Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M. (lahir 18 Agustus 1954) adalah seorang pengacara asal Indonesia. Ia merupakan doktor hukum perbankan lulusan Universitas Indonesia yang lulus S2 dari Universitas Western Australia dan S1 dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.[1][2]

Maqdir Ismail
Lahir18 Agustus 1954 (umur 69)
Baturaja, Sumatera Selatan, Indonesia
Almamater
PekerjaanPengacara
Tahun aktif1980–sekarang
Partai politikPDI Perjuangan

Ia memulai kariernya sebagai konsultan di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta sebagai pengacara publik.Ia terkenal karena menjadi pengacara tunggal untuk Setya Novanto ketika menghadapi kasus "Papa Minta Saham" .[3] Selain Setya Novanto, Maqdir pernah membela beberapa nama-nama besar bersama firma hukum miliknya. Sejak berdiri pada tahun 2005, firma hukum yang dipimpinnya, Maqdir Ismail & Partners, telah menangani banyak kasus yang melibatkan orang-orang berpengaruh di Indonesia seperti Prabowo Subianto, Antasari Azhar, hingga putra mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Edhie “Ibas” Baskoro Yudhoyono.[1] Selain mengelola firma hukum miliknya, ia juga merupakan pengajar di Universitas Al Azhar Indonesia.[2]

Riwayat hidup sunting

Maqdir merupakan anak seorang petani karet di Baturaja, Ogan Komering Ulu. Dirinya merupakan lulusan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta. Gelar doktor ilmu hukum hukum diraihnya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Maqdir juga pernah bergabung dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH), hingga akhirnya namanya dikenal publik.[3]

Pendidikan dan kegiatan aktivis sunting

Semasa kuliah di Yogyakarta, Maqdir menjadi aktivis di beberapa organisasi. Dirinya yang pernah divonis dua tahun penjara karena demonstrasi ini, pernah menjabat Sekretaris III Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), kemudian Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Ketika terjun di Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Ia menanda tangani Petisi 50 hingga dirinya tersingkir dari pergaulan.[4]

Maqdir juga merupakan sosok yang disegani di kalangan KAHMI dan HMI karena keteguhannya dalam membela orang yang lemah. Saat menjadi aktivis, ia pernah dipenjara selama dua tahun karena salah satu pernyataannya dinilai menghina Presiden Soeharto. Di rapat demonstran mahasiswa, ia mengatakan "turunkan foto Pak Harto". Akan tetapi, rapat itu disusupi intel, sehingga Maqdir ditangkap.[3] Selain itu, Maqdir dikenal juga sebagai salah satu penanda tangan Petisi 50 bersama beberapa tokoh lain, seperti Ali Sadikin, Hoegeng, Mohammad Natsir, Anwar Harjono, dan Manai Sophiaan.[4]

Menyelamatkan seorang gali dari petrus sunting

Nama Maqdir pernah menjadi sorotan karena berhasil menyelamatkan seorang gali dari Jakarta yang hendak ke Yogyakarta. Letkol Hasbi, Komandan Kodim 0734/Yogyakarta kala itu, memang sudah memberikan jaminan bahwa gali itu akan selamat apabila ia menyerahkan diri di markas Kodim. Pada akhirnya, Maqdir bisa mengantarkan gali itu dengan selamat tanpa dihadang petrus. Hal ini disebabkan Maqdir sudah ada di Yogyakarta sejak SMP sehingga paham seluk beluk jalan di Kota Yogyakarta.[3]

