Dalam ilmu kimia, suatu mekanisme reaksi adalah tahap demi tahap sekuensial reaksi elementer sehingga terjadi perubahan kimia menyeluruh.[1]

Suatu mekansime kimia menjelaskan secara detail kejadian tepatnya pada setiap tahapan suatu reaksi kimia (transformasi). Ini juga menjelaskan masing-masing senyawa antara reaktif, kompleks aktif, keadaan transisi, pemutusan ikatan (dan urutan pemutusannya), serta pembentukan ikatan (dan urutan pembentukannya). Suatu mekanisme lengkap harus juga memperhitungkan semua pereaksi yang digunakan, fungsi katalis, stereokimia, seluruh produk yang terbentuk beserta masing-masing jumlahnya. Mekanisme reaksi juga harus menjelaskan laju relatif masing-masing tahapan dan persamaan laju reaksi secara keseluruhan. Zat antara reaksi (intermediat) adalah spesies kimia, sering kali tidak stabil dan berumur singkat, yang bukan pereaksi maupun produk dalam keseluruhan reaksi kimia, tetapi produk dan pereaksi sementara dalam tahap-tahap mekanisme reaksi. Zat antara reaksi sering kali berupa radikal bebas atau ion. Keadaan transisi dapat berupa keadaan molekul intermediat tak stabil meskipun dalam reaksi elementer. Keadaan transisi umumnya berupa entitas molekul yang melibatkan sejumlah ikatan dan/atau geometri yang tidak stabil. Mereka sesuai dengan maksima koordinasi reaksi, dan titik pelana pada permukaan energi potensial untuk suatu reaksi.

Mekanisme reaksi SN2. Perhatikan keadaan transisi bermuatan negatif di dalam kurung yang merupakan pusat atom karbon dalam pertanyaan menunjukkan lima ikatan, suatu kondisi tak stabil.

Metode dorongan panah atau elektron sering digunakan dalam menggambarkan mekanisme reaksi; sebagai contoh, lihat ilustrasi mekanisme kondensasi benzoin pada bagian contoh di bawah.

Mekanisme reaksi juga harus memperhitungkan urutan reaksi molekul. Seringkali yang muncul di permukaan merupakan konversi satu tahap, namun pada kenyataannya merupakan reaksi banyak tahap.

Kinetika kimia sunting

Informasi tentang mekanisme reaksi sering kali disajikan menggunakan kinetika kimia untuk menentukan persamaan laju reaksi dan orde reaksi masing-masing reaktan.[2]

Sebagai contoh dapat dilihat pada reaksi berikut:

 

Dalam kasus ini, percobaan telah menentukan bahwa reaksi ini berlangsung menurut hukum laju reaksi  . Bentuk ini memberi petunjuk bahwa tahap penentu laju reaksi adalah reaksi antara dua molekul NO. Satu mekanisme yang mungkin untuk keseluruhan reaksi yang menjelaskan hukum laju reaksi adalah:

  (lambat)
  (cepat)

Masing-masing tahapan disebut tahapan elementer, dan masing-masing mempunyai hukum dan molekularitasnya sendiri. Tahapan elementer harus berupa penjumlahan yang menghasilkan reaksi original. (Artinya, jika kita menghilangkan seluruh molekul yang muncul bersamaan pada kedua sisi reaksi, kita menyisakan reaksi original.)

Ketika menentukan hukum laju reaksi untuk keseluruhan reaksi, tahapan paling lambat adalah tahapan yang menentukan laju reaksi. Oleh karena tahapan pertama (pada reaksi di atas) adalah tahapan yang paling lambat, maka ia merupakan tahap penentu laju reaksi. Oleh karena tahapan tersebut melibatkan penyatuan dua molekul NO2, maka merupakan reaksi bimolekul dengan hukum laju reaksi  .

Reaksi lain dapat memiliki mekanisme beberapa tahap yang berurutan. Dalam kimia organik, salah satu mekanisme reaksi pertama yang diajukan adalah mekanisme reaksi kondensasi benzoin, pada tahun 1903 oleh A.J. Lapworth.

