Lokomotif C27

salah satu lokomotif uap di Indonesia

Lokomotif C27 didatangkan ke Indonesia pada masa penjajahan Belanda, antara tahun 1916-1922. Tidak kurang dari 39 unit lokomotif ini dipesan dari beberapa pabrik, yakni Werkspoor, Amsterdam, Belanda, Armstrong-Whitworth, dan SLM (Schweizerische Lokomotiv-und Maschinenfabrik) Swiss.[1]

Lokomotif C27
Lokomotif C2710 di Museum Transportasi Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
Jenis dan asal
Sumber tenagaUap
ProdusenSchweizerische Lokomotiv-und Maschinenfabrik Swiss, Armstrong-Whitworth dan Werkspoor, Amsterdam, Belanda
ModelBaltic
Tanggal produksi1916-1922
Jumlah diproduksi39 unit
Data teknis
Konfigurasi:
 • Whyte4-6-4T
 • AAR2-C-2
 • UIC2C2
Lebar sepur1.067 mm
Diameter roda1.350 mm
Jari-jari lengkung terkecil120 m
Panjang11.830 mm
Lebar2.620 mm
Tinggi3.780 mm
Jenis bahan bakarKayu, Batubara, Minyak Residu
Kapasitas bahan bakarBatubara 3 m³
Kayu 1,9 m³
Jumlah silinder450mm x 550mm
Performansi
Daya mesin760 hp

Pada masa itu, ternyata Jakarta dan Surabaya sudah cukup padat penduduk. Lokomotif-lokomotif yang sudah ada dianggap tidak memadai, entah terlalu tua, terlalu lambat atau tidak cukup kuat. Maka pada tahun 1916 dipesanlah ke Swiss sejumlah lokomotif yang memenuhi syarat-syarat antara lain daya tarik sekurang-kurangnya 6000 kg, mampu menghela rangkaian seberat 400 ton dengan kecepatan 50 km/h pada tanjakan 0,5 persen dan tikungan dengan radius 180 m. Ia juga harus mampu membelok di tikungan dengan radius setaham 120 m dan kecepatan sebesar 80 km/h. Semua persyaratan ini mampu dipenuhi oleh lokomotif C27, yang kemudian dipergunakan di jalur kereta api sekitar Jakarta, Bandung dan Surabaya.

Namun lokomotif ini agaknya bernasib malang, karena di bawah bayang-bayang adiknya yang perkasa, yaitu C 28 yang merupakan salah satu lokomotif tercepat di Indonesia yang menggantikannya untuk menarik rangkaian-rangkaian penglaju, juga karena pada tahun 1925-1930 jalur kereta api di sekeliling Jakarta dielektrifikasi. Lokomotif C27 kemudian disingkirkan ke jalur-jalur yang tidak terlalu penting, misalnya di Banten (Merak-Tanah Abang), jalur sekitar Kertosono-Blitar, dan juga jalur antara Purwokerto-Kutoarjo-Purworejo. Pada masa itu, C27, C28 dan D52 masih dipercayai untuk menarik kereta api cepat KA Rapih Dhoho, di jalur antara Kertosono hingga Blitar.

Susunan roda 4-6-4T yang simetris memberikan kestabian dan kemudahan penggunaaan lokomotif ini dalam keadaan maju ataupun mundur. Roda penggerak dengan diameter sebesar 1.350 mm masih memungkinkannya untuk mencapai kecepatan 80 km/h pada kereta penumpang, tetapi masih cukup mampu pula menghela kereta barang. Bahkan menjelang akhir hayatnya, lokomotif ini tidak jarang digunakan sebagai lokomotif langsir di berbagai daerah.

Pada saat ini, hanya dua unit lokomotif C27 yang tersisa, yaitu C2710 Museum Transportasi Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dan C2728 di Museum Kereta Api Ambarawa.

Alokasi

sunting

Pada tahun 1969 hingga 1971, alokasi C27 adalah sebagai berikut:

Galeri

sunting

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Bagus Prayogo, Yoga; Yohanes Sapto, Prabowo; Radityo, Diaz (2017). Kereta Api di Indonesia. Sejarah Lokomotif di Indonesia. Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher. hlm. 77. ISBN 978-602-0818-55-9.