Mandingguri merupakan salah satu tradisi adat yang dilaksanakan pada upacara kematian masyarakat Batak Simalungun. Istilah ini berasal dari kata dinggur, yang berarti 'berjaga', mencerminkan kegiatan berjaga yang dilakukan oleh keluarga dan kerabat saat memperingati wafatnya orang tua yang telah berusia lanjut. Tradisi ini menjadi simbol penghormatan terakhir dan ungkapan syukur atas umur panjang yang telah diberikan kepada almarhum.[1]

Pelaksanaan dan Makna

sunting

Mandingguri khusus dilakukan dalam konteks kematian orang tua yang mencapai usia uzur, yang dikenal sebagai matei sayur matua atau layur matua—istilah yang bermakna 'mati berkat'. Acara ini melibatkan seluruh anggota keluarga, termasuk anak-anak almarhum yang telah menikah, serta kerabat dengan peran masing-masing dalam sistem kekerabatan tolu sahundulan (tondong, boru, dan sanina).

Pada saat acara berlangsung, pihak keluarga inti atau suhut bolon bertanggung jawab menyuguhkan berbagai persembahan adat. Salah satu yang utama adalah dayok binatur, yaitu ayam yang telah dimasak dan disusun menyerupai bentuk ayam hidup. Persembahan ini diberikan kepada panggual (penabuh gendang) dan panarunei (peniup serunai) sebagai bagian dari penghormatan. Selain itu, keluarga juga menyajikan pinggan namarbatu, berupa cawan berisi uang sebagai tanda penghargaan.[2]

Musik Tradisional dalam Mandingguri

sunting

Musik tradisional memainkan peran penting dalam acara mandingguri. Alat musik utama yang digunakan adalah goal sipitu-pitu (tujuh buah gendang) dan gual bolon (gendang besar). Para pemain musik diwajibkan mengenakan porsa, kain putih sebagai simbol adat, khususnya untuk kaum laki-laki.

Prosesi musik dimulai dengan pemukulan gendang sebanyak tiga kali untuk menghormati cucu sulung, baik laki-laki maupun perempuan, sambil menaburkan boras tenger (beras berkat). Seruan "Horas… Horas… Horas…" turut diucapkan sebagai ungkapan syukur dan doa.

Referensi

sunting
  1. ^ Nasution, Askolani; Siregar, Tikwan Raya; Hutasuhut, Anharuddin; Hamdani, Nasrul; Sinulingga, Jekmen; Rehulina, Eka Dalanta; Sekali, Mehamat Karo; Herlina, Herlina; Padang, Melisa (2021). Sibrani, Robert, ed. Ensiklopedia kebudayaan Kawasan Danau Toba. Banda Aceh: Balai Pelestarian dan Nilai Budaya Aceh. ISBN 978-623-6107-05-8. 
  2. ^ "Upacara Marujung Goluh Sayur Matua pada Masyarakat Simalungun". Tribun-medan.com. Diakses tanggal 2024-12-01.