Masjid Baiturrahman Sungayang

masjid di Indonesia

Masjid Baiturrahman Sungayang adalah salah satu masjid tertua di Indonesia yang terletak di Nagari Sungayang, sebuah kenagarian yang berjarak sekitar tujuh km dari Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.

Masjid Baiturrahman Sungayang
PetaKoordinat: 0°24′8.561″S 100°36′5.706″E / 0.40237806°S 100.60158500°E / -0.40237806; 100.60158500
Agama
AfiliasiIslamSunni
Provinsi Sumatera Barat
Lokasi
LokasiTanah Datar
Negara Indonesia
Arsitektur
TipeMasjid
Rampung27 Desember 1916
Biaya konstruksiRp4,059 miliar[1]
Menara4

Masjid ini dibangun atas kesepakatan masyarakat setempat pada tahun 1910-an mengingat masjid sebelumnya di Nagari Sungayang sudah roboh. Setelah selesai dibangun pada akhir tahun 1916, masjid ini sempat mengalami beberapa kali renovasi seperti, pada tahun 1926 akibat gempa bumi Padang Panjang, dan pada tahun 1988.[2] Namun, masjid ini mengalami kerusakan berat akibat gempa pada tahun 2007 sehingga bangunannya dirobohkan total karena dinilai tidak layak lagi dipakai. Pembangunan kembali masjid ini dilakukan tak lama setelah itu, dan pengerjaannya selesai pada tahun 2011.

Saat ini, selain digunakan untuk aktivitas ibadah umat Islam, masjid ini juga digunakan sebagai sarana pendidikan agama bagi masyarakat sekitar. Masjid ini disebut-sebut sebagai salah satu masjid termegah di Sumatera Barat.[3]

Sejarah

sunting

Keberadaan masjid ini tidak terlepas dari sejarah berdirinya Nagari Sungayang pada tahun 1892, yang sebelumnya pada masa kolonial Belanda wilayahnya digabungkan dengan Nagari Tanjung.[4] Setelah terbentuk, Datuk Paduko Rajo diangkat sebagai kepala nagari oleh Belanda, dan pada tahun 1910, ia digantikan oleh Datuk Gadang Majo Lelo. Dalam suatu musyawarah yang diadakan oleh Datuk Gadang Majo Lelo, masyarakat Nagari Sungayang sepakat untuk membangun sebuah masjid, balai adat, pasar, dan kantor nagari. Pada 27 Desember 1916, pembangunan masjid selesai dikerjakan dan diresmikan dengan nama Masjid Baiturrahman.[5]

Pada tahun 1926, masjid ini ikut runtuh akibat gempa bumi yang meluluhlantakkan Padang Panjang dan sekitarnya.[6] Atapnya yang lima tingkat roboh dua tingkat. Setelah dilakukan revovasi dengan tanpa mengubah bentuk aslinya, aktivitas-aktivitas di masjid ini yang sebelumnya sempat terhenti akibat gempa mulai dihidupkan kembali, terutama sejak kembalinya Mahmud Yunus dari Mesir. Selain kegiatan keagamaan, kegiatan-kegiatan kemasyarakatan sering pula diadakan di lingkungan masjid ini. Pada zaman pendudukan Jepang, dibentuk pelatihan ketentaraaan yang diberi nama Barisan Pemuda Masjid Baiturrahman, dan pada awal masa revolusi kemerdekaan, dibentuk pula pasukan Sabilillah, yang kemudian bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).[7]

Pembangunan kembali

sunting

Pada tahun 2007, masjid ini kembali mengalami kerusakan berat akibat gempa bumi yang mengguncang sejumlah daerah di Sumatera Barat. Namun, mengingat kondisi bangunan yang dinilai tidak layak lagi dipakai, bangunan masjid ini diputuskan untuk dibongkar. Selanjutnya, berkat bantuan masyarakat setempat dan para perantau serta sejumlah bantuan lain, Masjid Baiturrahman Sungayang dapat berdiri kembali pada tahun 2011.[1] Pembangunan kembali masjid ini dilaksanakan selama 46 bulan, sejak 11 Agustus 2007 hingga 30 Juli 2011, dan diresmikan oleh Gubernur Sumatera Barat waktu itu, Irwan Prayitno pada 3 September 2011.[8]

Rujukan

sunting

Catatan kaki

sunting

Daftar pustaka

sunting