Korintus tertua adalah sebatang pilar yang ditemukan di kuil Apollo Epicurius di Basai, daerah Arkadia, yang dibangun antara tahun 450 sampai 420 Pramasehi. Pilar langgam Korintus tersebut bukanlah bagian dari bangunan kuil, yang justru dikelilingi kolonade langgam Doria dan memiliki cella berserambi langgam Yonia. Pilar langgam Korintus itu berdiri sendiri di dalam cella. Kenyataan ini cukup membingungkan, dan para arkeolog memperdebatkan artinya. Sebagian menduga bahwa pilar tersebut hanyalah contoh sebuah pilar nazar. Sejumlah contoh pilar langgam Korintus di Yunani pada abad berikutnya semua digunakan di dalam kuil-kuil. Contoh pilar langgam korintus yang lebih terkenal, sekaligus pemakaian langgam Korintus pada eksterior bangunan yang pertama kali terdokumentasikan, adalah pilar-pilar melingkar pada monumen Khoregos Lisikrates yang dibangun sekitar tahun 334 Pramasehi di Atena.

Sebuah ganja langgam Korintus yang dikubur dengan cermat pada masa lampau di landasan-landasan bundar bangunan tolos di Epidaurus ditemukan kembali berkat kegiatan arkeologis modern. Keberadaan maupun kelestariannya yang terselubung teka-teki telah dijelaskan sebagai model yang dibuat seorang pandai ukir untuk dijadikan acuan para tukang batu[8] dalam kegiatan pembangunan kuil yang dibaktikan kepada Dewa Asklepios itu. Pada Abad Kuno, rancangan arsitektural bangunan kuil yang dibangun pada abad ke-4 Pramasehi itu dipercaya sebagai hasil karya pandai ukir Polikleitos Muda, anak pandai ukir Yunani Klasik, Polikleitos Tua. Ganja-ganja di salah satu situs suci di Yunani yang paling ramai didatangi orang ini kemudian hari memengaruhi rancangan-rancangan langgam Korintus Helenistik dan Romawi. Sisi-sisi tegak abakusnya yang cekung bertemu pada sudut yang meruncing mirip lunas kapal sehingga mudah patah, oleh karena itu pada kurun waktu akhir dan pasca-Renaisans sudut runcing lazim diganti dengan sudut terpotong. Di belakang ukiran-ukiran gulungan tampak jelas bentuk ujung batang pilar yang mengembang.

Jauh kemudian hari, pujangga Romawi Vitruvius (sekitar 75 Pramasehi – sekitar 15 Pramasehi) mengemukakan di dalam karya tulisnya bahwa pencipta langgam Korintus adalah Kalimakhos, arsitek sekaligus juru ukir Yunani yang terinspirasi melihat sebuah bakul persembahan nazar di atas kubur seorang gadis cilik, berisi beberapa buah mainannya. Sekeping ubin persegi dijadikan tutup bakul, agar isinya terlindung dari terpaan cuaca. Sebatang jeruju sudah tumbuh menembusi bakul anyaman itu, menyembulkan daun-daunnya yang bertulang menjari mirip onak lewat sela-sela serat anyaman.[9]

 
Asal-usul langgam Korintus, diilustrasikan di dalam terjemahan sepuluh jilid buku Vitruvius yang dikerjakan Claude Perrault, terbit tahun 1684

Claude Perrault memasukkan sebuah vinyet yang merangkum kisah Kalimakhos di dalam ilustrasi langgam Korintus pada terjemahan karya tulis Vitruvius yang ia kerjakan dan terbit di Paris pada tahun 1684. Di dalam gambar gravirnya, Perrault menunjukkan bahwa proporsi-proporsi ganja berukir itu dapat diubah-suai mengikuti kebutuhan rancangan, tanpa menyalahi kaidah. Tekstur dan garis-garis dedaunan jeruju pada gambar gravir Perrault tampak kering dan kaku dibanding dedaunan jeruju versi naturalisme abad ke-19 di Gedung Kapitol. Ganja langgam Korintus dapat dipandang sebagai hasil pengembangan dan pengayaan ganja langgam Yonia, kendati orang harus mengamati sebuah ganja langgam Korintus dengan teliti untuk mendapati voluta (ukiran gulungan) khas langgam Yonia pada sudut-sudutnya, mungkin sudah diperkecil ukurannya dan tidak lagi menjadi hiasan paling utama, menjorok di atas dua susun daun dan taruk jeruju yang distilisasi, semuanya berjumlah delapan, dan mendapati bahwa voluta-voluta yang lebih kecil tergulung ke belakang dan menghadap satu sama lain. Ukiran dedaunannya dapat saja tampak agak kaku, skematis, dan kering, dan dapat pula dicungkil tepian polanya serta diukir tembus sehingga tampak anggun, alami, dan mencolok. Pada ganja-ganja dari kurun waktu Abad Kuno Akhir dan zaman Romawi Timur, ukiran daun-daun jeruju dibuat tampak tersibak ke samping, seakan-akan terkena hembusan kuat akidah. Berbeda dari ganja-ganja langgam Doria dan Yonia, ganja langgam Korintus tidak berleher, hanya ada ukiran astragal atau gelang-gelang sebagai pangkalnya, mengingatkan orang kepada dasar keranjang di dalam legenda asal-usulnya.