Merintis firma hukum sendiri sunting

Maqdir Ismail mulai merintis kantor hukum sendiri pada 1984 setelah mengundurkan diri dari Adnan Buyung Nasution & Associate. Pada 1995, ia ikut mendirikan Kantor Nasution, Soedibjo, & Maqdir, yang kemudian akhirnya berubah nama menjadi Adnan Buyung Nasution & Partners.[5] Kemudian, dirinya mengundurkan diri pada akhir 2000 dan mendirikan kantor dengan beberapa orang rekan. Terakhir, nama kantor ini adalah Maqdir Ismail & Partners. Kantor hukumnya sudah banyak menangani kasus, baik perkara perdata maupun perkara pidana. Dalam beberapa tahun terakhir, Maqdir Ismail & Partners cukup banyak mendampingi klien yang didakwa melakukan korupsi.[5]

Opini sunting

Maqdir pernah berpendapat bahwa tindak pidana korupsi bukanlah kejahatan luar biasa. Menurutnya, kejahatan ini menjadi besar karena pelakunya mayoritas berasal dari kalangan pejabat.[6] Maqdir mengatakan, masyarakat Indonesia cenderung memberi kesan korupsi sebagai kejahatan yang luar biasa. Padahal, kata dia, dalam Undang-Undang Internasional, penyalahgunaan wewenang dalam korupsi tidak masuk sebagai kejahatan yang luar biasa. "Kita harus melihat bahwa yang aneh korupsi sebagai kita mau kesankan sebagai kejahatan luar biasa, kalau kita lihat di Undang-undang Internasional, khususnya kejahatan luar biasa, itu tidak masuk," ungkapnya. Dia menilai korupsi hanya sebagai kejahatan jabatan saja. Di mana kejahatan itu terdapat suap-menyuap dan penyalahgunaan wewenang. "Tapi sebenarnya korupsi ini kejahatan jabatan," ujarnya. "Sepanjang kalau saya sekali lagi bahwa apapun yang kita mau sebut korupsi ini harus ada suap-menyuap," ucapnya. (Seperti yang dikutip dari Merdeka.com)[6]

Disertasi hukum perbankan sunting

Ketika menyelesaikan program doktor, disertasi Maqdir berjudul Independensi, Akuntabilitas, dan Transparansi Bank Indonesia. Maqdir mengungkap kerancuan peran BI sebagai bank sentral. ”Di zaman Gus Dur, Presiden memecat Gubernur BI. Tetapi yang bersangkutan melawan sebab posisinya memang di luar pemerintahan. Maka, suasananya ruwet, serba enggak jelas.” Di sisi lain, Maqdir menyebutkan, ”BI adalah bank sentral yang statusnya independen, setara kementerian. Namun, tidak langsung berada dalam kontrol presiden sebagai kepala pemerintahan. Oleh karena dengan jaminan UUD, independensi BI selaku bank sentral terpisah dari pemerintah, agar bank tersebut imun dari segala bentuk manipulasi dan campur tangan kepentingan kekuasaan.…”[4]

Referensi sunting

  1. ^ a b Haniy, Sakinah Ummu. "Sidang Setya Novanto: Maqdir Ismail sang pembela 'raksasa'". Rappler. Diakses tanggal 2018-12-31. 
  2. ^ a b pascasarjana.uai.ac.id http://pascasarjana.uai.ac.id/maqdir-ismail/. Diakses tanggal 2018-12-31.  Tidak memiliki atau tanpa |title= (bantuan)
  3. ^ a b c d "Lima Fakta Menarik Maqdir Ismail, dari Dipenjara Hingga Istri Mirip Miranda Goeltom". Tribun Jogja. 2017-12-09. Diakses tanggal 2018-12-31. 
  4. ^ a b c "Maqdir Ismail, Advokat dan Sosok Pembangkang dengan gelar Doktor dari FH-UI". Konfrontasi. 2015-08-27. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-01-01. Diakses tanggal 2018-12-31. 
  5. ^ a b "DR Maqdir Ismail, SH, MH". MEDIA INTEGRITAS (dalam bahasa Inggris). 2016-06-08. Diakses tanggal 2018-12-31. 
  6. ^ a b Mashabi, Sania. "Maqdir Ismail: Sebenarnya korupsi kejahatan biasa". merdeka.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-12-31.