Masjid Babul Hasanah

masjid di Indonesia


Masjid Babul Hasanah adalah masjid tertua di Kabupaten Kayong Utara, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia. Masjid yang terletak di Desa Rantau Panjang, Kecamatan Simpang Hilir ini, mulai dibangun tahun 1947.[1]

Sejarah

sunting

Masjid ini didirikan oleh pemuka agama yang tersohor kala itu, yakni Sy Hasyim Al Hadad. Sebelum dinamakan Babaul Hasanah, warga saat itu lebih mengenal sebutan masjid dengan nama Tembok Baru. Masjid Tembok Baru sendiri jadi tren kala itu karena jalan yang melintas di depan bangunan masjid baru dibangun. Kata "tembok" sendiri bagi warga setempat disebut jalan. Dengan kata lain, masjid tersebut dikenal karena dekat tembok atau jalan baru. Tembok atau jalan baru itu sekarang ini tidak lagi berupa tanah seperti dulu. Melainkan sudah di aspal dan berstatus jalan provinsi.[1]

Pada tahun 1958, Sy Hasyim memberikan nama masjid yang didirikannya itu Babul Hasanah. Nama tersebut diambil dari dialek bahasa Arab yang artinya 'Rumah Kebaikan'. Saat ini, generasi muda Ratau Panjang sudah banyak yang tidak mengenal lagi nama Masjid Tembok Baru, kecuali Babul Hasanah.[1]

Sejak didirikan, Masjid Babul Hasanah menjadi sentra bagi umat muslim untuk menunaikan ibadah. Untuk Salat Jumat saja, terkadang masjid tak mampu menampung jemaah. Bahkan, setiap Salat Idul Fitri maupun Idul Adha pelaksanaan salat terpaksa tidak di masjid namun dialihkan ke Lapangan Bola Desa Rantau Panjang sekitar 1 km dari masjid.[1]

Setelah Babul Hasanah sebagai satu-satu masjid di kala itu, kemudian muncul masjid baru di Pasar Teluk Melano. Namun, masjid di Pasar tersebut sudah tidak lagi dapat dijumpai, sebab beralih ke Jalan Kesematan dan dinamakan Masjid Baiturrahman. Letak masjid ini persis di depan Kantor Urusan Agama Kecamatan Simpang Hilir nomor 261.[1]

Rehabilitasi

sunting

Masjid ini sudah mengalami dua kali rehab. Rehab atau perbaikan fisik bangunan dilakukan pertama kali pada tahun 1958. Rehab kedua dilaksanakan sekitar tahun 1996.[1]

Sekarang ini, bangunan masjid yang mayoritas menggunakan bahan baku kayu sudah tergolong lapuk. Tinggal dinding lapis terbuat dari bahan kayu lokal atau campuran memperkuat bangunan seluas 12 X 12 meter persegi itu berdiri kokoh hingga kini.[1]

Hanya fondasi masjid yang masih kuat hingga sekarang karena terbuat dari kayu ulin (penduduk setempat mengenalnya kayu belian). Kalau yang lainnya seperti tiang-tiang hampir seluruhnya sudah hancur dimakan usia. Tinggal dinding lapis yang memperkuat bangunan karena belum lama diganti.[1]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f g h Masjid Tertua KKU Perlu Perhatian[pranala nonaktif permanen]. Harian Equator. Diakses pada 29 Juli 2012