Kebanyakan gedung (maupun pemesan) sudah puas dengan satu atau dua macam langgam. Apabila langgam ditumpuk satu di atas yang lain, sebagaimana yang tampak pada bangunan Koloseum, urutan alami dari dasar sampai ke puncak adalah dari yang paling kukuh dan sederhana (Doria) sampai yang paling ramping dan anggun (Korintus). Jajaran pilar pada lantai teratas Koloseum dibuat mengikuti langgam yang tidak lazim, yang kemudian hari dikenal dengan sebutan langgam campuran pada abad ke-16. Orang-orang Italia pada pertengahan abad ke-16, terutama Sebastiano Serlio dan Jacopo Barozzi da Vignola, yang menetapkan versi kanonik langgam-langgam, merasa telah mendapati sebuah "langgam campuran", yang memadukan voluta-voluta khas langgam Yonia dengan ukiran dedaunan khas langgam Korintus, tetapi sesungguhnya voluta hampir selalu ada pada ganja-ganja buatan Romawi.

Di ranah arsitektur Romanik dan arsitektur Gotik, tempat sistem Klasik sudah diganti dengan suatu tampilan keindahan baru yang terdiri atas pelengkung-pelengkung yang mencuat dari pilar-pilar, ganja langgam Korintus tetap dipertahankan. Bentuknya dapat saja dibuat sangat sederhana, seperti yang lazim dijumpai pada arsitektur Sistersien, demi tercipta suasana yang tidak membuat perhatian orang teralihkan dari liturgi serta mendukung upaya tafakur para ahli zuhud, atau dalam konteks-konteks lain dapat saja dibuat menjadi banyak variasi yang sangat memikat, bahkan pada ganja sederet pilar atau kolonet (tiang ramping) yang setatanan.

Pada abad ke-16, rangkaian gambar gravir dari langgam-langgam tersebut di dalam risalah-risalah arsitektur membantu pembakuan detail-detailnya dengan batasan-batasan yang kaku. Risalah Sebastiano Serlio, Regola delli cinque ordini karya Giacomo Barozzi da Vignola (1507–1573), I quattro libri dell'architettura karya Andrea Palladio, dan L'idea dell'architettura universale karya Vincenzo Scamozzi, disusul risalah-risalah Prancis pada abad ke-17 dengan model-model gravir yang semakin disempurnakan, misalnya model-model gravir buatan Perrault.

Contoh-contoh terkenal sunting

 
Maison Carrée di Nîmes, Prancis, dibangun sekitar tahun 14 Pramasehi
 
Langgam Korintus digunakan pada bangunan tambahan Gedung Kapitol pada tahun 1854, batang pilar ditiadakan
 
Pilar-pilar langgam Korintus di Jaras, Yordania
 
Ganja langgam Korintus dengan gorgoneon dari Koloseum
 
Ganja-ganja langgam Korintus di kuil Hercules Victor, Roma
 
Interior Basilika Santa Sabina, dengan spolia pilar-pilar langgam Korintus dari kuil Iuno Regina

Galeri sunting

Baca juga sunting

Catatan kaki sunting

  1. ^ "Corinthian Columns". Architect of the Capitol (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 24 Maret 2019. 
  2. ^ Mark Wilson Jones, "Designing the Roman Corinthian order", Journal of Roman Archaeology 2:35-69 (1989).
  3. ^ Jones 1989.
  4. ^ Peter D'Epiro; Mary Desmond Pinkowish (22 December 2010). What are the Seven Wonders of the World?: And 100 Other Great Cultural Lists--Fully Explicated. Knopf Doubleday Publishing Group. hlm. 133. ISBN 978-0-307-49107-7. 
  5. ^ Kertas-kertas kerja Francesco di Giorgio berikut gambar-gambarnya, dari kodeks Saluzziano buatan Turin yang memudat karya tulisnya, Trattati di architettura ingegneria e arte militare, ca. 1480–1500, diilustrasi Rudolf Wittkower, Architectural Principles in the Age of Humanism (1962) 1965, pl. ic
  6. ^ Dikutip Sir Kenneth Clark, The Nude: A Study in Ideal Form, 1956, hlm. 45.
  7. ^ Chambers, A Treatise on the Decorative Part of Civil Architecture (Joseph Gwilt (penyunting), 1825, hlmn. 159–161).
  8. ^ Alison Burford (The Greek Temple Builders at Epidauros, Liverpool, 1969, hlm. 65) sebaliknya menduga bahwa ganja itu adalah pahatan yang cacat, lantaran salah satu ukiran gulungan terlepas dari tempatnya; Hugh Plommer, yang mengulas kembali ganja tersebut untuk The Classical Review (New Series, 21.2 [Juni 1971], hlmn. 269–272), mengemukakan bahwa kekeliruan mencakup pengerjaan yang kelewat batas dan tetap meyakinkan bahwa ganja tersebut adalah sebuah model.
  9. ^ Vitruvius 4.1.9-10

Rujukan sunting

Pranala luar sunting