 
Mekanisme reaksi kondensasi benzoin. Ion sianida (CN) bertindak selaku katalis, masuk pada tahap pertama dan keluar pada tahap terakhir. Transfer proton (H+) terjadi pada (i) dan (ii). Metode dorongan panah digunakan dalam beberapa tahapan untuk menunjukkan pergerakan pasangan elektron.

Terdapat juga mekanisme yang lebih kompleks seperti chain reactions, yang pada tahap-tahap propagasi membentuk siklus tertutup.

Metode eksperimen lain uuntuk menentukan mekanisme sunting

Banyak rancangan eksperimen yang menyarankan kemungkinan urutan tahapan dalam suatu mekanisme reaksi, di antaranya:

Pemodelan teoretis sunting

Mekanisme reaksi yang tepat adalah bagian penting untuk pemodelan prediktif yang akurat. Untuk kebanyakan sistem pembakaran dan plasma, mekanisme detailnya tidak tersedia atau memerlukan pengembangan lebih lanjut.

Meskipun jika informasi tersedia, identifikasi dan rancang bangun data yang relevan dari beragam sumber, rekonsiliasi nilai-nilai yang berbeda serta ekstrapolasi kepada kondisi yang berbeda bisa menjadi proses yang rumit tanpa bantuan ahli. Tetapan laju reaksi atau data termokimia sering kali tidak tersedia dalam literatur, sehingga teknik kimia komputasi atau metode aditivitas golongan (Inggris: group additivity method) harus digunakan untuk memperoleh parameter yang diperlukan.

Metode kimia komputasi dapat juga digunakan untuk menghitung energi potensial permukaan reaksi dan menentukan mekanisme yang mungkin.[15]

Molekularitas sunting

Molekularitas dalam kimia adalah jumlah tumbukan entitas molekul yang terlibat dalam tahapan reaksi tunggal.

  • Suatu tahapan reaksi yang melibatkan satu entitas molekul disebut unimolekular.
  • Suatu tahapan reaksi yang melibatkan dua entitas molekul disebut bimolekular.
  • Suatu tahapan reaksi yang melibatkan tiga entitas molekul disebut termolekular.

Secara umum, tahap-tahap reaksi yang melibatkan lebih dari tiga entitas molekul tidak akan terjadi.

Lihat juga sunting

Referensi sunting

  1. ^ March, Jerry (1985). Advanced Organic Chemistry, Reactions, Mechanisms and Structure (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-3). John Wiley & Sons. ISBN 0-471-85472-7. 
  2. ^ Espenson, James H. (2002), "Chapter 6: Deduction of Reaction Mechanisms", Chemical Kinetics and Reaction Mechanisms (edisi ke-2nd), McGraw-Hill, ISBN 0-07-288362-6 
  3. ^ Espenson, James H. pp.156-160
  4. ^ Morrison R.T.; Boyd R.N. (1983), Organic Chemistry (edisi ke-4th), Allyn and Bacon, hlm. 216–9, 228–231, ISBN 0-205-05838-8 
  5. ^ Atkins, P.; de Paula, J. (2006), Physical Chemistry (edisi ke-8th), W.H. Freeman, hlm. 816–8, ISBN 0-7167-8759-8 
  6. ^ Moore, J.W.; Pearson, R.G. (1981), Kinetics and Mechanism (edisi ke-3rd), John Wiley, hlm. 276–8, ISBN 0-471-03558-0 
  7. ^ Laidler, K.J.; Meiser, J.H. (1982), Physical Chemistry, Benjamin/Cummings, hlm. 389–392, ISBN 0-8053-5682-7 
  8. ^ Atkins and de Paula pp.884-5
  9. ^ Laidler and Meiser p.388-9
  10. ^ Atkins and de Paula pp.892-3
  11. ^ Atkins and de Paula pp.886
  12. ^ Laidler and Meiser pp.396-7
  13. ^ Leonardo Silva Santos; Larissa Knaack; Jurgen O. Metzger (2005), "Investigation of chemical reactions in solution using API-MS (Review)", International Journal of Mass Spectrometry (246): 84 – 104, doi:10.1016/j.ijms.2005.08.016 
  14. ^ Espenson, James H. p.112
  15. ^ Atkins and de Paula pp.887-891


Pranala luar sunting