Martinair Penerbangan 138

Martinair Penerbangan 138 adalah penerbangan sewaan dari Surabaya menuju Jeddah dengan perhentian di Kolombo. Penerbangan tersebut dioperasikan oleh Martinair atas nama Garuda Indonesian Airways. Pada tanggal 4 Desember 1974, pesawat menabrak sebuah bukit saat melakukan pendekatan menjelang mendarat di Bandar Udara Internasional Bandaranaike dan menewaskan seluruh penumpangnya, 182 jemaah haji Indonesia, dan kesembilan awaknya.[1]

Martinair Penerbangan 138
Pesawat DC-8 yang mengalami kecelakaan, difoto pada tahun 1972 ketika masih beroperasi dengan Loftleiðir.
Ringkasan kecelakaan
Tanggal4 Desember 1974 (1974-12-04)
RingkasanPenerbangan terkendali ke daratan
LokasiMaskeliya, Sri Lanka
6°53′32″N 80°29′26″E / 6.89222°N 80.49056°E / 6.89222; 80.49056
Orang dalam pesawat191
Penumpang182
Awak9
Tewas191
Selamat0
Jenis pesawatDouglas DC-8-55CF
OperatorMartinair atas nama Garuda Indonesian Airways
RegistrasiPH-MBH
AsalBandar Udara Internasional Juanda, Surabaya, Indonesia
PerhentianBandar Udara Internasional Bandaranaike, Kolombo, Sri Lanka
TujuanBandar Udara Kandara, Jeddah, Arab Saudi

Pesawat berangkat dari Surabaya sekitar pukul 12.03 UTC menuju ke Jeddah dan rencananya akan melakukan perhentian di Bandar Udara Internasional Bandaranaike di Kolombo, Sri Lanka. Sekitar pukul 16.30 UTC Kolombo, menara kontrol mengatur penerbangan. Pada pukul 16.38 UTC menara kontrol lalu lintas udara lainnya dikabarkan telah ikut campur tangan dan mengatur penerbangan ke ketinggian 5000 kaki dan melaporkan ketinggian sampai dengan 8000 kaki. Pendekatan ke Kolombo kemudian menempatkan pesawat ke ketinggian 2000 kaki pada pukul 16.44 UTC dan memberitahu pesawat untuk melakukan pendekatan ke landasan pacu 04. Kru pesawat kemudian diminta untuk melaporkan ketika landasan sudah terlihat. Para kru kemudian melanjutkan menurunkan pesawat sampai pesawat akhirnya menabrak puncak bukit Saptha Kanya, atau disebut juga "Puncak Adam" ("Sri Pada"), pada ketinggian sekitar 4.355 kaki dan di sekitar 40 nm timur Kolombo. Kecelakaan udara ini menewaskan seluruh 191 orang di dalam pesawat, yang terdiri dari 182 orang penumpang dan sembilan awak pesawat. Kecelakaan tersebut merupakan kecelakaan terburuk dalam sejarah penerbangan Sri Lanka.

Pesawat dan awak

sunting

Pesawat yang mengalami kecelakaan adalah pesawat Douglas DC-8-55CF buatan tahun 1966 dengan registrasi PH-MBH. Pesawat tersebut ditenagai oleh empat mesin Pratt & Whitney JT3D yang dimodifikasi oleh KLM. Martinair sebagai operator pesawat tersebut saat itu menyewakannya kepada Garuda Indonesian Airways untuk mengoperasikan penerbangan haji.[2]

Awak Penerbangan 138 terdiri dari Kapten Hendrik Lamme, Perwira pertama Robert Blomsma, Juru mesin Johannes Wijnands, Purser Ingrid van der Vliet dan Pramugari Henrietta Borghols, Abdul Hamid Usman, Lilik Herawati, Titia van Dijkum, dan Hendrika van Hamburg.

