Lord adalah sebutan dalam bahasa Inggris bagi orang atau tuan yang memiliki wewenang, kendali, atau kuasa atas pihak lain, selaku majikan, pemimpin, atau penguasa.[1][2] Di Britania Raya, sebutan ini digunakan sebagai gelar khusus bagi bangsawan-bangsawan pewaris gelar, dan sebagai sapaan takzim bagi kaum bangsawan.

Etimologi sunting

Menurut Oxford Dictionary of English, etimologi kata "lord " dapat ditelusuri sampai ke kata "hlāford " dalam Bahasa Inggris Kuno, yang berasal dari kata "hlāfweard ", artinya "penjaga roti" atau "pengurus roti". Makna kata "hlāfweard " ini mencerminkan salah satu adat suku-suku Jermani, yakni kepala suku menyediakan makanan bagi para pengikutnya.[3] Sebutan "lord " digunakan bagi kaum lelaki, sementara sebutan yang setara dengan "lord " bagi kaum perempuan adalah "lady ", akan tetapi tidak selamanya demikian. Ratu Elizabeth II yang saat ini menyandang gelar Lord of Mann (Yamtuan Mann, atau Yang Dipertuan di Mann), dan para Lord Mayor (wali kota) perempuan di Inggris adalah contoh perempuan-perempuan penyandang gelar lord. Kata "lady " berasal dari kata "hlǣfdige ", yang berarti "pengulen roti" atau "pembuat roti".

Feodalisme sunting

 
Pendeta, rohaniwan, dan rakyat jelata.

Di bawah sistem feodalisme, lord memiliki arti yang luas, bebas, dan bervariasi. Seorang overlord adalah orang yang memiliki tanah yang dikelola oleh tuan tanah yang stratanya lebih rendah darinya. Istilah "landlord" pada masa kini adalah sebutan kehormatan yang bertahan dari pemakaian kata tersebut. Istilah tersebut merupakan sebutan kehormatan semata yang menunjukkan hubungan antara dua orang menurut strata dalam masyarakat. Sebagai contoh, seseorang dapat menjadi lord bagi tanah yang dikelolanya, namun ia tunduk kepada overlord atau tuan tanah, dan tuan tanah itu tunduk kepada raja.

Kebangsawanan sunting

Lord adalah istilah umum yang dipakai untuk menyebut anggota bangsawan Inggris. Ada lima tingkat kebangsawanan di Britania Raya, dari yang teratas sampai terbawah adalah duke, marquess, earl, viscount, dan baron. Sebutan kehormatan 'Lord' sering digunakan untuk merujuk kepada baron yang jarang disebut dengan gelar formalnya. Sebagai contoh, Alfred Tennyson, 1st Baron Tennyson, umumnya disebut 'Lord Tennyson'. Orang yang menyandang gelar marquess, earl dan viscounts pada umumnya juga disebut dengan lord.

Padanan sunting

Dalam banyak budaya di Eropa ada sejumlah deferens yang sepadan. Istilah Prancis Mon Seigneur, kependekan dari Monsieur berasal langsung dari bahasa Latin seniorem, artinya "ketua, senior".[4] Dari kata Latin tersebut munculah kata serapan lain, seperti dalam bahasa Italia Signore, Spanyol Señor, Portugis Senhor. Bahasa yang tidak termasuk rumpun bahasa Roman memiliki padanan sendiri: Belanda Meneer/Mijnheer/De Heer, Jerman Herr, Denmark Herre, Hungaria Úr, Yunani Kyrie, atau Polandia Pan. Bahasa Jawa juga memiliki padanan yaitu Gusti

Agama sunting

"Lord" juga digunakan sebagai gelar atau deferens bagi sejumlah dewa. Catatan tertua mengenai pemakaian kata Lord dalam bahasa Inggris untuk konteks religius dipakai oleh para penerjemah Alkitab ke bahasa Inggris, seperti Bede. Hal itu dipergunakan secara luas dalam Alkitab Raja James pada abad ke-17. Istilah Lord dalam bahasa Inggris sering kali digunakan untuk menerjemahkan kata Arab rabb (Arab: رب), digunakan sebagai deferens untuk Allah

Dalam penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa Melayu dan Indonesia, penerjemah-penerjemah awal menciptakan istilah Tuhan untuk menerjemahkan istilah Lord.

Referensi sunting

  1. ^ Definisi luas dari kata "lord." Dictionary.com Unabridged. Random House, Inc. 28 Dec. 2011. <Dictionary.com http://dictionary.reference.com/browse/lord>.
  2. ^ "Kata ini secara umum berarti seseorang yang memiliki kuasa dan wewenang, seorang majikan atau penguasa...Kata ini digunakan bagi siapa saja jikalau hendak menyapa secara takzim" Konkordansi Alkitab Lengkap karya Cruden, edisi revisi, 1992, "Lord", hlm.390
  3. ^ Oxford English Dictionary Edisi Ke-2 (hasil revisi edisi 2005), hlm.1036
  4. ^ Larousse Dictionnaire de la Langue Francaise, Paris, 1979, p.1713