Mangrara Banua
'Mangrara Banua adalah kebiasaan masyarakat Toraja setelah menyelesaikan pembuatan tongkonan. Tradisi ini dilakukan beriringan dengan pembangunan rumah tradisional Toraja yang dikemas dalam bentuk upacara adat. Kegiatan diawali dengan pemasangan atap rumah yang dikenal dengan Mapadao para disertai dengan kurban 1 atau 2 babi yang lakukan sepanjang hari. Selanjutnya, dilakukan upacara syukuran selama tiga hari berturut-turut yang dikenal dengan Mangrara banua di tallung alloi.
Syukuran selama tiga hari berturut-turut ditandai dengan 3 aktivitas berbeda. Pada hari pertama dilakukan pemasangan atap-atap kecil (ma’tarampak). Pada hari kedua, semua keluarga datang berbondong-bondong dengan membawa makanan dan babi sebagai lauknya (ma’papa). Upacara syukuran ditutup dengan pemasangan bubungan tongkonan (ma’bubung).[1]
Referensi
sunting- ^ Paluseri 2018, hlm. 298.
Daftar pustaka
sunting- Paluseri, Dais Dharmawan; et al. (2018). Penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia Tahun 2018 (PDF). Jakarta: Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.