Masjid Jami' Al Baitul Amien
Masjid Jami' Al Baitul Amien (baru) adalah sebuah masjid yang berada di sisi utara seberang Masjid Jami' Al Baitul Amien Lama (kini menjadi sekolah dasar yang dikelola Yayasan Al Baitul Amien), Kabupaten Jember, Jawa Timur.
Masjid Jami' Al Baitul Amien | |
---|---|
Agama | |
Afiliasi | Islam |
Lokasi | |
Lokasi | Kabupaten Jember, Jawa Timur |
Arsitektur | |
Arsitek | Yaying K. Kesser |
Tipe | Masjid |
Gaya arsitektur | Gedung MPR DPR |
Peletakan batu pertama | 3 Mei 1976 |
Menara | 1 |
Sejarah
suntingMasjid Jami’ Al Baitul Amien terletak di Jalan Raya Sultan Agung, sisi barat Alun-alun Kabupaten Jember, Jawa Timur, merupakan lanskap bersejarah. Tidak hanya karena usianya yang tua, namun juga karena ada kisah partisipasi rakyat di sana.
Tak ada catatan resmi soal tanggal berdirinya masjid tersebut. Dokumen Pemerintah Belanda hanya menyebutkan bangunan masjid itu berdiri di atas tanah eigendom verpoding nomor 981 tertanggal 19 Desember 1894, dengan luas 2.760 meter persegi. Sebuah catatan milik takmir menyebutkan, masjid lama pernah sekali direnovasi pada 1939.
Saat menjabat Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong Jember 1958-1960, Soewarno Soetopamekas mengambil inisiatif untuk merenovasi masjid tersebut dengan botol. “Mulai hari ini kita bangun masjid dengan botol. Tolong yang punya botol kecap kumpulkan ke sini. Saya jual, (hasilnya) buat pembangunan masjid,” katanya, sebagaimana dikutip dari buku Wakil Rakyat Kabupaten Jember Tempo Doeloe dan Sekarang.
Gerakan partisipasi rakyat itu kembali terulang pada masa pemerintahan Bupati Abdul Hadi pada 1973-1978. Saat itu Pemerintah Kabupaten Jember membangun sebuah masjid baru di sisi utara seberang masjid tua, di Jalan Raya Sultan Agung.
Masjid baru ini dirancang Yaying K. Kesser, alumnus perguruan tinggi di California, Amerika Serikat. Berbeda dengan masjid tua, masjid baru ini dibangun dengan bentuk bangunan yang mirip gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia di Jakarta. Bangunan masjid berbentuk kubah dengan satu menara.
Pembangunan masjid baru tentu membutuhkan biaya besar. Rakyat kembali berpartisipasi dengan menyumbangkan 11 ribu ton gabah hasil panen, sehingga terkumpul uang Rp 518 juta. Masjid baru ini kemudian diresmikan pada 3 Mei 1976.
Saat ini, peribadatan digelar di masjid baru. Sementara masjid lama peninggalan masa kolonial Belanda digunakan untuk sekolah dasar yang dikelola Yayasan Al Baitul Amien.