Lokomotif C17
Lokomotif C17 adalah lokomotif uap buatan pabrik Hartmann, Jerman. Lokomotif ini memiliki susunan gandar 0-6-0T dan berat 25,2 ton. Lokomotif ini dapat menggunakan bahan bakar kayu jati.
Lokomotif C17 | |||||||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
| |||||||||||||||||||||
|
Sejarah
suntingLokomotif uap C17 didatangkan oleh perusahaan kereta api swasta Nederlandsch-Indische Spoorweg maatschappij (NIS) dari pabrik Hartmann (Jerman) pada tahun 1899–1902 sebanyak 5 lokomotif. Semula lokomotif ini dioperasionalkan pada rute Yogyakarta–Magelang–Secang (57 km). Pada tahun 1914, operasional lokomotif ini dipindah ke rute Solo–Boyolali (27 km) dan pada tahun 1923, lokomotif ini juga dioperasionalkan untuk rute Solo–Wonogiri–Baturetno (51 km). Jalur kereta api rute Solo–Boyolali selesai dibangun pada tahun 1908.[1]
Pembangunan jalur kereta api dari Solo ke Boyolali dianggap sangat penting karena di Boyolali terdapat sumber air yang sangat besar dan perkebunan tebu. Saat itu, sumber air ini belum digunakan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat, tetapi untuk memenuhi kebutuhan air untuk lokomotif uap. Operasional kereta api rute Solo–Boyolali dikelola oleh perusahaan kereta api swasta Solosche Tramweg Maatschappij (SoTM). SoTM mengoperasionalkan kereta penumpang yang ditarik oleh 4 ekor kuda. Peran kuda sebagai penarik rangkaian kereta diganti dengan lokomotif uap milik NIS. Saat itu kereta api menjadi alat transportasi perkotaan yang utama di kota Solo dan sekitarnya.
Lokomotif C17 merupakan lokomotif yang menggunakan roda yang bersistem ’Golsdoft’. Sistem ’Golsdoft’ dikembangkan oleh insinyur dari Austria yaitu Karl Golsdoft. Sistem ’Golsdoft’ adalah suatu sistem yg digunakan untuk mengatur jalannya roda lokomotif dan berfungsi untuk membantu lokomotif agar mampu berbelok dengan mulus pada tikungan. Namun roda dengan sistem ’Golsdoft’ ini tidak dapat melalui jalan rel dengan radius tikungan kecil karena hanya mengutamakan pergeseran roda ke arah kiri/kanan ketika melewati tikungan. Lokomotif C17 memiliki susunan roda 0-6-0T.
Lokomotif C17 mampu melaju hingga kecepatan maksimum 55 km/jam dan menggunakan bahan bakar kayu jati atau batubara. Lokomotif C17 memiliki berat 25,2 ton dan panjang 7850 mm. Walaupun lokomotif C16 dan lokomotif C17 memiliki bentuk dan susunan roda yang sama namun secara teknis ada sedikit perbedaan yaitu lokomotif C17 tidak menggunakan tekonologi superheater.
Dari 5 lokomotif C17, saat ini hanya tersisa 1 lokomotif C17, yaitu C17 04. C17 04 (mulai operasional tahun 1902) dipajang di museum Ambarawa (Jawa Tengah).
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ Bagus Prayogo, Yoga; Yohanes Sapto, Prabowo; Radityo, Diaz (2017). Kereta Api di Indonesia. Sejarah Lokomotif di Indonesia. Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher. hlm. 66. ISBN 978-602-0818-55-9.