Mambaen Parsamean adalah sebuah pekerjaan untuk mempersiapkan benih padi yang akan di tanam ijuga mengacu pada sistem Pengukuran Tradisional Lahan Sawah di Angkola-Mandailing[1]

Bunbun, yang dikenal pula sebagai lungguk, merupakan satuan tradisional untuk mengukur luas lahan sawah di wilayah Angkola-Mandailing. Satu lungguk setara dengan seperenam hektar dan terdiri atas enam pantak. Dalam sistem pengukuran ini, ukuran pantak dihitung berdasarkan rentangan tangan orang dewasa, yang kira-kira setara dengan 18 cm x 18 cm.

Setiap pantak terbagi menjadi 10 hingga 20 lupak, sebuah unit yang lebih kecil dan bervariasi tergantung pada kondisi lahan, terutama tingkat kemiringan dan kemampuan lahan dalam menyerap air irigasi. Karena itu, ukuran lupak tidak bersifat tetap dan disesuaikan dengan karakteristik lahan sawah yang bersangkutan.[2]

Fungsi Bunbun

sunting

Satuan bunbun menjadi pedoman penting bagi petani untuk menentukan parsamaean, yaitu lahan yang akan digunakan untuk menabur benih padi. Secara turun-temurun, petani Angkola-Mandailing telah memanfaatkan sistem ini untuk memastikan ketersediaan beras utama dan beras pulut. Biasanya, lahan parsamaean dibagi dengan perbandingan lima pantak untuk beras utama dan satu pantak untuk beras pulut.

Lahan parsamaean dipilih dengan cermat pada bagian sawah yang paling subur, mudah dialiri air, dan terletak di tengah sawah. Lokasi ini memudahkan distribusi air sekaligus mempercepat proses pemindahan benih padi saat siap ditanam. Setelah benih dicabut, padi harus segera ditanam agar tidak mengering atau mati, sehingga posisi strategis parsamaean menjadi sangat penting.[3]

Proses pembuatan parsamaean

sunting

Persiapan parsamaean dimulai dengan mangarabi duhut, yaitu proses membabat rumput di lahan persemaian. Setelah itu, air dialirkan dari ulu bondar (saluran irigasi) ke lahan tersebut. Perendaman ini bertujuan untuk melunakkan tanah dan mematikan akar rumput.

Beberapa hari kemudian, dilakukan pembersihan rumput yang telah mati melalui proses mangalam-lami parsamean. Pada tahap ini, petani juga membentuk batangi, yaitu pembatas antar-lupak yang terbuat dari rumput yang telah dibabat. Rumput ini dibiarkan membusuk untuk membantu proses perendaman dan meningkatkan kesuburan tanah.

Tahap berikutnya adalah melunakkan tanah menggunakan cangkul atau tajak bertangkai panjang, serta memperbaiki pinggiran setiap lupak agar lahan tetap mampu menyerap air, meskipun dalam kondisi kering setelah benih disemai.

Referensi

sunting
  1. ^ "Mandailing & Angkola | PDF". Scribd. Diakses tanggal 2024-11-30. 
  2. ^ Batubara, Dahlan (2021-08-28). "Askolani: Makna Sosial Bersawah, dari "Manyaraya" hingga "Marsali"". Mandailing Online. Diakses tanggal 2024-11-30. 
  3. ^ "MARSIURUPAN ANGKOLA-MANDAILING". ramlyharahap.blogspot.com. Diakses tanggal 2024-11-30.