Manyanggar
Manyanggar adalah salah satu ritual keagamaan Kaharingan yang dilakukan oleh suku Dayak di Kalimantan Tengah yang bertujuan untuk membuat rambu-rambu atau tapal batas antara manusia dengan roh halus agar tidak saling mengganggu alam kehidupan masing-masing serta sebagai ungkapan penghormatan terhadap batasan kehidupan makluk lain. Ritual manyanggar ini menjadi tradisi dalam lingkungan masyarakat Dayak yang menganut agama Kaharingan karena mereka percaya bahwa dalam kehidupan di dunia, selain manusia juga ada makhluk yang tak kasat mata.[1]
Etimologi
suntingIstilah manyanggar berasal dari bahasa Sangiang yang diambil dari kata sangga yang berarti batasan atau rambu-rambu. Dari terjemahan tersebut, upacara manyanggar kemudian diartikan sebagai ritual yang dilakukan untuk membuat batas-batas dari berbagai aspek kehidupan antara manusia dengan makhluk gaib.[2]
Kegunaan
suntingUpacara Manyanggar dilaksanakan pada saat panen kebun ataupun mengambil hasil alam dari hutan salah satunya saat akan menebang pohon. Menebang pohon di hutan merupakan kebiasaan adat dayak sejak dahulu sampai sekarang.Padahal, laju deforestasi di Kalimantan Tengah kian sulit untuk dibendung. Berdasarkan data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, laju deforestasi Kalimantan Tengah setiap tahun mencapai lebih dari 150.000 hektar. Perilaku itu sungguh berbeda dengan budaya leluhur masyarakat Dayak yang memanfaatkan alam secara bijak.[3] Selain itu upacara Manyanggar juga digunakan untuk ritual dalam memulai pembuatan suatu bangunan[4]
Prosesi
suntingSetiap suku dayak satu dengan suku dayak yang lain memiliki berbeda-beda dalam prosesi upacaranya. Namun secara umum memiliki tujuan yang sama yaitu sebagai wujud rasa syukur dan sebagai tolak bala. Pada umunya, prosesi upacara Manyanggar dilakukan dengan meletakan dan menyusun beberapa gelas berisi tetesan darah hewan yang telah dikorbankan ke dalam bangunan kecil berbentuk rumah panggung berbahan kayu yang dindingnya dibalut kain berwarna kuning, dan kegiatan ini dipimpin oleh pemuka agama Kaharingan yang disebut Mantir. Tetesan darah hewan yang dikorbankan diantaranya darah kerbau, kambing, ayam hitam, dan ayam putih, dan sebagainya. Masyarakat Dayak biasa menyebut rumah sakral tersebut sebagai Pasah Keramat.[5]
Selain darah hewan korban, di Pasah Keramat tersebut juga ditempatkan aneka sesajen. Tiga mangkuk berisi air putih dan jelantah diletakan melingkar bersama empat mangkuk berisi beras dan gulungan uang serta rokok yang ditancapkan. Dibagian tengah terdapat sajian utama bagi para mahkuk ghaib. sebuah nampan berisi 41 diantaranya:
- Kukulih Putih
- Kakulih Habang (merah)
- Dodol Ketan
- Wajik
- Madu Kasirat
- Tumpi Angin Putih
- Tumpi Angin Habang
- Tumpi Angin Kuning
- Perut Ayam Putih
- Perut Ayam Habang
- Perut Ayam Kuning
- Cincin Putih
- Cincin Habang
- Cincin Kuning
- Gegatas Putih
- Gegatas Putih
- Gegatas Kuning
- Gaguduh (pisang Goreng)
- gandang ramas (pisang goreng)
- gagauk
- ketupat burung
- ketupat keminting(kemiri)
- ketupat biasa
- untuk panjang
- untuk bulat
- buah jingah (ubi kayu rebus dibentuk seperti buah jingah)
- papudah putih
- papudak habang
- papudak hijau
- hintalu karuang(telur burung karuang/ kikicak putih
- kakicak habang
- bubur putih
- bubur habang
- tapai ketan
- lamang(nasi ketan yang dimasak dalam bambu)
- kaladi bajarang (talas rebus)
- cucur
- pais pisang talas
- cangkaruk batu
- cangkaruk barahai (beras ketan tumbuk yang disangrai dengan gula merah)
- nasi ketan dengan inti.
Sesaji yang berupa minuman diantaranya: air kelapa muda, air santan gula merah, kopi manis, kopi pahit dan darah ayam segar. Sedangkan sesaji yang berupa lauk-pauk antar lain ikan haruan panggang kaluk, parafah ayam dan parafah kambing. Sedangkan yang buah-buahannya terdiri dari pisang talas satu sisir, pisang mahuli satu sisir dan kelapa tujuh biji.[6]
Referensi
sunting- ^ "anneahira.com". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-04-04. Diakses tanggal 2015-04-11.
- ^ "benua-dayak".
- ^ "Manyanggar, Cara Warga Dayak Jaga Hutan". Kompas.com. 13 Jui 2011. Diakses tanggal 12 April 2015.
- ^ Wardhani, Anita K (4 Mei 2011). Wardhani, Anita K, ed. "Ritual Manyanggar Batanjung Bagian Dari Adat Dayak". Tribunnews.com. Diakses tanggal 12 April 2015.
- ^ "dayak-of-borneo".
- ^ "pancarakinan.web.id".[pranala nonaktif permanen]