Mantikole, Dolo Barat, Sigi

desa di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah

Mantikole adalah desa di kecamatan Dolo Barat, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Indonesia. Desa Mantikole didiami oleh suku terasing bernama Suku Tolare. Desa ini berbatasan dengan beberapa wilayah, seperti sebelah utara berbatasan dengan Desa Balamoa, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Jono, sebelah Barat berbatasan dengan Pegunung Verbeek, dan sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pesaku.

Mantikole
Negara Indonesia
ProvinsiSulawesi Tengah
KabupatenSigi
KecamatanDolo Barat
Kode pos
94360
Kode Kemendagri72.10.11.2009 Edit nilai pada Wikidata
Luas-
Jumlah penduduk-
Kepadatan-
Peta
PetaKoordinat: 1°5′16.84″S 119°50′13.34″E / 1.0880111°S 119.8370389°E / -1.0880111; 119.8370389


Kependudukan

sunting

Berdasarkan sensus penduduk, jumlah penduduk di Desa Mantikole ada lebih dari 994 jiwa yang terdiri dari lebih dari 470 jiwa laki-laki dan 524 jiwa perempuan. Mereka terhimpun dalam 232 kepala keluarga. Meskipun mereka memiliki sumber daya alam yang memadai dan secara secara sosio kultural mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, apabila dihadapkan pada modernitas, keadaan mereka belum mampu memenuhi standar kualitas sebagai masyarakat yang maju. Sumber daya manusia yang ada di Desa Mantikole masih sangat rendah. Jenjang pendidikan yang banyak mereka tempuh sebagian besar adalah sekolah dasar (SD) sedangkan yang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi hanya kurang dari satu persen. Di samping itu, masih banyak di antara mereka yang masih mengalami buta huruf dan tidak sekolah.[1]

Sumber daya manusia yang rendah tersebut memberi konsekuensi pada sektor pertanian yang menjadi sektor utama dari matapencaharian mereka. Kebanyakan dari penduduk Desa Mantikole bermatapencaharian sebagai peladang, pengebun, dan buruh tani. Sektor pertanian menjadi satu-satunya harapan bagi mereka untuk memperoleh kemajuan. Rendahnya kualitas sumber daya manusia di Desa Mantikole yang disebabkan oleh rendahnya akses pendidikan mereka disebabkan pula oleh minimnya sarana dan prasarana pembangunan di bidang pendidikan. Tidak hanya itu sarana dan prasarana di pendidikan formal saja, prasarana informal seperti Balai Latihan Kerja Unit Desa, pelatihan-pelatihan keterampilan untuk usaha industri kecil, dan berbagai aktivitas lain sejenis juga dianggap menjadi faktornya.

Berkaitan dengan aktivitas pertanian, penduduk di Desa Mantikole menerapkan sistem pertanian berpindah-pindah yang membawa konsekuensi pada penebangan pohon. Hal ini menjadikan mereka dianggap sebagai perusak hutan. Namun demikian, masyarakat yang mendiami Desa Mantikole paham bahwa aktivitas mereka ada yang merusak dan ada yang tidak merusak hutan. Mereka paham batasan-batasan hutan akan menjadi rusak apabila pohon-pohon ditebang dalam intensitas atau durasi yang terlalu sering. Oleh karena itu, mereka banyak melakukan perpindahan ladang dengan alasan untuk mengembalikan masa kesuburan atau daur ulang tanah sehingga memiliki tingkat kesuburan yang baik serta berpotensi untuk menjadi hutan baru kembali.[2] Kasus yang dihadapi oleh mereka sebenarnya juga dihadapi oleh sebagian besar masyarakat lokal di Indonesia yang bermukim di sekitar hutan. Di satu sisi, hutan menyediakan sumber daya yang dapat dioptimalkan untuk mencukupi kebutuhan hidup masyarakat setempat, namun di sisi lain, pemanfaatan hutan secara serampangan juga menyebabkan kerusakan lingkungan. Meskipun demikian, penduduk di Desa Mantikole berupaya untuk memanfaatkan sumber daya hutan dengan arif dan bijaksana.

Keadaan Geografis dan Iklim

sunting

Selain berbatasan dengan beberapa desa lainnya, Desa Mantikole juga memiliki empat lingkungan. Keempat lingkungan itu antara lain:[3]

- Lingkungan satu bernama Mariampa yang merupakan lingkungan yang berada di daerah dataran rendah yang menjadi pemukiman penduduk setempat.

- Lingkungan dua bernama Siampa yang merupakan daerah dataran rendah yang merupakan wilayah pemukiman sosial, serta sebagian kecil dihuni oleh warga masyaraat setempat.

- Lingkungan tiga bernama Luro yang merupakan daerah di Pegunungan Verbeek dan dihuni oleh kurang dari 71 kepala keluarga. Lingkungan ini merupakan lingkungan paling terasing dan terbesar jumlahnya.

- Lingkungan empat bernama Siampela yang berada di pegunungan Varbeek yang letaknya lebih tinggi lagi dan dihuni oleh kurang dari 13 kepala keluarga.

Sebagian besar, Desa Mantikole merupakan daerah pegunungan dan sebagian kecil lainnya merupakan daerah dataran rendah. Jarak yang harus ditempuh dari Desa Mantikole ke ibu kota kecamatan kurang lebih 13 km sedangkan jarak yang harus di tempuh ke ibu kota kabupaten adalah 23 KM, sementara jarak ke ibu kota provinsi adalah 25 KM. Pada umumnya, iklim di Desa Mantikole dipengaruhi oleh dua musim secara tetap, yaitu musim Barat yang kering dan musim Timur yang banyak mengandung uap air. Musim Barat biasanya berlangsung dari bulan Oktober sampai dengan bulan April, sedangkan musim Timur dimulai pada bulan April sampai dengan bulan Oktober. Musim tersebut ditandai dengan tingginya intensitas hujan turun sehingga dalam setengah tahun curah hujan menjadi relatif tinggi.

Referensi

sunting
  1. ^ Rasyid, Ahmad Sinala. 1999. Pemukiman Kembali Masyarakat terasing di Desa Mantikole. Tesis. Program Studi Sosiologi Universitas Gadjah Mada
  2. ^ Direktorat Bina Masyarakat Terasing. 1990. Pedoman Pelaksana Stimulus Pengembangan Masyarakat Terasing di Indonesia. Direktur Jenderal Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial RI. Jakarta
  3. ^ http://wikimapia.org/35761593/Mantikole