Manganan ngerong
Manganan Ngerong Manganan Ngerong merupakan upacara adat yang dilakukan di kompleks Gua Ngerong, Desa Rengel Kabupaten Tuban. Upacara ini sebagai wujud rasa syukur masyarakat atas keberadaan sumber/ sungai bawah tanah sepanjang dua kilometer yang digunakan masyarakat untuk keperluan sehari-hari maupun irigasi.Upacara ini dilakukan pada hari Minggu Kliwon, bulan Besar menurut hitungan kalender Jawa serta usai masa panen. Upacara ini dilakukan dengan mengadakan pergelaran wayang kulit dengan lakon Rama Tambak, Anggada Balik atau Anoman Duta.
Perlengkapan Upacara
suntingPerlengkapan upacara ini meliputi kelapa, ikan, jajan pasar, tumpeng dan ayam panggang tanpa bumbu yang disajikan pada setiap Jum'at Pahing. Upacara ini berupa ritual memberi makan ikan palung dan bulus dengan klentheng (biji randu) yang berada dalam Gua ngerong. Menurut kepercayaan masyarakat yang berkembang, apabila dalam upacara tersebut klentheng dimakan bulus maka tujuan dan niat dari yang memberi makan akan terkabul. Konon sumber air di Gua Ngerong ditemukan oleh seorang tua yang menolong seorang perempuan hamil yang sedang mencari air. Orang tua tersebut menghunjamkan tongkatnya ke dalam tanah sehingga air keluar dari tempat tersebut. Beberapa ekor bulus kemudian muncul dan membuat mata air bertambah besar dan menjadi sungai bawah tanah seperti sekarang. Perlengkapan Upacara Perlengkapan upacara berupa judhang sebagai tempat makanan terbuat dari kayu berukuran 125 cm x 40 cm, rinjing dari anyaman bambu berdiameter 40 cm dan ancak dari anyaman bambu. Sajian upacara antara lain klentheng, kembang boreh, tumpeng kayon yaitu tumpeng yang terdiri dari berbagai macam makanan dan hasil pertanian serta daun pandan yang dirajang dan dicampur dengan lumatan beras dan kunir.
Tata Cara Upacara
suntingPeserta upacara yang dipmpin kepala desa dan dipandu oleh penganut adat berkumpul di balai desa dan melakukan arak-arakan menuju Gua Ngerong. Barisan arak-arakan ini terdiri dari danyang-danyang, cucuk lampah, tumpeng kayon dan warga. arak-arakan ini diterima dan dibuka oleh pemuka adat dengan mendekat ke arca/ patung. Para danyang menaburkan bunga yang diikuti pembacaan do'a oleh pemuka adat. Pelaku upacara melakukan borehan dengan cara mengoleskan kembang boreh pada reca wurung. Selanjutnya dilakukan larung saji ke mulut gua. Mereka menaburkan klentheng agar dimakan ikan palung dan bulus. Makanan dalam upacara ini dibagi-bagikan. Tumpeng kayon terlebih dahulu di ambil perangkat desa dan selanjutnya diperebutkan oleh semua pengikut selamatan.[1]
- ^ Sutarto, M.A, Prof. Dr. Ayu (2013). Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Lokal Jawa Timur. Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan republik Indonesia. hlm. 73–75. ISBN 978-602-70150-05.