Marshalsea
Marshalsea adalah sebuah penjara debitur paling terkenal di Inggris. Tempat tersebut merupakan wadah hukuman berlipat, yang makin menyengsarakan para pengutang. Deskripsi keji mengenai penjara ini mulai populer melalui pemaparan tulisan Charles Dickens, seorang novelis yang ayahnya mendekam di Marshalsea hanya karena tak mampu membayar utang ke tukang roti.
Masuk ke Marshalsea berarti diperbudak hukum seumur hidup. Debitur yang sudah mendekam di Marshalsea, lazimnya sangat sulit untuk keluar lagi. Bagaimana tidak, untuk dapat dibebaskan, debitur wajib melunasi utangnya kepada kreditur dan melunasi tagihan-tagihan selama hidup di penjara.
Narapidana tidak hidup secara gratis di Marshalsea, mereka mesti membayar uang sewa tempat tinggal dan makanan. Mereka juga diwajibkan membayar sejumlah denda jika merusak tangga, berkelahi, ketahuan mencuri, dan sebagainya.
Maka, juga tidak mengherankan, sekitar 300 narapidana mati kelaparan hanya dalam kurun watu tiga bulan pada 1729. Toh mereka memang tak punya uang guna membeli makanan di penjara, semakin depresi ketika mengingat hutang kepada kreditur kian mustahil untuk dilunasi. Sedangkan yang dapat bertahan hidup di Marshalsea hanyalah para debitur yang cukup kaya, dan golongan ini pun perlu bersikap irit.
Namun, dengan segenap cerita kelamnya, Marshalsea pula menyisakan sedikit keleluasaan bagi narapidananya. Mereka diperbolehkan membawa sanak keluarga untuk hidup bersama di penjara ketimbang mesti membayar sewa rumah secara terpisah dan diizinkan pula membuka ladang usaha.
Beberapa narapidana membuka kedai kopi atau rumah steak, sementara yang lain juga menikah, melahirkan, dan membesarkan anak di sana. Ada juga tukang jahit, tukang cukur, dan bahkan para pelacur dadakan yang terpaksa meladeni birahi lantaran utang.
Penjara tersebut akhirnya ditutup pada 1842 melalui Undang-undang Parlemen Inggris. Saat para debitur itu dibebaskan oleh pemerintah, di antara mereka telah menetap di Marshalsea selama 30 tahun.[1]