Lokasi

sunting
 
Panorama pemandangan Saptha Kanya, lokasi jatuhnya pesawat.

Puncak bukit Saptha Kanya, atau disebut juga "Puncak Adam" ("Sri Pada"), pada ketinggian sekitar 4.355 kaki dan di sekitar 40 nm timur Kolombo. Perbukitan Tujuh Perawan di Maskeliya, Sri Lanka Tengah.[3]

Penyebab

sunting
 
Ilustrasi pesawat DC-8 Martinair sesaat sebelum menabrak puncak bukit Saptha Kanya.

Hasil investigasi Asosiasi Penerbangan Dunia (FAA) yang dibenarkan Otoritas Penerbangan Sipil Sri Lanka melaporkan bahwa penyebab kecelakaan adalah kesalahan manusia (human error). Hal ini berawal dari kesalahan pilot mengabarkan jarak pesawat dengan landasan. Pilot menyebutkan "FOURTEEN" untuk mengabarkan bahwa penanda jarak di panel kontrol kokpit menunjukkan pesawat berjarak 14 mil dari daratan. Namun, menara pemantau menangkap ucapan tersebut sebagai "FOURTY" yang berarti 40. Akibatnya, terjadi mispersepsi dan perbukitan yang berada di antara landasan dan jalur mendarat pesawat tidak terdeteksi.

Lebih lanjut laporan itu menyebutkan, kesalahan fatal pilot adalah karena tidak memahami, atau mungkin lupa, bahwa untuk angka 14 dalam bahasa vokal penerbangan mesti disebutkan dengan "ONE FOUR", sedangkan untuk angka 40 dalam bahasa vokal penerbangan mesti disebutkan dengan "FOUR ZERO", sebagaimana kode verbal penerbangan internasional. Tujuannya, untuk membedakan pengucapan "FOURTY" (40) dan "FOURTEEN" (14), yang rawan terdengar hampir sama ketika harus mengucapkannya melalui radio komunikasi. Karena format 14 jarang dipakai, investigator memutuskan pilot lalai dan kurang cermat dalam menyampaikan pesan jarak tersebut. Pesawat akhirnya membentur puncak bukit beberapa menit setelah pesan radio yang salah itu diterima menara pengawas.

"Menurut rekaman dari menara pengawas, laporan terakhir dari pesawat Douglas DC-8 Martinair itu 'ke lapangan terbang Bandaranaike menyata kan bahwa pesawat berada pada ketingglan 7000 kaki (2133,6 meter) sedang menurun menuju ketinggian 6000 kaki (1828,8 meter) sedang jaraknya tinggal 14 mil (22,5 kilometer) dari lapangan terbang Bandaranaike. Berdasarkan itu, menara pengawas Bandaranaike memerintahkan pesawat untuk turun lagi menuju ketinggia:n 2000 kaki (6011,8 meter) dan minta agar pesawat memberi laporan bila sudah bisa melihat lapangan terbang. Kemudian pesawat membalas dengan menyatakan sudah menerima instruksi dengan baik. Tetapi permintaan menara pengawas untuk melapor kembali bila melihat landasan tidak pernah terpenuhi. Pesawat itu ditemukan jatuh kurang lebih 44 mil (70,8 kilometer) dari lapangan terbang dengan ketinggian 4.400 kaki (1.841 meter) di atas permukaan laut.", demikianlah bunyi pernyataan resmi dari pihak pemerintah Sri Lanka.[4]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ (Inggris) About Martinair: History. Diarsipkan 2014-11-07 di Wayback Machine.
  2. ^ Ranter, Harro. "Accident Douglas DC-8-55F PH-MBH". Aviation Safety Network. Diakses tanggal 31 Januari 2015. 
  3. ^ (Indonesia) Tragedi Besar bagi Indonesia pada 4 Desember.
  4. ^ (Indonesia) Bukan Kesalahan Menara tapi Navigasinya.

Pranala luar

sunting