Machiya adalah jenis bangunan berarsitektur tradisional Jepang.[1] Bangunan ini merupakan ciri dari rumah-rumah perkotaan yang berfungsi sebagai rumah tempat tinggal dan toko kelas pedagang. Jenis bangunan seperti ini di Jepang telah menjadi langka, tetapi kota yang masih memelihara machiya paling banyak adalah kota Kyoto.[1] Jalan-jalan kota Kyoto pada masa lalu dipenuhi dengan bangunan jenis ini. Selain Kyoto, kota yang masih mempunyai machiya adalah Distrik Naramachi di kota Nara.[2]

Muka sebuah machiya, Kyoto

Asal usul

sunting

Machiya (kanji: 町家) bermakna "rumah kota" dikategorikan sebagai jenis tempat tinggal rakyat (minka). Rumah ini pada awalnya dijadikan sebagai hunian bagi kelas bukan samurai, yakni seniman dan pedagang. Rumah jenis ini diperkirakan telah ada sejak Zaman Heian. Seiring waktu bangunannya mengalami perubahan dan diwariskan pada masa modern. Machiya tertua yang masih ada hingga kini telah melalui Zaman Edo dan Zaman Meiji.[3]

Arsitektur

sunting

Layaknya tempat berbisnis di Eropa dan Asia pada masa lalu, para pedagang di Jepang juga menginginkan toko mereka menghadap ke arah jalan. Orang Kyoto menyebut rumah ini "ranjang belut".[4] Machiya dibagi-bagi menjadi beberapa bagian, antara lain dengan ruangan sempit untuk toko di bagian depan, tempat tinggal dan taman di bagian tengah, gudang dan bangunan tambahan di bagian belakang. Atap dipasang dengan genting tanah liat. Umumnya memiliki 2 atau 3 lantai. Di berbagai tempat di Jepang machiya memiliki ciri khasnya masing-masing. Contoh kyo-machiya, dibangun dengan bahan-bahan berkualitas bagus dan ringan.[4] Teknik pembangunan menempatkan tiang pada landasan pada bangunan ini merupakan cara yang biasa digunakan untuk kuil-kuil. Teknik ini sangat berguna sebagai penahan bangunan daripada gempa bumi. Gudang dibuat dari lempung dan sangat tahan api.

Machiya di kota Kyoto

sunting

Kyoto pernah menjadi ibu kota Jepang selama lebih dari 1000 tahun. Pada tahun 1864, kota Kyoto menderita kebakaran karena Pemberontakan Hamaguri.[4] Setelah kekacauan berakhir, rumah-rumah baru didirikan.[4] Bangunan-bangunan inilah yang menjadi machiya machiya tua yang masih tersisa sekarang. Kyoto selamat dan aman dari gempuran bom Perang Dunia II yang menghancurkan sebagian besar kota di Jepang, sehingga banyak bangunan kayu serta peninggalan sejarah kuno yang terpelihara dengan utuh, termasuk bangunan machiya, rumah-rumah toko khas Zaman Edo. Machiya-machiya kota ini disebut dengan "kyo-machiya". Namun demikian, karena pengaruh industrialisasi yang pesat banyak machiya di Kyoto yang ikut dirobohkan. Sejak akhir Perang Dunia ke-II, machiya yang baru dilarang didirikan, tetapi restorasi dan perbaikan machiya lama diperbolehkan.[1] Machiya Kyoto banyak terkonsentrasi di Distrik Gion.

Walaupun dianggap sebagai bangunan tradisional yang patut untuk dilestarikan, namun sebagian orang Jepang memandang negatif machiya karena sering kali merupakan hunian orang miskin dan tidak resmi.[5] Orang Jepang pada zaman modern menganggap machiya tidak nyaman dan bergaya usang, sehingga mereka mengganti machiya dengan bangunan gaya barat.[5] Beberapa orang memanfaatkan machiya menjadi tempat penginapan, atau rumah pribadi yang dimodifikasi.

Pranala luar

sunting

Referensi

sunting