Lokomotif C19
Lokomotif C19 adalah lokomotif uap buatan pabrik Hartmann, Jerman. Lokomotif ini memiliki susunan gandar 0-6-0T dan berat 19,5 ton. Lokomotif ini menggunakan bahan bakar kayu jati atau batubara.
Lokomotif C19 | |||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
| |||||||||||||||
| |||||||||||||||
| |||||||||||||||
|
Sejarah
suntingSelain mengoperasikan tram untuk sarana transportasi di kota Semarang, perusahaan kereta api swasta Semarang-Joana Stoomtram Maatschappij (SJS) juga memperpanjang pembangunan jalan rel ke arah timur, yaitu Rembang, Blora dan akhirnya ke Cepu. Rute Semarang–Demak–Kudus–Rembang (197 km) dibangun pada tahun 1883–1900, sementara Rute Rembang–Blora–Cepu (70 km) selesai dibangun pada tahun 1902. Rute ini dianggap penting karena di daerah Rembang, Blora dan Cepu memiliki potensi hutan kayu jati yang besar dan sangat kaya akan kandungan minyak bumi. Kandungan minyak bumi di Cepu pertama kali ditemukan pada tahun 1914.[1]
Untuk melayani rute tersebut, SJS mendatangkan 12 lokomotif uap C19 dari pabrik Hartmann (Jerman) pada tahun 1898–1902. Setelah Perang Dunia II berakhir, 2 unit lokomotif C19 dipindah dari Jawa ke Sumatera Barat (ditempatkan di Depo Lokomotif Padang) untuk memenuhi kebutuhan transportasi kereta api di Sumatera Barat. Pada akhir masa dinasnya sekitar tahun 1973, lokomotif C19 digunakan untuk menarik gerbong ketel tetes tebu di sekitar Probolinggo–Pajarakan.
Semula lokomotif C19 memiliki cerbong asap berbentuk corong, namun kemudian digantikan oleh cerobong asap lurus. Lokomotif C19 memiliki susunan roda 0-6-0T. Lokomotif C19 juga dilengkapi dengan kotak pasir (sand box) dari bahan kuningan. Kotak pasir adalah kotak yang diisi dengan pasir yang digunakan untuk menyemprotkan pasir ke jalan rel agar permukaan jalan rel menjadi kering sehingga roda tidak slip. Biasanya roda akan slip jika lokomotif menarik rangkaian kereta dengan beban yang berat atau jalan rel yang menanjak. Berat keseluruhan 19,5 ton. Lokomotif ini dapat melaju hingga kecepatan maksimum 30 km/jam dan memiliki daya 255 hp (horse power). Lokomotif C19 menggunakan bahan bakar kayu jati atau batubara.
Dari 12 lokomotif C19 masih tersisa 1 buah, yaitu C1912 (mulai operasional tahun 1902). C1912 dipajang di Museum Transportasi Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta.
Galeri
sunting-
Lokomotif C1904/SJS 104 (depan) dan Lokomotif C1902/SJS 102 (belakang) di Pelabuhan Cilacap, 1947.
-
Lokomotif C1904/SJS 104 dan Lokomotif C1902/SJS 102 berjalan di Purwokerto, 1947.
Referensi
sunting- ^ Bagus Prayogo, Yoga; Yohanes Sapto, Prabowo; Radityo, Diaz (2017). Kereta Api di Indonesia. Sejarah Lokomotif di Indonesia. Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher. hlm. 68. ISBN 978-602-0818-55-9.